Mohon tunggu...
Diesa Callista
Diesa Callista Mohon Tunggu... -

Hanya Seorang Anak Bangsa yang ingin melihat kejayaan, kemajuan, dan keberhasilan Bangsa dan Negaranya. Indonesia Bisa Jadi Negara Besar Dengan Berbagai Kebesarannya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setumpuk Tantangan untuk Kabinet Kerja

30 Oktober 2014   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setumpuk tantangan menanti kabinet pemerintahan baru seperti tuntutan peningkatan produksi komoditas ekspor untuk menekan defisit neraca perdagangan, masalah perbatasan, kelangkaan BBM, korupsi di berbagai instansi di daerah, lambatnya pemberian sertivikasi guru, kekerasan terhadap anak, kemacetan serta berbagai permasalahan lainnya.

Dari segi bencana, Indonesia menjadi negara yang paling rawan bencana di dunia, berdasar pada data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana ( UN - ISDR ). Tingginya resiko ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Di negeri ini ancaman tertinggi adalah bencana tsunami, tanah longsor, dan gunung api. Selain itu Indonesia juga menduduki peringkat ketiga untuk ancaman gempa dan enam untuk banjir.

Dari segi sumberdaya Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa, sumber daya alam/komoditas yang beragam dan melimpah, populasi generasi muda yang besar (jelang bonus demografi 2025), negeri maritim terbesar dst. Ditambah tahun ini menurut Bank Dunia Indonesia sudah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia dengan share 2,3  hal tersebut berdasar pada Gross Domestic Bruto ( GDP ) dan purchasing power  imparity (tingkat daya beli), bandingkan dengan tahun 2013 lalu Indonesia di peringkat 16 dunia. Sekarang tinggal yang nyetir negara tetap seperti masa lalu atau ingin maju karena segalanya sudah tersedia dan hanya butuh niat dan orang yang bener kelola negara, sedikit banyak itu ada pada sosok Jokowi.

Meskipun dalam perjalanannya terkesan ada dramatisasi menjelang pelantikan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014 – 2019, prosesinya akan tetap lancar-lancar saja akan tetapi yang terpenting sesungguhnya bukanlah prosesi pelantikannya melainkan masuknya aktor formal pemerintahan ke gelanggang politik kenegaraan serta perubahan yang bagaimana dan seperti apakah yang akan ditunjukkan oleh pemerintahan yang baru ini.

Selain itu Pemerintahan Jokowi juga akan segera disambut oleh realitas politik parlemen yang didominasi Koalisi Pendukung Prabowo (KPP) sebagai kelompok penyeimbang. Banyak yang terkejut terhadapa realitas politik KPP yang ternyata berhasil menguasai kepemimpinan parlemen itu. Sebab merujuk pengalaman, eksperimen penyeimbang biasanya mudah layu sebelum berkembang.

Akibat penguasaan kepemimpinan parlemen oleh KPP, banyak yang khawatir pemerintahan Jokowi tidak akan efektif. KPP dipandang seperti monster bagi rencana kebijakan pemerintah, bahkan dikhawatirkan dapat berujung ke pemakzulan presiden. Hal tersebut menunjukkan bahwa politik telah dilihat secara berlebihan yang secara tidak langsung mengakibatkan kekuatan presidensial Jokowi seolah divonis lemah padahal praktek komunikasi politik saja belum terjadi.

Politik ketatanegaraan kita jelas presidensial. Presiden adalah kepala pemerintahan sekaligus kepala negara yang dipilih setiap lima tahun sekali dan memiliki kewenangan penting sebagaimana diatur dalam konstitusi. Presiden adalah pusat dari kekuatan pemerintah, tapi disisi lain DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden.

Pengerucutan politik di parlemen ke KPP sesungguhnya berdampak baik terhadap praktek presidensial. Sedangkan pakar berpendapat bahwa sistem presidensial cenderung kompatibel dengan sistem kepartaian yang sederhana. Jumlah partai boleh banyak. Tapi idealnya pengelompokannya memang hanya dua. Dengan demikian Jokowi memiliki peluang besar mengelola potensi konflik politik pemerintah dengan parlemen. Bernegosiasi dengan satu koalisi yang jelas diasumsikan lebih mudah daripada berurusan dengan kekuatan-kekuatan yang terpencar.

Jokowi dihadapkan pada potensi sumber daya  presidensial yang dapat dioptimalkan. Andalannya, terutama kekuatan jajaran kabinet. Jokowi bisa seperti pelatih dalam sepakbola yang menentukan strategi menghadapi lawan, oleh karena itu Jokowi sendirilah yang akan menentukan kekuatan presidensialnya.

Seperti hal yang pernah diungkapkan Presiden terpilih Jokowi "Kemenangan rakyat ini akan melapangkan jalan untuk mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara kebudayaan," (Pidato Kemenangan Jokowi-JK). Semoga hal itu tidak hanya sekedar janji politis belaka, semoga pemerintahan Jokowi dapat mewujudkan harapan mulia tersebut dan membawa Indonesia menjadi Negara yang lebih baik, berdaulat dan lebih maju. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun