Mohon tunggu...
Diesa Callista
Diesa Callista Mohon Tunggu... -

Hanya Seorang Anak Bangsa yang ingin melihat kejayaan, kemajuan, dan keberhasilan Bangsa dan Negaranya. Indonesia Bisa Jadi Negara Besar Dengan Berbagai Kebesarannya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara DPR, Rakyat, dan Pansus Pilpres

23 September 2014   18:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:50 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum cukup publik dikejutkan oleh kebijakan DPR akhir –akhir ini yaitu dengan rencana pengajuan revisi UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang sarat akan kepentingan politis yang terang-terangan menampakkan perlindungan kepentingan internal anggota DPR agar dapat leluasa memainkan anggaran negara dan menggerogotinya, pada 1 September 2014 lalu Komisi II DPR RI juga merekomendasikan pembentukan pansus pilpres untuk menyelidiki sejumlah kejanggalan dalam proses pilpres 2014. Hal ini dinyatakan dalam kesimpulan hasil rapat dengar pendapat Komisi II dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tentang evaluasi pilpres. Komisi II DPR merekomendasikan pembentukan pansus pilpres untuk melakukan penyelidikan terkait data-data pemilih, proses penghitungan dan pergerakan suara dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke KPU, serta penggunaan anggaran hingga IT yang digunakan. Namun, di lain pihak Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan, hingga saat ini Pimpinan DPR belum menerima laporan terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Tanpa persetujuan Pimpinan DPR, usulan pembentukan Pansus Pilpres tak bisa dibawa ke rapat paripurna.

Meskipun demikian apakah langkah rencana pembentukan pansus pilpres di DPR sudah kebijakan yang paling tepat saat ini ditengah kemelut dan setumpuk persoalan dan permasalahan yang harus dihadapi bangsa ini kedepannya baik di pusat maupun di daerah. Selain itu wacana pembentukan panitia khusus sengketa pilpres (pansus pilpres) yang digalang koalisi permanen kubu dari pasangan Prabowo-Hatta sama halnya dengan meragukan kewenangan lembaga Mahkamah Konstitusi  dalam memutus perkara Pilpres 2014. Kalau DPR tetap membentuk panitia khusus (pansus) itu, secara langsung maupun tidak, berarti menggambarkan ketidakpercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga resmi negara yang saat ini justru tengah menangani kasus gugatan Pilpres tersebut.

Dengan menggambarkan simbol ketidakpercayaan antar institusi negara, DPR telah memberikan contoh penegakan demokrasi yang tidak terpuji kepada masyarakat. Pasalnya keputusan MK bersifat final dan mengikat sehingga apapun keputusannya seharusnya dapat dihormati sebagai keputusan akhir sengketa pemilu yang legal. Jika satu institusi negara sudah tidak percaya dengan institusi negara lainnya, siapa lagi yang akan percaya? Padahal MK terbentuk atas dasar kepercayaan terhadap penegakan keadilan. Meski demikian apabila Pansus pilpres akhirnya terbentuk ada kemungkinan tidak akan bertahan lama apabila MK pada akhirnya memenangkan pasangan capres-cawapres terpilih sebelumnya.

Jika menyoal tentang apa yang harus diprioritaskan pada kondisi negara saat ini, pembentukan pansus korupsi oleh DPR lebih mendesak dan jauh lebih penting dibandingkan dengan membentuk pansus pilpres yang dinilai hanya bermuatan politis semata. Saat publik merasa Pilpres telah usai saat MK menolak semua gugatan pasangan Prabowo-Hatta. Komisi II yang dengan bangga menenteng kata ‘Wakil Rakyat’ dalam jabatannya entah rakyat yang mana malah lebih mengedepankan obsesi pribadi mereka dengan mengurusi hal yang sudah diputuskan secara sah dan konstitusional  daripada mengurusi dan berfokus pada permasalahan yang sedang dihadapi rakyat saat ini.

Saat publik pusing memikirkan anggaran keluarga yang membengkak seiring naiknya BBM dan LPG. Saat publik siap menyongsong dan mengkritisi pemerintahan baru. Saat kita masih berharap ada perbaikan di negeri ini. Kini dengan sigap DPR ingin mencoba gaya ‘menyelidik’ lagi hal yang telah nyata diselidiki pada gugatan ke MK dahulu. Serupa dagelan yang coba dipentaskan ramai-ramai anggota Komisi II DPR ini. Motifnya berbau kepentingan politis dan non-pro rakyat. Namun toh, ada beberapa motif yang lagi-lagi tercium dari rekomendasi pembentukan Pansus Pilpres ini.

Tentunya publik di Indonesia mengapresiasi langkah parlemen untuk memperbaiki proses pemilu yang akan datang tetapi apabila dalih tersebut dimanfaatkan atau dijadikan kendaraan oleh oknum-oknum korup di DPR untuk mengungkit permasalahan dan menggangu putusan MK yang telah sah secara konstitusional dengan mengedepankan kepentingan politis diatas kepentingan rakyat merupakan hal yang sangat disayangkan dan sudah melenceng dari tujuan awal anggota DPR yaitu sebagai wakil yang mengedepankan apresiasi dan kepentingan rakyat diatas kepentingan apapun.

Alangkah baiknya DPR saat ini berfokus pada perbaikan kualitas dan kinerja yang sudah sangat bobrok beberapa tahun belakangan ini. Sudah saatnya DPR berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai wakil rakyat yang sesungguhnya dengan memikirkan jalan keluar terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang dialami bangsa ini dan memiliki visi untuk membawa bangsa ini menjadi lebih baik dan lebih maju sehingga mampu mencerdaskan dan mensejahterakan rakyatnya. Bukan malah berfokus dan berkutat pada kepentingan politis saja. Selain itu DPR juga sebaiknya berbenah diri dan banyak bercermin sehingga para wakil rakyat yang duduk di DPR saat ini bukan lah para wakil rakyat yang bobrok, korup dan inkompeten melainkan para wakil rakyat yang benar-benar mengayomi aspirasi rakyat yang bermartabat dan bebas dari bayang-bayang kepentingan pribadi, politis, maupun partai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun