Mohon tunggu...
Jay Akbar
Jay Akbar Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro Semarang. Saat ini bekerja sebagai wartawan di salah satu media nasional. Meminati kajian sejarah, budaya, dan militer. @wijayakbar http://jayakbar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Roti untuk Bung Karno

8 Oktober 2013   01:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:51 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Biar dia buka sendiri. Kamu kultus!" Hardiknya.

Cerita lain terjadi ketika Bung Karno membesuk sakitnya mantan Komandan Resimen II Polisi Militer Kolonel CPM (Purn) Sunario di Gadog, Ciawi, Bogor. Suwarto mengatakan, Bung Karno sempat bertanya kepada Sunario  perihal sikap rakyat yang menghindar dan merasa takut ketika ingin berdekatan atau didekatinya.

“Kemarin Bung Karno mampir ke sini dalam perjalanan dari Cimacan. Bung Karno menceritakan, ketika ia singgah di rumah perkebunan rakyat di tempat sekitar situ, semua menutup pintu dan menjauhi Bung Karno. Mereka ketakutan. Bung Karno heran dan menanyakan kenapa hal ini bisa terjadi?" kata Suwarto seperti diceritakan Sunario.

Mendengar pertanyaan Bung Karno, Sunario menyarankan agar tidak menemui rakyat dahulu. Menurutnya rakyat enggan berdekatan dengan Bung Karno karena takut ditangkap aparat militer. Sunario mencontohkan sesudah Bung Karno menikmati sate di bilangan Ciawi, pada pagi harinya si pejual sate ditangkap petugas Komando Distrik Militer (Kodim).
“Terimakasih atas nasihatmu,” kata Bung Karno kepada Sunario.

Pengalaman berikutnya datang dari anggota DKP Ajun Inspektur Polisi Tingkat I (AIP I), Sogol Djauhari. Ketika itu Agustus 1967, Sogol diperintah Komandan DKP, Mangil Martowidjojo menyampaikan surat Jendral Soeharto kepada Bung Karno. Surat itu berisi perintah agar Bung Karno segera meninggalkan Istana Merdeka sebelum hari kemerdekaan 17 Agustus 1967. Sogol langsung langsung berangkat menuju Istana Bogor tempat Bung Karno tinggal.

Sesampainya di Istana Bogor Sogol langsung menuju paviliun yang ditinggali Hartini. Dia meminta Hartini menyampaikan surat Soeharto. Membaca surat Soeharto Bung Karno langsung memerintahkan agar anak-anaknya tidak dibawa ke guesthouse yang sudah disediakan. Bung Karno ingin anak-anaknya dibawa ke rumah ibunya (Fatmawati) di Kebayoran Baru.

Sogol mengenang Bung Karno menekankan kepadanya agar anak-anak tidak membawa barang-barang yang ada di Istana Merdeka. “Semua anak-anak kalau meninggalkan Istana tidak boleh membawa apa-apa kecuali:  buku-buku pelajaran, perhiasan sendiri, dan pakaian sendiri. Barang-barang lain seperti radio, televisi dan lain-lain tidak boleh dibawa,” kata Bung Karno kepada Sogol.

Hari itu juga Sogol langsung menuju Istana Merdeka. Di sana ternyata  sudah ada anak buah Soeharto Letnan Kolonel Soedharmono dan lima stafnya. Secara kebetulan saat itu anak-anak Bung Karno dan para pengasuhnya juga sedang berkumpul di Istana Merdeka. Sogol pun meyampaikan pesan Bung Karno. Mendengar penjelasan Sogol, Guntur Soekarno Putera yang sudah menggulung antena televisi langsung kecewa. Tak ayal kejadian ini membuat mereka yang ada di Istana Merdeka terharu.

“Yang hadir pada saat itu semua mengeluarkan sapu tangan dan menyapu air mata karena menangis. Termasuk Sudharmono juga menyapukan sapu tangan ke matanya. Mungkin karena ikut menangis atau matanya kelilipan, tidak jelas,” ujar Sogol.

Lantas bagaimana Bung Karno meninggalkan istana? Sogol menceritakan Bung Karno pergi meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967. Ketika itu Bung Karno hanya memakai celana piyama warna krem, kaos oblong cap cabe, dan sandal cap bata yang sudah usang. Sogol memastikann tidak ada benda-benda logam mulia Istana seperti emas murni balokan, perhiasan emas, uang asing dan cek yang dibawa Bung Karno.

“Baju piyamanya disampirkan dipundak. Memakai sandal cap bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas Koran yang digulung agak besar isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih,” Sogol mengenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun