Mohon tunggu...
Rustam Kelana
Rustam Kelana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Law, Book, Education

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebijakan Publik yang Pro Pembangunan Sosial

21 Maret 2023   14:35 Diperbarui: 22 Maret 2023   09:52 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kastara.id

Kesejahteraan sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dan merupakan muara dari agenda pembangunan ekonomi. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan pasal mengenai perekonomian berada pada BAB XIV Undang-Undang Dasar 1945 yang berjudul "Kesejahteraan Sosial".

Menurut Sri-Edi Swasono, "Dengan menempatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 di bawah judul Bab "Kesejahteraan Sosial" itu berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia. peningkatan kesejahteraan sosial merupakan tes untuk keberhasilan pembangunan secara nasional, bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan fisikal". Dengan demikian, dilihat dari perspektif pembangunan sosial, Indonesia menganut negara kesejahteraan, meskipun dengan model residual atau bahkan model minimal. Indonesia menganut prinsip keadilan sosial  (sila kelima Pancasila) dan secara eksplisit konstitusinya (Pasal 27 dan 34 Undang-Undang Dasar 1945) mengamanatkan tanggungjawab pemerintah dalam pembangunan sosial.

Namun demikian, baik pada masa Orde Baru yang lalu maupun era Reformasi saat ini, pembangunan sosial baru sebatas jargon dan belum terintegrasi dengan strategi pembangunan ekonomi. Penanganan masalah sosial masih belum menyentuh persoalan yang mendasar. Program-program jaminan sosial masih bersifat parsial dan karitatif serta belum didukung oleh kebijakan sosial yang mengikat. Orang miskin dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) masih dipandang sebagai sampah pembangunan yang harus dibersihkan. Kalaupun di bantu, itu hanya sebatas bantuan uang, barang, pakaian atau mie instan berdasarkan prinsip belas kasihan, tanpa konsep dan visi yang jelas.

Bahkan kini terdapat kecenderungan, pemerintah semakin enggan terlibat mengurusi permasalahan sosial. Dengan, menguatnya ide liberalisme dan kapitalisme, pemerintah lebih tertarik pada bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya, termasuk menarik pajak dari rakyat yang sebesar-besarnya. Sedangkan tanggungjawab menangani masalah sosial dan memberikan jaminan sosial diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.  

Bergulirnya otonomi daerah juga bukannya semakin memperkuat komitmen pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan masyarakat kelas bawah. Pemberian wewenang yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan daerah belum diikuti dengan penguatan piranti kebijakan dan strategi pembangunan sosial. Terkesan kuat, pengalihan pembangunan sosial hanya dianggap sebagai beban tambahan bagi anggaran pemerintah daerah. Tidak sedikit pemerintah daerah yang hanya mau menerima penguatan dan peralihan wewenang dalam pengelolaan dan peningkatan sumber-sumber "Pendapatan Asli Daerah" (PAD). Sedangkan peralihan tugas dan peran menangani "Permasalahan Sosial Asli Daerah" (PSAD) inginnya diserahkan kepada masayarakat, Lembaga-lembaga sosial dan kegamaan.

Pengalaman di dunia Barat memberi pelajaran bahwa jika negara menerapkan sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, maka itu tidak berarti pemerintah harus "cuci tangan" dalam kebijakan publik yang menyangkut pembangunan sosial. Karena, sistem ekonomi kapitalis adalah strategi mencari uang, sedangkan pembangunan sosial adalah startegi mendistribusikan uang secara adil dan merata.

Oleh karena itu, dalam menghadapi globalisasi dan menguatnya ide kapitalisme ini, visi, misi dan strategi kebijakan publik dan pembangunan sosial di Indonesia perlu direvitalisasi dan bukan dilegitimasi. Sehingga bidang ini tidak menjadi sekedar kegiatan amal atau usaha sporadic setengah hati yang tidak terencana dan jauh dari prinsip dan wawasan keadilan sosial. Bila Indonesia sekarang ini hendak melakukan liberalisasi dan privatisasi ekonomi yang berporos pada  ideologi kapitalisme, Indonesia bisa menimba penglaman dari negara-negara maju ketika mereka memanusiawikan kapitalisme. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ditanggulangi oleh kebijakan publik, seperti berbagai kebijakan sosial yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh masyarakat kelas bawah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun