[caption id="attachment_74564" align="alignleft" width="199" caption="ini aku"][/caption] Ini adalah sekuen kehidupan yang paling membuatku tak pernah bisa melupakannya. Kau pasti juga punya. Sebuah scene hidup yang membuka matamu lebar-lebar bahwa kenyatan hidup itu tak mudah. Tak mudah untuk dihadapi tapi juga tak perlu takut untuk mengatasinya. Aku tak pernah menyangka akan pernah memimpin organisasi tertinggi di SMA. Aku pernah terpilih menjadi ketua OSIS. itulah saat aku mulai berkenalan dengan dunia yang komunal. Dunia di mana aku belajar untuk menegosiasikan apapun meski hanya sebuah keputusan. Pasti kau tahu, menyamakan pendapat itu hal yang sulit. Mindset Murahan Menjadi ketua OSIS merupakan turning point kehidupanku. Aku yang dulunya begitu minder, mulai terlatih untuk mengatasi diri, meski perlahan. Aku dihadapkan oleh situasi di mana aku harus menjadi penentu keputusan. Perlahan tapi pasti aku menyadari bahwa selama ini mindset-ku-lah yang tak beres. Aku punya mindset murahan. Sebuah pola pikir yang selalu mengangap diri inferior. Aku selalu menganggap diri sendiri tak mampu. Aku selalu medahului nasibku. Tapi suasana ternyata berhasil memaksaku untuk memendam dalam-dalam mindset murahan itu. Aku tak mungkin terus memlihara mindset seperti itu. oraganisasi yang aku pimpin ini rusak karenaku. Lalu mulailah aku berbenah. Pelan-pelan. Aku sadar kalau berada pada garis kepemimpinan yang punya reputasi baik sebelum-sebelumnya. Aku tak mau dan tak akan merusaknya. Alasan Menyedihkan Aku masih ingat bagaimana aku bisa “nyangkut” di organisasi itu. sebenarnya bukanlah aku ini yang dipiloh ketua kelasku untuk mewakili kelas ikut LDKS. LDKS atau Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa merupakan pelatihan sebelum pencalonan ketua. Ketua kelasku memilih dua orang untuk ikut acara itu. Tapi, Salah seoarang dari mereka berdua menolaknya. Aku lupa alasannya. Yang jelas undangan itu diberikan padaku. Aku semangat mengikuti LDKS. Kau tahu kenapa? Pesertanya akan mendapatkan makan siang gratis. Ya, makan siang gratis. Just that. Sungguh alasan yang sangat naïf. Menyedihkan sekaligus ta masuk akal. Sungguh alasan yang bila aku konfirmasi dengan pikiranku sekarang, itulah alasan yang paling bodoh di dunia ini. Dan aku sendiri yang melakukannya. Mengikuti sebuah pelatihan yang ditujukan untuk memilih pemimpin siswa, tapi alasannya hanya untuk cari makan siang. Aku memang tak bisa memungkiri. Makan siang di sana pasti pakai daging atau ayam. Sesuatu hal yang jarang aku temui di rumah. Penghasilan ayahku sebagi tukang servis mesin jahit tak memungkinkan diriku ntuk menikmati ayam atau daging setiap harinya. Mungkin hanya sekali seminggu. Dan inilah yang membuat akal pikiranku jungkir balik. Satu hal yang sedikit aku ingat, saat itulah namaku mulai dikenal oleh masyarakat SMA. Aku sedikit dikenal. Maklum, posisi sebagai ketua OSIS adalah kedudukan paling prestigious di mata mereka, terutama siswa. Jadilah aku anak yang terkenal di SMA. Aku juga mulai menjadi anak yang berani berbicara. Bagaimana tidak? Hampir tiap minggu ada rapat dan aku harus memimpinnya. Kau pasti tahu, kalau kau dipaksa melakukannya, aku jamin kau juga akan seperti diriku. [caption id="attachment_74565" align="alignright" width="226" caption="ilustrasi oleh mbah google"][/caption] Klise Aku dilantik pada September 2006 lalu. Aku tak ingat tanggalnya. Tapi aku masih ingat bagaiamana prosesnya. Aku dan teman-teman kepengurusan baru dibariskan pada tempat sendiri saat upacara. Lalu kami dipandu oleh seorang komandan kompi untuk masuk lapangan saat upacara berlangsung. Bagiku, itulah adegan hidupku yang mendebarkan. Aku tak bilang paling mendebarkan. Tapi pastinya itu sangat mendebarkan. Pagi itu, di upacara bendera, aku akan dinobatkan menjadi seorang pemimpin Organisasi kesiswaan tertinggi. Aku dambil sumpah untuk setia menjalankan tugas. Selama acara jantungku terus berdebar. Mata-mata peserta upacara menambah kencang saja debarannya. Mereka adalah saksinya. Kalau aku gagal nanti, maka habislah aku. Saat itu aku diharuskan untuk menyampaikan pidato pelantikan. Asal tahu saja, pidato itu aku siapkan satu minggu lamanya. Hanya untuk berbicara tak lebih dari sepuluh menit. Bergaya sedikit politis, tapi juga tak substantif. Tapi aku tak bicara tipu daya. Aku bicara apa adanya, kalau nanti terjadi kesalahan itu memang wajar. Tapi kalau ada kebenaran dan kesuskesan, itulah nikmat Tuhan. Memang klise nampaknya, tapi memang itu yang aku anggap penting. Akhir Aku sudahi perjalananku di organisasi itu pada akhir agusus 2007. Lagi-lagi aku lupa tanggalnya. Aku mengucap syukur pada Tuhan karena semua kegiatan dapat aku laksanakan dengan lancar. Tentu dengan bantuan dan dukungan teman-teman sesama pengurus juga guru-guru pembimbing. Tapi jangan dikira perjalanan itu mulus. Aku sempat sakit karena harus tidur di sekolah selama tiga malam. Yang aku pelajari semua itu perlu pengorbanan. Menjadi pemimpin itu memang tak mudah. Harus banyak batuan terjal yang dilalui. Tapi kalau dilalui dengan penuh keyakinan dan mau bekerja sama , semaunya psti bisa terlewati. Pasti ada saja cerita yang menyedihkan, kekonyolan, juga kesuksesan yang tak akan pernah terlupakan. Kau tahu kenapa? Karena itulah yang membuatku sekarang jadi seperti ini. tuisan ini juga dimuat di blogku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H