Mohon tunggu...
M Rosyid J
M Rosyid J Mohon Tunggu... Peneliti

Researcher di Paramadina Public Policy Institute

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buat Apa Kecam Israel?

4 Juni 2010   23:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:44 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_158870" align="alignleft" width="300" caption="http://citizenimages.kompas.com"][/caption] Israel telah benar-benar telah bertindak di luar jangkaun atas penyergapan yang mereka lakukan pada Kapal berbendera Turki Mavi Marmara Senin (31/5) kemarin. Kapal yang termasuk dalam misi Kebebasan untuk Palestina (Flotilla to Gaza), yang membawa bantuan untuk korban peperangan di Gaza itu diamuk peluru hingga 19 nyawa melayang dan puluhan lainnya terluka (Koran Jakarta, 3/6). Yang menyedihkan lagi, Tel Aviv melansir pernyataan paling naïf, mereka diserang terlebih dahulu. Pada kenyataannya, kenaifan pernyataan tersebut memang menyesakkan. Sejak pagi buta, kapal Marmara telah jelas-jelas dikelilingi pasukan Israel dan akhirnya diserang pada sekitar pukul 05.00 pagi waktu setempat. Dunia mengecam keras. Mulai dari Sekjen PBB, Ban Ki Moon, hingga presiden Yudhoyono, kecaman terus mengalir dari mereka. Dunia Barat, yang selama ini “berkawan”, ikut-ikutan ambil bagian. Hal ini tentu bukan tanpa dasar. Israel yang selama ini telah bertindak konfrontatif dan selalu “excuse” ketika mendapat kecaman, benar-benar bertindak di luar dugaan. Dalam kondisi seperti ini, tindakan-tindakan reaktif sudah dapat dipastikan bertebaran. Kelompok yang paling reaktif sudah tentu adalah kalangan Islam yang selama ini memandang tanah Palestina adalah benar-benar milik rakyat Palestina yang didominasi orang Islam. Lalu, Israel, dengan gerakan Zinonisme-nya ingin merebut tanah itu untuk mendirikan sebuah negara. Secara sederhana, harus dipahami, yang terjadi adalah bukan pertikaian ideologis, tetapi telah jauh masuk ke ranah politis. Isu pemilihan Palestina sebagai “tanah yang dijanjikan”, telah lama menjadi rahasia umum, bahwa diputuskan melalui perdebatan untung rugi yang kental akan pertimbangan pragmatis-politis. Sementara, demonstrasi,yang cenderung reaktif, dilakukan di berbagai belahan dunia. Kedutaan besar Israel menjadi sasaran, tetapi bila tidak ada, maka kedutaan AS menjadi alternatif, karena selama ini AS dianggap, atau memang, mendukung Israel. Demo-demo yang terjadi menunjukkan kemarahan berbagai kalangan, dan lagi-lagi yang mendominasi adalah kalangan Islam. Stereotyping ini tentu berdasar pada simbol-simbol yang terlhat dalam setiap demonstrasi. Bukan soal agama Fenomena ini, sebenarnya, penulis sayangkan. Penyayangan ini berpijak pada pengerucutan dan penyempitan isu yang memiliki dampak merugikan. Sudah tentu arah stereotyping itu adalah dominasi isu atas agama tertentu yang dalam hal ini adalah Islam. Pandangan ini kemudian mengaburkan kenyataan sejarah bahwa soal Israel-Palestina adalah soal ”rebutan tanah”, bukan soal agama yang seperti selama ini didengungkan. Padahal, bila ditinjau lebih jauh, political turbulence yang terjadi telah menjurus pada kriminalias kemanusiaan. Seharusnya, isu inilah yang diangkat tinggi-tinggi. Bolehlah dalam demontrasi yang akhir-akhir ini terjadi, dan memang baru kali ini, para demonstran berseloroh perihal humanity. Tetapi, pada kenyatannya atribut dan slogan yang dikobarkan tetaplah tendensius. Pengerucutan isu pun sulit dihindarkan. Efek dari pengerucutan isu ini sangat menyudutkan, terutama bagi Palestina sendiri. Pengkhususan agama tertentu dalam pelibatan perang Israel-Palestina menyebabkan bantuan yang datang juga terkerucut dan lama-lama menyedikit. Betapa tidak, isu humanitas yang bersifat universal, digantikan dengan isu agama, dalam hal ini adalah Islam, yang cenderung sektoral. Bantuan yang datang pun akhirnya sangat sedikit dan sektarian. Padahal, apabila berbicara soal maju atau tidak, sophisticated atau tidak, kuatnya lobi atau tidak, dan diakui atau tidak, negara-negara Islam kalah jauh oleh negara-negara non Muslim (baca: Barat). Akibatnya, perwujudan perdamaian sulit terwujud, dan kecaman-kecaman akan menjadi barang usang yang menjadi nyanyian pilu pelengkap penderitaan Palestina. Severity ini semakin menjadi-jadi ketika negara-negara Arab seakan sebelah mata melihat insiden Palestina. Bantuan nyata selama ini selalu mandeg di tengah jalan. Ironisnya, eksekusi belum dilakukan dan kemadegan itu terjadi dalam perdebatan diskusional. Bagaimana mungkin akan damai, kalau negara-negara Islam, khususnya yang di Timur Tengah sendiri, sudah setengah bisu soal penderitaan Palestina. Kemudian, radikalisme juga menambah keruh persoalan. Rekonsiliasi selalu gagal karena pihak radikal selalu mengedepankan perlawanan militansi perang. Pertemuan-pertemuan yang bersifat dilpomatis-diskusional dianggap sudah tak perlu. Akibat yang ditimbulkan adalah hasil perundingan yang selalu nihil dan berujung pada makin panasnya suhu peperangan. Yang menyedihkan, dari dalam tubuh Palestina sendiri, friksi-friski begitu nyata membuncah dipermukaan. Aktivitas Hamas vs Fatah seakan tiada habisnya menabur bumbu sedap penguat rasa atas kepedihan Palestina selama ini. Mana bisa damai kalau dirinya sendiri tak bisa damai? Isu humanitas Agaknya dua solusi alternatif menjadi urgensi kali ini. Pertama, penegasan dan pelurusan kembali atas isu yang berkembang. Kembali perlu ditekankan bahwa soal Israel- Palestina adalah soal politik rebutan tanah. Kemudian mengarah pada kejahatan kemanusiaan yang tentunya mengusik setiap individu yang mansuiawi. Rasa humanitas inilah yang sudah saatnya diseruakkan kembali dan menjadi isu utama. Dampaknya, bukan hanya agama tertentu yang “berhak” membantu Palestina. Pemunculan sungguh-sungguh atas isu humanitas akan menyatukan seluruh entitas masyarakat dunia untuk bergerak menyatukan pendapat, menaikkan bargaining-position dalam upaya mendamaikan Palestina. Dari kalangan Islam sendiri, perlu dibangun perubahan sikap yang nyata. Pemunculan atribut-atribut Islam dalam setiap aksi perlu diseimbangkan dengan isu humanitas yang lebih urgen. Dengan demikian, bantuan yang sebenarnya sejak dulu sesak tak tahan mumbuncah, akan sesegera mungkin mengalir deras menuju “Tanah Para Nabi” itu. Bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi opini dunia akan menyertai. Maka, sudah bukan utopia lagi kalau perdamaian Israel-Palestina akan segera terwujud. Kedua, secara khusus, perlu dibangun kembali komitmen kalangan Islam secara menyeluruh untuk memberantas segala bentuk penderitaan, terutama yang terjadi dari kalangan sendiri. Sikap bermuka setengah-setengah kalangan Islam, terutama di Timur Tengah sudah harus usai. Penyatuan gagasan serta rumusan perjuangan harus ditelurkan segera. Selain itu, pengaburan isu yang selama ini terjadi adalah akibat dari sikap anti-Barat yang berlebihan. Kebencian kepada Barat ini telah lama terpupuk dan terlanjur mendarah daging. Lalu, pada akhirnya mengapur bak tulang tua yang sudah sulit patah, kalaupun patah, menyakitkan sekali dan sulit diterima. Apapun yang berasal dari Barat dianggap tidak sah dan haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, pelunakan sikap kembali perlu dilakukan. Kelunakan ini akan menciptakan bentuk keberagaman Islam yang terbuka, inklusif, dan humanis. Akhirnya, pembukaan kembali isu yang muncul serta perbaikan internal dari pihak Islam khususnya Palestina sendiri, sangat perlu dilakukan. Selain itu, kalangan dunia juga harus memandang objektif dan mulai dengan tegas berkata TIDAK pada kekerasan Israel atas Palestina. Jazz Muhammad

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun