Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Doa Sapu Jagat di Ujung Ramadhan

21 Juli 2014   12:00 Diperbarui: 11 Februari 2016   18:02 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13591674522056063645

Matahari sudah melewati puncak kulminasinya pada kemarau di ujung Ramadhan itu. Tapi di dalam bus yang kutumpangi ini panas masih memanggang fisik.  Sudah lebih dari sejam bus diam di tempat, di terminal Leuwipanjang ini. Kuhitung bangku kosong tersisa tinggal sedikit saja, tapi sang sopir masih ogah berangkat.

Duduk di sebelahku, laki-laki setengah baya yang juga duduk bersebelahan dalam bus yang kutumpangi sebelumnya dari Pangalengan. Dia  masih saja mengajak ngobrol, masih bercerita bahwa dirinya baru saja membeli sayur  dari Pangalengan yang akan dijualnya ke Pasar Bogor.  Meskipun aku mendengarnya setengah hati, tapi cerita itu diulangnya berkali-kali.  Gak ada bosannya.........

Aku luar biasa lelah.  Lahir bathin.

Sejak bada taraweh semalam aku berangkat dari rumah yg kutempati saat ini,  menuju Pangalengan.  Ke rumah Uday, yang dulu kuanggap teman terbaik.  Satu-satunya pilihan masuk akal untuk perjalanan dengan kondisi kantongku saat ini adalah dengan  bus ekonomi yang berangkat dari Bogor ke Bandung.  Tiba di Leuwipanjang,  adzan subuh masih jauh.  Usai menunaikan sahur, meski samasekali tak bisa kunikmati, angkutan umum resmi ke Pangalengan belum juga beroperasi.  Terpaksalah aku naik omprengan menuju Soreang. Usai shalat subuh naik kendaraan ke Banjaran sebelum pindah omprengan lagi ke Pangalengan.

Sampai ke tujuan, biarpun matahari baru saja keluar dari peraduannya, Uday sudah tidak di rumah.  Mungkin disengajanya untuk menghindar dariku,  entahlah.  Isterinya tidak tahu menahu tentang penyertaan modal dariku dan janji suaminya 2 hari yang lalu untuk mengembalikan uangku. Paling tidak sebagian dulu........

Ketika masih berkemampuan, tidak masalah buatku untuk membantunya. Uday ingin mengembangkan bisnis pertaniannya dan menawarkan kerjasama penyertaan modal. Membantu teman dan diversifikasi usaha, demikian pikirku dulu. Tapi janjinya untuk memberikan bagian keuntungan, atau minimal memberi laporan tentang kondisi bisnisnya, tak pernah dilakukannya.

Lamunanku terganggu ketika ada peminta sumbangan berbicara melalui sound system yang tersandang di bahunya, berdakwah menggunakan ayat-ayat suci Al Qur'an. Diantara kegundahan dan kekusutan pikiranku, sempat kutangkap lantunan Surah Al-Baqarah ayat 201, yang juga kukenal sebagai Doa Sapu Jagat. "Rabbanaa aaatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaban naar.....", demikian ucapnya. [caption id="attachment_222907" align="aligncenter" width="300" caption="gambar dipinjem dari mualaf.com"][/caption]

Aku mengeluh pelan,.... orang ini berdoa buat siapa? Dirinya sendirikah? Atau buat jemaah pendengar yang tak peduli?

Sebenarnya aku tidaklah semiskin seperti yang kurasakan.  Aku memang merugi. Rugi besar. Tapi bukan itu sesungguhnya yang membuatku terpuruk seperti ini. Kalau saja tagihanku yang lain dibayar. Sebagian saja. Tapi sebagian pengutang memang juga sedang dilanda badai, dan sebagian lain memang tidak punya itikad untuk membayar.....

Hari ini adalah titik nadir semua kesulitan yang menimpaku. Menjelang lebaran, dan kewajiban yang harus kutunaikan kepada semua karyawanku serta anak-anakku yang perlu merayakan keriangan Lebaran.  Dan yang paling membuat stres........besok, pagi-pagi, para penagih hutang akan datang ke rumah. Kalau saja aku tak mampu menepati janjiku, mereka bakal mengobrak-abrik seisi rumah kontrakanku.

Semuanya berujung pada satu hal. Uang tunai. Yang justru tak kupunya hari ini.  Jadi aku harus mendapatkannya. Harus!.............

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun