Mohon tunggu...
Jay Akbar
Jay Akbar Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro Semarang. Saat ini bekerja sebagai wartawan di salah satu media nasional. Meminati kajian sejarah, budaya, dan militer. @wijayakbar http://jayakbar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dekrit Misterius Letkol. Untung

7 Oktober 2013   18:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:52 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jum’at 1 Oktober 1965 Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta menyiarkan dua berita penting. Berita pertama disiarkan sekitar pukul 07.00 WIB. Isinya informasi telah terjadi gerakan militer di lingkungan Angkatan Darat yang dinamakan “Gerakan 30 September” (G30S). Siaran itu menjelaskan G30S dikepalai Letnan Kolonel Untung yang menjabat Komandan Batalyon Cakrabirawa, pasukan pengawal pribadi Presiden Sukarno.

Sasaran G30S sendiri adalah menangkap jendral-jendral yang tergabung dalam Dewan Jendral. Kelompok G30S menggambarkan Dewan Jendral sebagai gerakan subversif yang disponsori CIA dan berkeinginan mengambil alih kekuasaan Sukarno. Selain itu, Dewan Jendral juga digambarkan senang hidup bermewah-mewah dan tidak pernah memikirkan nasib anak buah. Letkol Untung pribadi menganggap gerakan ini adalah satu keharusan baginya sebagai warga Carabirawa yang berkewajiban melindungi keselamatan Presiden dan Republik Indonesia.

Siaran kedua sekitar pukul 13.00 WIB. Siang itu kelompok G30S memberitakan “Dekrit No. 1” tentang “Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia” dan “Keputusan No.1” tentang “Susunan Dewan Revolusi Indonesia”. Dalam siaran ini diumumkan komposisi personil G30S yang terdiri dari Letnan Kolonel Untung sebagai komandan dan tiga wakil komandan yakni Brigjen Supardjo, Letnan Kolonel Udara Heru, Kolonel Laut Sunardi, dan Ajun Komisari Besar Polisi Anwas. Siaran menyatakan bahwa kekuasaan negara telah jatuh ke tangan Dewan Revolusi Indonesia dan status kabinet Dwikora bentukan Sukarno dinyatakan demisioner.

Sekarang setelah 48 tahun berselang dua siaran itu masih menjadi misteri besar bagi bangsa Indonesia. Banyak pihak mempertanyakan aktor intelektual dibalik pengumuman penting itu. Pertanyaan ini pada umumnya dilatarbelakangi dugaan bahwa Letkol. Untung hanya wayang yang digerakan oleh dalang yang sampai sekarang tidak diketahui siapa orangnya.

Kecurigaan Letkol. Untung bukan yang penyusun naskah pidato G30S didasarkan sejumlah alasan. Pertama sebagai seorang perwira militer yang lebih banyak menghabiskan waktu di medan tempur, sulit dipercaya Untung bisa membuat pidato yang demikian sistematis. “Dia prajurit lapangan, masa bisa menulis pidato canggih seperti itu padahal Untung tidak pengalaman politik,” kata pemerhati sejarah militer, Erwin Jose Rizal kepada saya.



“Dia tidak smart dalam politik. Dia prajurit bukan politikus,” kata mantan Wakil Komandan Cakrabirawa, Maulwi Saelan

Keganjilan juga terdapat dalam pengumuman kedua yang disampaikan Bagian Penerangan G30S Pukul 13.00 WIB. Pengumuman itu menyebut kelompok G30S telah membentuk Dewan Revolusi dan menyatakan Kabinet Dwikora berstatus demisioner. Ini artinya, Untung sebagai Komandan G30S telah menggulingkan kekuasaan Sukarno.

Di muka sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) Untung menolak apabila gerakannya disebut sebagai upaya menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno. Dia menegaskan gerakan G30S justru dimaksudkan untuk melindungi Sukarno dari upaya kudeta yang akan dilakukan Dewan Jenderal. “Sebagai seorang perwira Cakrabirawa saya tidak akan rela kalau Paduka Yang Mulia Presiden sampai digulingkan,” kata Untung dihadapan Mahmilub.

Mantan Menteri Koperasi dan Transmigrasi era Bung Karno, M. Achadi mengaku sempat bertemu Untung di dalam rumah tahanan Cimahi. Kepada Untung Achadi sempat menanyakan apakah Bung Karno mengetahui gerakan G30S. “Untung kamu, kamu kok mengadakan gerakan G30S itu, apa Bapak Presiden tahu? Apa atas perintah Bapak atau kamu sudah minta izin sama bapak?”

Dengan spontan Untung menjawab:



“Oh tidak. Bapak tidak tahu dan saya tidak minta izin sama Bapak. karena saya mau membikin dadakan akibat kegawatan di Jakarta waktu itu Dewan Jendral mau kup makanya saya serang duluan.”



“Kenapa kamu membikin pengumuman jam 13.00 pembentukan Dewan Revolusi yang bertentangan dengan pengumuman jam 07.00 pagi. Semula jam 07.00 kamu mengatakan telah berhasil menggagalkan rencana Dewan Jendral, tetapi jam 13.00 kamu kok membentuk Dewan Revolusi dan menyatakan kekuasaan tertinggi dan mendemisionerkan kabinet. Itu namanya kudeta!” kata Achadi.

“Wah saya itu saya tidak rahu persis. Dalam situasi yang genting itu saya tahu-tahu disodori oleh Biro politik disuruh tanda tangan pernyataan itu. Lalu saya teken saja,” jawab Untung.

Belakangan Achadi mengetahui yang dimaksud Untung dengan biro politik adalah biro khusus, sebuah organ di luar struktur PKI namun berada langsung di bawah Aidit. “Saya tidak tahu apakah biro politik dan biro khusus adalah badan yang sama. Tetapi kalau menurut Untung istilahnya biro politik,” ujar Achadi.

Maulwi Saelan mengatakan meskipun dalam pengumuman Bagian Penerangan G30S disebutkan bahwa aksi Letkol. Untung merupakan tindakan pribadi sebagai kewajiban Cakrabirawa melindungi keselamatan Presiden/ Panglima Tertinggi dan Republik Indonesia, namun gerakan itu sendiri dilakukannya dengan melanggar ketentuan SOP yang berlaku dalam kesatuan Cakrabirawa. “Gerakan dilancarkannya tanpa dilengkapi Surat Perintah Operasi dari Komandan Cakrabirawa, bahkan tanpa dikonsultasikan sama sekali,” kata Saelan.

Saelan menegaskan Komandan Cakrabirawa sama sekali tidak dilibatkan dalam gerakan G30S yang dikomandani Untung. Menurutnya, sebagaimana dalam pengumuman Bagian Penerangan G30S, gerakan Untung merupakan gerakan militer dalam lingkungan Angkatan Darat dan tidak mengatasnamakan Cakrabirawa sebagai kesatuannya. “Operasinya sendiri terjadi di luar area Resimen Cakrabirawa (Istana Negara) yang bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan presiden, sehingga bertentangan dengan ketentuan area mengenai wewenang dan tanggung jawab terhadap keselamatan kepada negara,” ujar Saelan.

Tulisan ini pernah dimuat di Republika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun