Bagai semut bertemu gula, bagai amplop bertemu prangko
Orang berkata pada sang surya "Sinaranmu terlalu terang, merusak pandangan"
Hang lain berbicara "Panasmu terlalu terik, mematikan kehidupan"
para Dang berucap kesekian kalinya pada sang kesuma "dirimu terlalu semerbak, merusak penciuman"
Sang kesuma - sang surya saling mengerti kala itu, semua saling ditertawakan dan dinikmati, seolah mereka, satu sama lainnya tak akan bisa bersurai.
"Jangan pernah, jangan sampai, ada surai diantara kita, ya?" sebuah ijab yang terucap, kemudian di aminkan keduanya, walau pada akhirnya ini adalah hal yang diingkar.
Sinaran surya yang menghidupi segala alam, termasuk sebuah kesuma yang terkurung dalam menara, walau kadang menyilaukan, dan tak sesuai harapan yang berkehidupan dibawahnya, dirinya tetap memancarakan suam, seringai lucu yang selalu ditunggu sang kesuma di akhir minggu, maaf terkadang sang kesuma akan menganggap bahwa sang surya hanya akan menyukai bulan dan sesamanya, dapat diakui dirinya cukup menghakimi.
Peradilan yang dianggap sang kesuma demikian, hanya menutupi - memvalidasi, bahwa dirinya tak mungkin jatuh sedalam cinta, sedalam lebih dari rasa peduli.
Sang kesuma menyadari, tanpa sang surya dirinya tak akan merekah, mungkin merekah, tapi tidak sesemerbak setelah mendapatkan sinaran.
Sebuah kisah dari sanak bebungaan lainnya, menunjukkan betapa bahagia sang surya hidup jauh dari jangkauan sang kesuma, tanpa kasih sayang, tanpa sapa pagi malam, tanpa kekeh.
Mungkin ini kutukan bagi mereka yang keduanya lahir di hari kamis, andai saja salah satunya lahir di 6 hari lainnya, mungkin tidaklah perlu sang kesuma merajuk pada alam dan semesta.