Mohon tunggu...
Jayu Titen
Jayu Titen Mohon Tunggu... Ambtenaar, Blogger,

https://masjayu.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Biarkanlah Orang Tua Menikmati Hari Tuanya

24 April 2015   00:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“halo” suara perempuan dari ujung handphone.

“ya...haloo” jawab perempuan yang menjawab

“si adek lagi apa, sudah makan, sudah minum susu, sudah bobo siang, sudah pub, sudah diganti popoknya....bla..bla..bla...”

Pertanyaan itu sudah rutin setiap jam istirahat/makan siang diterima perempuan yang menjawab panggilan telepon, sumber pertanyaan bukan dari perempuan kepada asisten rumah tangga, tetapi pertanyaan dari perempuan yang mengambil pilihan yang berat sebagai seorang ibu yang harus bekerja diluar rumah dan menitipkan anaknya kepada orang tuannya.

Balada jaman modern

Meskipun hanya sebuah ilustrasi, percakapan tersebut menggambarkan keadaan saat ini, dimana banyak perempuan yang memilih untuk bekerja mencari nafkah daripada mengasuh anak. Ada 1001 alasan seorang perempuan/istri ikut berpeluh mencari nafkah, pertama adalah karena doktrin Emansipasi yang berkembang dimasyarakat modern bahwa perempuan menuntut kesetaraan jender dengan laki-laki. Perempuan bukan makhluk nomor 2 yang diciptakan Tuhan YME yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dengan aktivitasnya yang berkutat di wilalayah dapur, sumur dan kasur. Dengan adanya emansipasi wanita, maka perempuan bisa beraktivitas dan mengambil tanggungjawab seperti halnya laki-laki tanpa terkecuali. Pemandangan ekstrim kita teui pada kehidupan nyata dimasyarakat, kita banyak menemui perempuan lebih berperan aktif memenuhi kebutuhan ekonomi karena suami dianggap tidak cakap dalam memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga menempatkan suami sebagai bapak rumah tangga. Munculnya fenomena susis (suami sien istri) dimasyarakat merupakan dampak dari merebanya perempuan yang menuntut emansipasi. Kondisi ini semakin diperparah oleh perusahaan-perusahaan/pabrik yang lebih suka memperkerjakan perempuan dari pada laki-laki, alasannya perempuan lebih telaten, teliti dan taat dalam bekerja.

Kedua karena perempuan/istri ikut memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin hari terus bertambah, adanya anak maka kebutuhan rumah tanggapun semakin bertambah mulai dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier, mulai kebutuhan dapur, rumah, kesehatan, biaya pendidikan anak-anak dari TK sampai perguruan tinggi, kendaraan dll. Lebih-lebih jika memiliki anak lebih dari dua, maka akan menjadi dalil yang sahih yang tidak terbantahkan lagi bahwa seorang istri harus ikut berjibaku dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Terkait kebutuhan, menurut Abraham Maslow bahwa manusia mempunyai tingkatan-tingkatan kebutuhan, ketika kebutuhan dasar sudah terpenuhi maka akan naik kepada kebutuhan diatasnya. Keinginan dan kebutuhan dua hal yang berbeda, harus dibedakan antara keduannya, dalam pemenuhannya harus punya prioritas dengan mendahulukan kebutuhan karena keinginan manusia tidak terbatas.

Ketiga karena ekspresi, bahwa kita menjumpai alasan dari perempuan/istri bekerja yaitu sebagai wujud untuk mengekspresikan diri, baik pergaulan maupun ilmu pengetahuan. Meskipun seluruh kebutuhan sandang, pangan dan papan sudah dicukupi oleh suami, bagi perempuan yang sudah terbiasa dengan aktivitas atau bekerja maka tinggal dirumah dan hanya mengasuh anak membuat perempuan/istri seperti terpenjara didalam sangkar emas. Maka bekerja menjadi pilihan untuk mengekspresikan diri, Masih ada 1001 alasan lainnya mengapa perempuan memilih untuk bekerja.

Tidak ada salahnya ketika suami-istri mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah berangkat pagi pulang petang untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya, toh banyak juga orang tua yang dua-duanya sibuk bekerja diluar rumah akan tetapi anaknya sholeh-sholehah dan berhasil dalam pendidikan, pekerjaan dan bisnis, dan begitupun terjadi juga sebaliknya. Ibunya dirumah fokus mengasuh anak tetapi yang terjadi justru anak tumbuh dan berkembang tidak sesuai harapan orang tua, pendidikan hancur apalagi pekerjaan dan bisnis. Ibu dirumah bukan satu-satunya faktor tetapi pola mendidik anak juga sangat penting, nah Ketika perempuan/istri akan ikut bekerja maka harus dibicarakan masak-masak antara suami-istri adalah :

1.Anak, jika anak masih balita pastikan di diasuh orang yang tepat, kemananan terjamin, terlindungi dari bahaya, banyaknya berita tentang penculikan anak membuat setiap orang tua harus waspada dan hati-hati mencari asisten rumah tangga, banyak kejadian penculikan dilakukan orang paling dekat atau bekerjasama dengan orang yang paling sering berinteraksi dengan anak. Selain itu akhlaknya, pola asuh anak akan menentukan bagaimana ia bersikap dan bertutur kata (tata krama).

2.Istri, diakui atau tidak perempuan merupakan makhluk lemah (fisiknya) dan perasa, maka ketika bekerja yang harus diperhatikan oleh suami adalah kesehatan istri. Ketika di jalan/tempat kerja amankah dari gangguan laki-laki lain?. Kesibukan suami dalam bekerja terkadang melupakan bahwa istri butuh sanjungan dan pujian, ketika itu tidak didapati dari suaminya yang super sibuk, dia bertemu dengan pria lain yang lebih perhatian dan suka memuji maka karena faktor perasa, perempuan yang daya imunitasnya lemah akan tergoda yang akhirnya berpindah kepelukan laki-laki lain, na’uzdubillah tsumma na’uzdubillah..

3.Tidak merepotkan orang tua. Inilah inti yang ingin saya share dari tulisan ini, bukan bermaksud menggurui akan tetapi sekedar berbagi dan menguatkan diri agar sepenuh-penuhnya menjadi suami yang bertanggungjawab dan tidak merepotkan orang tua. Tidak merepotkan orang tua disini maksudnya adalah ketika suami-istri mengambil keputusan untuk bekerja diluar rumah maka jangan sampai menitipkan anak kepada orang tua. Menimang cucu merupakan kebahagiaan bagi orang tua, ketika kita berinisiatif untuk menitipkan anak kepadanya, orang tua akan senang-senang saja mengasuhnya, terkadang malah orang tua yang menawarkan diri mengasuh cucunya karena untuk mengisi kesibukan atau karena kasihan melihat cucunya yang tidak terurus dengan baik. Apalagi ketika orang tua sudah pensiun dan tidak punya aktivitas lain, akan tetapi jangan sampai menitipkan anak kepada orang tua, biarkanlah orang tua menikmati masa tuannya dengan aktivitas mereka, berkebun, keliling bersilaturahim kerumah anak-anaknya dll. Orang tua sudah mengasuh sejak bayi sampai menikahkan, seharusnya mereka sudah menikmati hari tuannya dengan memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah SWT. tegakah kita merepotkannya lagi dengan menitipi anak-anak kita?

Menafkahi keluarga adalah tanggung jawab para suami, ketika perempuan dinikahi artinya suami mengambil sepenuhnya tanggungjawab ayah perempuan., namun di zaman modern serba meterialis saat ini tidak mudah untuk menempatkan perempuan didalam rumah, apalagi bagi perempuan yang sudah menyandang pendidikan tinggi, menjadi ibu rumah tangga akan menjadi momok dimasyarakat, percuma sekolah tinggi-tinggi mendapatkan gelar sarjana jika hanya menjadi ibu rumah tangga, begitulah kira-kira cibiran dari masyarakat. Alternatif lain agar istri bisa berkespresi atau ikut memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah dengan membuat usaha/bisnis tanpa meninggalkan anak-anak.

salam :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun