[caption id="attachment_375616" align="aligncenter" width="456" caption="Sumber: endtheneglect.org; diolah penulis"][/caption]
Beberapa waktu lalu pemerintahan Jokowi JK memulai program peningkatan ekonomi dan pendidikan masyarakat Indonesia melaui tiga ‘kartu sakti’: Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga sejahtera. Apakah kart-kartu itu akan efektif? Tentu terlalu dini untuk menilai. Kalau pun mau menilai, penilaiannya akan invalid, terlalu pesimistik karena memang belum ada dampaknya.
Berbicara tentang kesejahteraan masyarakat, menarik untuk menilik bagaimana negara lain telah berhasil menjalankan programnya. Salah satu di antara negara- negara itu adalah Brazil.
Brazil berhasil mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangannnya melalui tiga hal: menaikkan upah minimum, meningkatkan pembukaan lapangan kerja dan program pengentasan kemiskinan bernama Bolsa Familia. Dua solusi pertama terlihat sudah umum, lalu apa itu yang ketiga, Bolsa Familia?
Program ini diluncurkan pada 2003 ketika brazil dipimpin president Luiz Lula da Silva. Program ini merupakan program yang mentransfer dana langsung kepada masyarakat seperti bantuan langsung tunai (BLT) di Indonesia. Dalam buku Bridging the Gap, managing director Paramadina Public Policy Institute, Wijayanto Samirin mengatakan bahwa Bolsa Familia atau tunjangan keluarga memiliki prinsip memberikan cash pada keluarga miskin di Brazil dengan beberapa catatan!
Mereka yang menerima cash adalah yang berkomitmen untuk menjamin anak-anak merka bersekolah di sekolah gratis milik pemerintah. Selain itu, anak-anak mereka juga harus hadir dalam berbagai program kesehatan rutin. Di sekolah pun, siswa juga mendapat asupan makanan yang sehat secara rutin pula.
Sejak dimulainya hingga kini, program ini telah membantu lebih dari 50 juta orang, atau lebih dari seperempat populasi Brazil. Beberapa capaian program ini antara lain adalah penurunan kematian bayi sebesar 19.4%, penurunan angka anak kurang gizi 52%, penurunan angka kematian karena malanutrisi 58%, penurunan angka kematian karena diare 46%, kenaikan layanan pada wanita hamil 50% dan kenaikan angka vaksinasi pada anak sebesar 99.1% (Corona-Parra, 2014).
Berkat program ini pula, tingka kemiskinan menurun dari 9,7% menjadi 4,3%. Selain itu, indeks gini pun juga menurun 15% (Samirin, 2014).
Berbeda dengan program BLT pada umumnya, BLT Brazil bernama Bolsa Familia ini tidak mendegradasi harkat masyarakat miskin. Ini bukan uluran bantuan pada pengemis yang tidak jelas arah penggunaan dana selanjutnya sehingga memukau para pengkritik ‘nyinyir’ untuk melancarkan macam-macam kritiknya.
Mereka masyarakat miskin yang menerima harus memenuhi syarat dan punya komitmen untuk meningkatkan harkat dan pendidikan di dalam keluarganya. Dengan system transfer pula, penyimpangan penyaluran bantuan bisa ditekan.
Pembelajaran penting dari program ini adalah sebenarnya dalam menyelesaikan masalah bangsa yang pelik seperti kemiskinan dan pengangguran tidaklah jelimet. Program itu sederhana saja. Tapi, pelaksanaanya harus sempurna dan benar-benar kepada sasaran. (*)