Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Humor

Mahasiswa Jadul : The Koplak Memories

2 Februari 2012   03:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:10 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1328021946303316245

Edisi narsis. Ah, jaman mahasiswa memang jaman manisnya hidup. Hidup hanyalah untuk hari itu. Masa depan emang gue pikirin. Sekalipun buat saya itu sudah berlalu hampir 35 tahun yang lalu, tapi karena disuruh gus Alex Enha untuk nulis jadul, ya sutralah. Terpaksa kenangan dibongkar lagi, meskipun sebagian kenangan saya sudah banyak yang dimakan tikus. Saya tidak cerita dimana saya kuliah, toh ya sekolah saya sekarang masih ada apa tidak, saya  tidak tahu. Saya cuma ingin sekadar berbagi, mengenangkan romantisnya  jaman mahasiswa doeloe ........ Kekurangan duit [caption id="attachment_158378" align="alignleft" width="265" caption="(pixabay.com)"][/caption] Kalaulah dalam Ilmu Kimia ada hukum Hess,  maka hukum Hesse buat mahasiswa adalah "Tidak ada mahasiswa yang tidak kekurangan duit".  Biar kaya, biar miskin, semuanya senasib. (Hesse, bhs Sunda, sulit!).   Kekurangan duit!. Apalagi ketika itu, jumlah mahasiswa kere jauh lebih banyak dari mahasiswa kaya.  Murahnya biaya pendidikan  ketika itu yang cuma setara 4 bungkus rokok Dji Sam Soe per semester, menjadikan banyak mahasiswa yang orang tuanya tidak mampu secara finansial masih tetap bisa bersekolah. Ups, biarpun kere, mahasiswa dulu gak pernah naik bis kota atau angkutan umum yah (gak lepel kaaan !). Bis Kota? Emang gak ada dikota kami ketika itu. ......weeeekkk. Angkutan Umum? Juga gak ada, yang ada ....................angkot. Berbagai cara dilakukan untuk mencukupi kebutuhan. Kala itu tidak perlu merasa rendah diri kalau tak mampu bayar kos dan harus tinggal di emperan masjid (Betul terjadi, bukan ngarang!). Menjadi guru, memberikan les privat, berdagang, ngamen, menjadi sopir angkot, dan lain-lain. Ada seorang teman, saking seriusnya mengurus bimbingan belajarnya, sampai sekolahnya harus dikorbankan. Banyak cara mensiasatinya, mulai yang canggih sampai yang primitif.  Berikut adalah 3 cara paling primitif yang biasanya kami lakukan kalau tanggalan sudah mulai berkepala dua...... Ngutang makan Jangan salah, gak gampang buat ngutang makan loh!. Disamping perlu 'network' luas, juga butuh penampilan yang "bayarable" . Kalau gak kenal baik, atau tampang model "ngemplangable", pasti susah ngutang.  Hlo, ngutang kok bangga? Ya iyalah, Pemerintah Indonesia saja bangga "dapat kepercayaan" boleh ngutang,  masa saya gak? Celakanya, disamping imut, eh salah.......amat, saya ini juga pelupa. Kalau sudah begitu, kalau sudah lewat tanggal dan  lupa bayar (jangan salah, ngutangnya dimana-mana!) dan mau ngutang lagi, pasti deh jadi masalah. Perlu sedikit pasang tampang takzim sambil sedikit meluangkan waktu untuk mendengarkan kata-kata mutiara Sang Dewa Pemberi Utangan.  Dalam kondisi penuh kontemplasi seperti itu adaaaa saja teman yang datang menyatakan simpati :  "Hlo, belum dibayar ya? Rasanya kan utang di warung sebelah itu sudah dilunasi kan? Sepertinya yang di sana jauh lebih besar kan utangnya? Kan lebih sering makan di sana?".  Bubar jalan dah, kondisi benar-benar menjadi chaos....... Hebatnya, daya penciuman para Dewa (atau Dewi) ini luar biasa tajam,  seperti anjing ras German Shepperd ketika mendeteksi narkoba. Dari jauh dia sudah mampu mencium kalau kantong kita sedang penuh. Gak biasanya dia bilang: "Ada ayam goreng anget nih, den (ciaileeee, gak biasanya dipanggil "den"!)".  Lantas buntutnya rada nyes dihati  "Bayar lunas semuanya nih, den?".  Padahal biasanya :  "Telornya udah  setengah nih,  masa dipotong lagi jadi dua?"  (Bayangin, telor bumbu bali yang dijual separuh itu, masih minta dipotong 2).  Ngomongnya kenceng lagi, seluruh pengunjung warung pasti denger.  Muka ditaruh dimana? Ya tetap di tempatnya laaah, memang yang ngutang cuma si Amat ini doang apa? Benar, ketika itu bukan hal aneh kalau pesen kopi setengah, airnya satu (Kopi Repelita).  Atau sayur setengah kuahnya satu (Berenang di laut Derita), atau ......Ayam Opor Keadilan (Sosial bagi Seluruh Kucing Indonesia) yang merujuk pada pesan ayam opor tulangnya saja (pasti masih ada daging yang nempel di tulang itu kan? Saingan ama kucing!)..... Berdagang Ini juga cara primitif lain kalau sedang kepepet perlu dana segar, misalnya buat traktir nonton (Siapa yang ditraktir nonton? Halah gak usah nanya!). Cara ini juga menuntut juga banyak kenalan investor (maksudnya pedagang yang sudi memberi utangan) dan konsumen aktif (maksudnya pembeli setia yang selalu bayar tunai). Caranya? Jual celana ke loakan? Ah gak lepel...... Ngutang gula (yang paling cepat laku) di pasar. Kalau beli tunai sekilonya Rp. 1.000,- (misalnya), karena belinya ngutang harganya jadi Rp.1.100/kg. Lalu dijual ke asrama atau tempat kos khusus putri. Cepet laku, dijamin. Gimana gak cepet laku? Jualnya paling Rp. 800/kg. Rugi Rp. 300/kg gak masalah, yg penting dapat "bridging money",  sehat segar buat nonton tar malam. Jangan pernah menjual ke asrama putra atau ke temen-temen kita yak, bakal diutang juga, percuma, makan hati....!! Yang seru kalau ditengah kita sibuk berdagang itu, si tahes-komes (bahasa Ngalam) yang jadi sasaran itu tiba-tiba nongol dan menangkap basah kita sedang menjual rugi...... Kalaulah dia cerdas,  malamnya, ketika roman-romanan, dia pasti nanya (kasihan mungkin) : "Modal yang tadi siang, gak kepake kan?".  Gimana jawabnya, cobaaaa? Mencari gizi. Ingin makan enak yang lain dari biasanya, tapi gratis? Gampang, ajak teman, perlu modal batik sepatu item (pinjeman juga boleh), beli buku tulis tebel dan dibungkus kertas kado  (Sekarang sih jauh lebih sederhana, cuma modal amplop doang) dan berkelilinglah kita mencari tempat resepsi orang menikah. Esh,  ada lagi modal yang harus punya....... mental nekad dan muka beton....... Dalam acara seperti itu Pihak Pengantin Perempuan yang gak mengenal kita pasti berpikir  "Oh, ini relasi besan saya"  Demikian juga Pihak Pengantin Pria. Jadi makanlah semampu perut menampung. Jangan ragu dan jangan kuatir ketangkep KPK.... Bermacam tempat resepsi sudah kami coba, mulai dari yang dirumah di dalam gang sempit sampai gedung pertemuan dan restoran mewah. Paling seneng kalau ada sodara kita etnis Tionghoa menyelenggarakan pesta pernikahan, di restoran mewah..... Wuuuuiiiih, meskipun bukan prasmanan, tapi macam makanannya banyak dan gak berenti-berenti!. Modalnya sama. Sepatu hitam dan baju batik dan mental nekad dan muka beton...... Yang seru kalau di tengah acara itu kita bertemu temen sesama Komunitas PPG (Para Pencari Gratisan). Jadi dah kita ngobrol kenceng ditengah pesta.  Seru! Rame! Gak ada malunya!. Kegiatan ini baru berhenti ketika saya mengajak teman yang tidak pernah punya kegiatan memalukan seperti ini. (Harus mengajak teman kan? Gak lucu datang ke resepsi sendirian saja). Teman yang lugu ini (lucu dan gu.....oblok) sempat-sempatnya nanya: "Yang kawin siapa sih ini?" Ternyata, ketika kami pulang dan berpamitan,  seorang yang berseragam di belakang kami, dengan ramah bilang: " Kok terburu-buru? Sudah kenyang? Apa gak perlu membungkus nih? Jangan malu-malu ah.  Saya dulu ketika mahasiswa juga begitu.....!" Malunya itu, alamaaaaaaak! Kapok dah! Yang benar-benar memalukan. Biarpun bermuka lembut begini (artikan sebaliknya!), saya ogah kalau mengajak makan seorang teman yang dijuluki "Darmaraya". Darmaji masih mending, paling tidak masih ngaku, biar cuma satu. Yang ini? (Darmaraya = Dahar lima ora bayar!). * Original Sound Track : KoplakYo Band Quotes : DjadoelYo Band

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun