Kamu seorang istri yang bekerja sebagai karyawati bagian administrasi di sebuah perusahaan bilangan Jakarta Selatan. Seperti banyak pekerja yang bermukim di kota-kota pinggiran Jakarta, pagi dan petangmu kau habiskan di perjalanan.Â
Terhimpit di antara pepaknya penumpang kereta listrik dan berjejal dalam angkutan kota jadi kebiasaan yang tak pernah regang dalam keseharianmu. Gaji bulananmu Rp4.200.000 habis untuk ongkos transportasi, makan siang, dan membantu suami melunasi cicilan KPR.
Terkadang dalam perjalanan pergi dan pulang pikiranmu menerawang dalam perasaan bersalah terhadap suami: "Sampai kapan akun akan menjalani rutinitas ini?"Â
Tapi, saban kali niat keluar dari zona nyaman itu membulat, seketika itu juga tekadmu litak. Bermacam pembenaran kamu cari untuk terus bertahan.Â
Kamu coba menghibur diri dari gajimu yang sudah dua tahun tak naik dengan fakta bahwa menurut Organisasi Buruh International (ILO), pekerja perempuan Indonesia memang mendapat gaji 23% lebih rendah dibandingkan laki-laki. Nyalimu meninggalkan pekerjaan makin ciut saban mengingat streotipe bahwa perempuan tak bekerja identik dengan kemalasan meski sebenarnya suami tak pernah mempersoalkan. Hingga akhirnya kamu berkesimpulan keluar dari pekerjaan belum tentu menyelesaikan persoalan.
Bertahun-tahun bimbang menggelayuti pikiran dan perasaanmu sampai akhirnya pandemi menyapu Indonesia. Sejak kasus COVID-19 pertama diumumkan awal Maret 2020, kamu mengira semua akan berjalan biasa saja. Tapi kamu keliru. Pandemi yang memburuk turut membuat kebiasaan jadi tak karuan.Â
16 Mei 2020 Presiden Jokowi mengumumkan pemberlakuan kebiasaan baru (new normal). Salah satu dampaknya, pemerintah mulai mewajibkan pekerja sektor nonesensial bekerja dari rumah (work from home). Sebuah kebiasaan baru yang bagi banyak orang (tak cuma pekerja) membutuhkan waktu untuk penyesuaian.
Kewajiban bekerja dari rumah ini mestinya menjadi kabar baik bagimu. Sebab sebagai perempuan ini berarti kamu bisa menghemat tenaga, waktu, biaya, dan tentu saja punya lebih banyak waktu untuk  suamimu.
Pandemi Bulatkan Tekadmu Merintis Bisnis UMKM
Tapi perkaranya menjadi berbeda saat atasan kantormu bilang bahwa lingkup pekerjaanmu sebagai administrator keuangan masuk sektor esensial. Artinya angan-anganmu bekerja dari rumah mesti kau pendam. Seakan belum cukup, demi efisiensi, perusahaan juga mengumumkan pemotongan gaji hingga 20% bagi setiap karyawan. Namun yang paling buruk adalah fakta bahwa angkutan umum menjadi salah satu klaster penularan COVID-19 di Jakarta. Kamu bisa berkompromi soal lelahnya menjadi karyawati, kau bisa bertoleransi soal gaji, tapi soal corona ini urusannya adalah keselamatan nyawamu dan keluargamu. Kamu mantab berhenti dari pekerjaan.