MENELADANI TOKOH SEJARAH
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK BANGSA
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdas kankehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang Demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Setiap orang memiliki kepribadian, kepribadian bukanlah karakter. Kepribadian merupakan ciri khas dari seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain. Keperibadian ini sudah ada sejak manusia dilahirkan. Setiap kepribadian yang melekat pada seseorang, jelas mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri seseorang, seperti kepada orang yang pemalu biasa disebut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang yang suka menolong diberikan sebutan “berkepribadian penolong”, dan kepada orang yang suka berbohong, munafik, pengecut, dan semacamnya disebut “tidak berkepribadian”. Sedangkan karakter (menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia)adalah: sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang biasa disebut watak. Karakter berkaitan dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa serta alam sekitar, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Ketika seseorang mulai mencari solusi agar tidak melakukan atau mengulangi kelemahan-kelemahannya serta berupaya memperbaiki kesalahan-kesalahannya, maka disinilah akan terlihat jelas karakter seseorang. Oleh karena itu, muncullah pendidikan karakter. Idealnya pendidikan karakter sudah diajarkan dan ditanamkan sejak dini oleh orang tua dirumah, dan guru disekolah. Apa dan bagaimana pendidikan karakter itu? Pendidikan karakter adalah: pembelajaran mengenai nilai-nilai esensial budi pekerti, misalnya kejujuran, kedisiplinan, kerjakeras, dan lain-lain sebagainya. Pendidikan karakter ini mutlak diperlukan mulai dari anak-anak hingga orang-orang dewasa. Karena kemajuan suatu Negara terletak dipundak orang-orang yang berkarakter.
Meneladani karakter seorang tokoh sejarah di jaman kejayaan kerajaan Majapahit merupakan sebuah alternatif. GajahMada adalah seorang tokoh sentral, mahapatih yang sangat terkenal dengan Sumpah Palapa (tidak akan menikmati kenikmatan dunia sebelum dapat menyatukan Nusantara). Gajah Mada merupakan satu-satunya tokoh digjaya pada masa itu di Nusantara. Dikatakan dalam sejarah, salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit dikarenakan tidak memiliki lagi orang yang kuat, jujur, pandai, tenang, teguh, tangkas, serta tegas untuk menggantikan kedudukan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit. Dalam buku Negara Kertagama mengatakan bahwa tabiat dan watak kepemimpinan Gajah Mada adalah sebagai berikut:
“Sang Gajah Mada Patih ring Tiktawilwadhika, mantriwira wicaksaneng naya, matanggwamatya bakti aprabu, wagni wakapadu, sardjawo pasama, dhitsaha tan lalana, rajadyaksa rumaksa risthiti narendran cakrawartting jagat“.
Artinya:
“Sang Gajah Mada, patih Walwathika, Mantriwira, bijaksana serta setia, bhakti kepada raja, pasih bicara, jujur pandai, tenang teguh tangkas, serta tegas. Tangan kanan Maha Raja yang melindungi hidup, menghidupkan kehidupan dunia (artinya mengatur perekonomian rakyat).” (Gmnl DPC Denpasar)(online).
Selanjutnya di dalam buku Monumen Maha Patih Gajah Mada, dinyatakan ada beberapa sifat dan watak Gajah Mada yang patut kiranya dikembangkan dalam pendidikan karakter. Sedikitnya ada 3 (tiga) karakter yang sangat mendasar dari sekian banyak karakter yang melekat pada diri sang patih Gajah Mada, karakter tersebut antara lain:
1.Ginong Pratikina, artinya selalu mengerjakan yang baik dan membuang kelakuan yang tidak sempurna. Gajah Mada menjabat Patih Majapahit selama 33 (tiga puluh tiga) tahun tanpa cacat.
Dalam pendidikan karakter disebut Disiplin, artinya tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Deskripsinya sebagai berikut:
- Mengerjakan sesuatu secara tertib.
- Memanfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan yang berguna.
- Belajar secara teratur.
- Mengerjakan sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
2.Matanggwam, artinya menjadi kepercayaan rakyat. Gajah Mada selalu mendapat kepercayaan rakyat dan kelakuannya tidak pernah mengabaikan kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya. Dengan kepercayaan yang diberikan ia bekerja untuk kepentingan Bangsa.
Dalam pendidikan karakter disebut Jujur, artinya perilaku yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaannya. Deskripsinya sebagai berikut:
- Mau mengatakan yang sebenarnya.
- Tidak suka berbohong.
- Mau mengakui kesalahan yang dilakukan.
- Mengakui kelebihan orang lain.
3.Dhitsaha, artinya selalu bekerja rajin dan sungguh-sungguh serta mempunyai keteguhan hati.
Dalam pendidikan karakter disebut Kerja Keras, artinya perilaku yang menunjukkan keseriusan dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, dan penyelesaian tugas dengan sebaik-baiknya. Deskripsinya sebagai berikut:
- Bekerja secara sungguh-sungguh dan tuntas.
- Mengerjakan tugas-tugas sekolah secara mandiri maupun kelompok.
- Menyelesaikan pekerjaan rumah secara mandiri.
- Berusaha mengatasi berbagai hambatan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Lebih jauh keberhasilan pendidikan karakter tersebut diatas, sebagaimana yang diharapkan kedepan (ketika bersosialisasi dimasyarakat), dapat diketahui melalui pencapaian indikator sebagai berikut:
Disiplin, mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dilingkungan yang lebih luas. Harapan, tidak akan terlihat lagi wakil rakyat yang tertidur ketika sidang membahas soal rakyat.
Jujur, menunjukkan kemampuan bekerja secara mandiri sesuai potensi yang dimilikinya. Harapan, tidak akan adalagi umbar janji dengan dalih demi kepentingan rakyat, ternyata hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Kerja Keras, menghargai pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya. Harapan, tidak akan terulang lagi penyelewengan wewenang, mulai dari level atas sampai kebawah yang ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat.
Dengan demikian, ketika pendidikan karakter mulai dikenalkan dan diajarkan sejak dini, pastilah dapat dihayati dan dipahami nilai-nilai esensial yang positif dan yang negatif. Disamping tentunya berupaya untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang diakibatkan dari kelemahan kepribadian. Kelemahan kepribadian ini jika dibiarkan terus menerus maka akan timbul perilaku-perilaku yang buruk, bahkan cendrung mengarah pada tindak kejahatan. Oleh karenanya keberhasilan pendidikan karakter tidak bisa dilepaskan dari peran aktif pendidik sebagai agen perubahan. Para pendidik tidak hanya bertugas mengajar saja, tapi juga harus mampu memberi teladan, motivasi, dan bimbingan. Namun peran ini bukan hanya semata menjadi tanggung jawab guru di sekolah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa, terlebih lagi peran aktif orang tua di rumah. Pendidikan harus dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan mengarah kelingkup yang lebih luas. Sehingga akhirnya akan terbentuk masyarakat sebagai Warganegara yang berbudaya dan berkepribadian, yang diawali dengan lahirnya “Gajah Mada Gajah Mada” muda, diabad moderen ini. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H