Al-'Addah Muhakkamah (adat tradisi adalah sumber hukum). Tradisi yang telah ajeg dan baik baik dari sisi syara' maupun tradisi yang terdapat di suatu komunitas masyarakat dapat diterima dalam perspektif fiqhiyah. Jarak antara teks (nash) dan waqi'iyah (konteks) dapat menghasilkan 'illat, yang mana dengan perbedaan ragam kultur dan entisitas dapat menimbulkan pergeseran 'illat yang membuat norma hukumnya juga turut mengalami pergeseran dari norma hukum semula. Al-Qarafi dalam Al-Furuq (1/62-65) setidaknya menunjuk ada empat aspek utama  perubahan intensitas  yaitu lingkungan, ruang, waktu, dan individu. Epistemologi fikih baik Nalar Bayani (Ma'rifat Al-Bayani) maupun Nalar Analitis (Ma'rifat Al-Tahlili) harus memperhatikan dengan seksama keempat faktor di atas dalam analisis konstruksi hukum, dimana perubahan hukum dapat saja terjadi melalui perubahan intensitas salah satu aspek yang berimplikasi pada hubungan antara Shifah (Objek), ma'na munashabah (hubungan objek dan hukum) dan norma hukum itu sendiri. Perubahan (tahawul) melalui kontekstualisasi hukum akan berimplikasi:
- Hilangnya objek (Shifah) yang berarti tidak relevannya hukum itu sendiri, mis. hilangnya objek harta yang diwajibkan zakat, yang menggugurkan  kewajiban zakat atau terjadinya perubahan nilai mliyah pada suatu objek harta zakat misalnya mata uang yang terdepresiasi akibat inflasi besar-besaran hingga menjadi tidak ada nilainya seperti pada kasus dollar Zimbabwe, kecuali dilakukan konversi pada mata uang lain yang lebih bernilai.
- Hilangnya korelasi (hubungan) antara objek hukum dan norma hukum, yang ditandai oleh terjadinya perubahan (transformasi) pada objek hukum yang membuat sebab-sebab hukum hilang, misalnya pada kasus Istishl pada minuman keras secara alami berubah menjadi cuka yang membuat hilangnya sebab as-sakar (memabukkan) dan khimr (penutup akal).
- Terjadinya pergeseran 'illat (alasan) penetapan hukum baik ditinjau dari metode tanqih al-manath dengan hilangnya alasan ('illat) yang menjadi tempat penyandaran hukum misalnya pada hukum bay' bi tsaman mu'ajjal pada komoditas emas dengan hilangnya 'illat tsumuniyah pada emas yang bukan lagi sebagai mata uang, atau dengan tinjauan pendekatan metodologi tahqiq al-manath yang ditandai oleh adanya kebutuhan dharuryah dan ihtijjiyah sekalipun sebelumnya tidak diperkenankan misalnya tindakan hedging (lindung nilai) dengan kontrak future dan forward yang didasari oleh wa'd contract bank atas dasar adanya kemaslahatan atas cash flow dari kegiatan Multi National Company (MNC) yang dapat menimbulkan eksposur valas.
Hal yang sangat disayangkan adanya sebagian oknum kelompok konservatif yang tidak memiliki kualifikasi dalam bidang Ushul Fiqih maupun Qawa'id Fiqhiyah lalu bersikap kaku (rigid) dalam melakukan pembacaan teks hukum secara harafiah yang berakibat mafsadah dan kesulitan di kalangan masyarakat yang ditandai oleh timbulnya irrelevansi pada konstruksi teoritis (tathbiq), paradigma (nazhri), maupun dari segi praktik ('amal) sehingga justru membuat masyarakat menjauh dari panduan muamalah.Â
Sementara itu, Muhammad 'Abid Al-Jabiri dan Pierre Bordeau selalu menegaskan bahwa teks tidak bisa dilepaskan dari konteks, atau dalam pengertian lain teks tidak muncul atau terpisah dari kontekstualitasi keempat faktor yang disebut sebelumnya, yang diwujudkan dalam hubungan interaksi antara teks dan konteks sebagai muntij tsaqafah yaitu teks sebagai refleksi atas realitas kondisi masyarakat dimana teks itu berada, sehingga perubahan pada realitas yang direfleksikan oleh teks dapat berimplikasi pada cara pembacaan teks itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H