Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Humor Itu Serius?

26 Januari 2012   02:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_166328" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Humor,  identik dengan segala sesuatu yang bikin tertawa. Buat sebagian besar orang, humor terkesan main-main dan tidak serius. Tidak ada pejabat publik yang membungkus pernyataan dan pidatonya dengan humor. Takut dikira main-main. Mengumumkan “penyesuaian” harga BBM, misalnya, pasti yang mengumumkan tampangnya selalu berkerut, serius. Pernyataan para wakil rakyat tentang ke-tak terlibatan-nya dengan kasus korupsi, selalu tanpa senyum. Padahal sesungguhnya mereka lucunya bukan main.

Jadi, humor memang main-main dan jidat berkerut itu serius.  Yang serius itu gak ngakak dan yang ngakak itu tidak serius...........Apa betul demikian?

[caption id="attachment_156783" align="aligncenter" width="491" caption="Alfred E. Neuman - MAD (laughingsquid.com)"]

13271367691005446766
13271367691005446766
[/caption] Kalau humor itu main-main, bagaimana caranya mengelola majalah humor seperti MAD (maaf, buat teman-teman Kompasianer yang alergi dengan segala sesuatu yang berbau Amerika Serikat, majalah sukses ini memang terbit di sana) mampu bertahan sejak terbit pertama November 1952 sampai sekarang? Majalah bulanan ini pul humor, penuh parodi dan satir. Tirasnya pun tidak kecil, sekitar 2 juta kopi sekali terbit dan …..tanpa iklan! (sampai 2001). Main-mainkah ini? Bayangin, tanpa iklan sob! Majalah Play Boy saja penuh iklan, kan?. (Ada yang ngaku belum pernah liat majalah Play Boy?).

MAD bahkan punya tokoh ikon,  seorang bertampang bocah yang alisnya tak sejajar, punya kuping lebar, hidung bertotol-totol, yang selalu meringis menunjukkan giginya yang gak rapat. Alfred Edsel Neuman. Si Alfred ini selalu tampil di setiap penerbitan MAD, biasanya memerankan tokoh yang diparodikan. Barang-barang merchandise si Alfred ini juga cukup laris dijual.

Halaaah kok jadi ngomongin MAD….

Jadi humor itu serius?

Setidaknya demikianlah kata Arwah Setiawan, tokoh humor Nasional. Semasa hidupnya beliau gencar mem-populerkan humor. Mulai sejak dari rubrik humor di majalah Stop (70an), Astaga! (80an) sampai Humor (90an). Bermacam acara berbasis humor diadakan, dari lomba lawak sampai festival musik humor diselenggarakannya. Perkara kemudian majalah humornya itu tak bertahan lama, itu soal lain. Semakin lama majalah-majalah itu semakin kekurangan ide. Humornya semakin garing sehingga tirasnya terus menurun. Hal itulah yang selalu dikeluhkannya.

Indonesia amat kekurangan penulis humor (gag writers)!.

Hal sering juga dikeluhkan komedian sekualitas Warkop DKI, karena sesungguhnya tidak banyak komedian yang mampu membuat skenario cerita humornya sendiri.

Sulitkah menulis humor?

Tentu saja tidak. Setiap orang yang melek huruf pasti bisa menuliskan Ha U eM O eR…..iya toh, bener toh, ngelawak toh? Eh, gak begitu ding,….. menulis humor mudah, seperti juga menulis karangan yang lain, bener kok, sumprit!.  Masalahnya cuma satu…..yang baca itu tertawa tidak? Menyentil (gak perlu digedor yak!) saraf ketawa orang itu yang (mungkin) bukan soal mudah (minimal buat saya!).

Apalagi tulisan humor agak berbeda sifat dengan tulisan ber-genre features yang tidak akan pernah jadi basi, atau tulisan berisi berita, yang meskipun segera akan menjadi basi, tapi detilnya tetap bisa dibaca dan ditulis ulang.

Tulisan humor sifatnya seperti tulisan atau cerita misteri.  Akan kehilangan unsur kejutannya apabila sudah 2 kali dibaca. Saraf  ketawa yang baca sudah kebal. Apalagi bila ditulis ulang, atau di ambil sebagian oleh orang lain, pembacanya pasti ingat. Humor itu sudah jadi garing (bukan lagi basi).

Penulis humor (yang baik) mampu membuat tikungan dan kejutan yang bervariasi di setiap tulisannya.sehingga sumber kelucuan itu yang tampil di akhir cerita, tidak tertebak….  (Ayam liat pager misalnya ….eh, ngiklan!).

Bagaimana dengan kanal Humor di Kompasiana? Naaah ini yang subyektif…..

Meskipun ada tulisan di kanal Humor yang menjadi HL, tapi tidak banyak dibanding banyaknya aliran tulisan yang masuk. Tapi, standar penilaian di kanal humor ini agaknya tidak berbeda dengan di kanal berita misalnya. Tulisan Humor yang jadi HL, menurut saya lebih berat menyandang pesan informasi, daripada sebuah humor yang bikin ngakak.

Jadi tulisan dikanal Humor di Kompasiana tidak bermutu, begitu?

Siapa bilang?. Justru tulisan teman-teman Kompasianer banyak yang bikin ngakak, parodi teman-teman dari Planet Kenthir itu misalnya sungguh bikin senyum (asem). Tapi semua luput dari HL..Ketika mas Bain “Onthel” Saptaman sang spesialis parodi itu tidak sedang menulis parodi, justru menjadi HL. Banyak lagi tulisan pul ngakak yang lewat dari HL.  Mungkin memang selera admin yang berbeda dengan saya dalam memandang sebuah tulisan humor.  Sudahlah, kerjaan admin kan memang banyak, gak usah berisik ah!…...

Sekalipun  tokoh komedian sukses yang sekaligus sebagai penulis humor di Indonesia ini sangat langka, namun kita mengenal sosok Kang Ibing (Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata, 1946-2010). Selain melawak di panggung bersama grupnya d’Kabayan, jebolan Sastra Rusia Universitas Pajajaran ini juga aktif sebagai penyiar (Radio Mara-Bandung) dan menulis rubrik humor di harian Pikiran Rakyat (Bandung). Tentu saja semuanya dalam balutan humor yang apik dan cerdas. Sayangnya humor kang Ibing jauh lebih lucu apabila disampaikan (atau ditulis) dalam bahasa Sunda daripada dalam bahasa Indonesia.

Misalnya seperti ini:

T: Kunaon Persib elehan wae? (Napa Persib kalah mulu?) J: Kumargi teu aya nu daek eleh ka Persib (Sebab gak ada yang mau kalah sama Persib)

T: Saurna teh Mr Arcan galak nya? (Katanya Mr. Arcan = pelatih Persib dulu, galak ya?) J: Keun weh Mr. Arcan galak oge, da saur pribahasa ge sagalak-galakna pelatih moal aya nu ngadahar sapatu, eh pemain (Ah, biarin saja Mr. Arcan galak juga. Toh kata peribahasa, segalak-galaknya pelatih gak ada yang makan sepatu, eh, pemain).

Bandingkan humor ini dengan humor cerdas dalam rubrik Snappy Answers to Stupid Questions yang digawangi oleh Al Jaffe di majalah MAD,  misalnya seperti ini,

Q: Did you catch that fish? A: No, I talked him into giving himself up. A: No, I was sitting here minding my own business when the crazy thing jumped into my pail. A: No, it's a plastic model, to get people like you to start fascinating conversations.

(Maaf yang ini tidak diterjemahkan,.....gak bisa! Sumprit deh!)

Mari menulis Humor!  Menghibur orang lain itu menyenangkan bukan? Backsound : KoplakYo Band

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun