Kegiatan ekskursi merupakan kegiatan lintas agama di mana para siswa SMA Kolese Kanisius kelas 12 pergi secara berkelompok ke beberapa pesantren di pulau Jawa. Kegiatan ekskursi memiliki tujuan untuk meningkatkan toleransi dan bertujuan untuk berkegiatan dari sudut pandang yang berbeda. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari 2 malam ini merupakan kegiatan wajib bagi anak-anak kelas 12 SMA Kolese Kanisius setiap angkatan. Kegiatan ini menjadi penting, terutama dalam maraknya SARA di banyak daerah, kegiatan seperti inilah yang sedikit demi sedikit mengurangi ideologi-ideologi perpecahan.
"Negeri ini, Republik Indonesia, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!" - Ir. Soekarno
Seperti yang dikatakan oleh Ir. Soekarno, "Negeri ini, Republik Indonesia, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!", orang-orang tidak seharusnya menghina agama lain selain yang dianutnya, sebab segala agama itu berdiri setara dan semuanya harus dihormati tanpa terkecuali. Kata-kata dari Ir. Soekarno ini sangatlah menginspirasi dan seharusnya diterapkan dalam semua orang, dengan begitu tidak akan ada lagi orang-orang yang menggunakan agama sebagai bahan hinaan atau candaan.
Agama seringkali menjadi bahan candaan ataupun hinaan dalam berbagai kalangan, hal ini menjadi sebuah masalah yang serius, terutama di Indonesia yang memiliki agama yang tidak hanya satu melainkan beragam. Agama yang seharusnya mengajarkan kedamaian dan kebaikan tidak dicerminkan oleh para penganutnya, seharusnya para penganutnya melakukan kebaikan sesuai ajaran yang telah mereka terima dan bukan malah menghina agama lain yang bukan dianutnya.Â
Kegiatan seperti kegiatan ekskursi ini sangatlah penting dan relevan untuk masa saat ini, dikarenakan Indonesia terus berkembang dan perkembangan ini tidak akan maksimal apabila tidak seluruh warga Indonesia bekerja sama tanpa adanya perpecahan. Kita semakin dekat dengan Indonesia Emas 2045 yang merupakan tujuan besar dari banyak masyarakat Indonesia, hal ini akan sulit untuk dicapai apabila sampai saat ini masih terdapat ideologi-ideologi SARA yang menciptakan perpecahan dalam diri kita. Kegiatan lintas agama dapat memberikan pandangan baru dan melihat dari perspektif lain dari berbagai macam agama, dengan begitu orang-orang dapat saling memahami mereka yang memiliki kepercayaan yang berbeda, dan dapat saling menghormati sesama, tanpa membawa agama sebagai bahan gurau.
Dalam kegiatan ekskursi SMA Kolese Kanisius beberapa waktu lalu, para siswa Kolese Kanisius kelas 12 berkesempatan untuk mengunjungi berbagai pondok pesantren, hal ini menjadi hal yang baru bagi sebagian dari siswa Kolese Kanisius yang mayoritasnya menganut agama Katolik. Mereka mengikuti kegiatan yang ada di pondok-pondok pesantren tersebut, seperti mengikuti kegiatan belajar mengajar, mengikuti ekstrakurikuler, mengikuti jadwal bangun dan tidur para santri, dan bahkan mengikuti kegiatan mengaji para santri. Pengalaman ini tentunya membuka pandangan baru dari para siswa Kolese Kanisius mengenai cara berkegiatan para santri di pondok pesantren yang dikunjungi.Â
Bagaikan air sungai yang terus mengalir hingga ke laut, para siswa Kolese Kanisius dan para santri bisa diibaratkan mengikuti aliran sungai sehingga pada akhirnya bertemu di laut yang sama yakni Indonesia. Meskipun keduanya mengikuti aliran yang berbeda, pada akhirnya semuanya tetaplah satu sebagai Indonesia, begitu juga dengan agama-agama lainnya. Semuanya harus bekerjasama dalam mengembangkan Indonesia dan melawan segala ideologi-ideologi yang menciptakan perpecahan, dan dengan begitu Indonesia dapat menjadi semakin berkembang dengan masyarakat yang berkualitas dan cinta akan perdamaian, serta persatuan.
Menurut Moeldoko (2019) 88,4 persen perbincangan masyarakat Indonesia di media sosial adalah memperbincangkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Moeldoko beranggapan, jika hoaks tidak ditangani secara tegas, maka dapat menjadi sumber perpecahan, terutama jika membawa SARA. (1)