Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jek dan Keberingasan Kita

4 Agustus 2011   03:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Jaka, atau begitulah menurut pengakuannya. Tidak ada yang tahu dari mana dia datang atau di mana rumahnya. Begitu saja dia nongol di masjid kami. Usianya kira-kira berkisar 20-25 tahunan. Imbecil, bicaranya cedal dan acap tidak nyambung. Kami memanggilnya Jek saja, dan dia tidak protes. Kalau hari-hari biasa, jarang dia kelihatan di masjid, entah kemana perginya. Keluarganya juga tak pernah mencari.

Ramadhan adalah bulan berkah dan hampir setiap hari Jek aktif di Masjid. Meskipun kami sepakat tiada kewajiban baginya untuk berpuasa, tapi dia selalu sahur dan berbuka bersama di Masjid. Tidak ada pikiran jelek kami bahwa dia hadir di saat Ramadhan hanya berharap ta'jil, karena dia bisa saja nongkrong di masjid yang lebih besar dan lebih nikmat ta'jilnya. Tapi dia betah, dan kamipun menerimanya dengan baik, seperti juga kami menerima baik para musafir yang lain.

Sulit sekali memberinya tanggungjawab atas sesuatu. Disuruh menyapu masjid, dia tidur. Pagi disuruh beli rokok, baliknya sore. Rokok gak dapat dan duitnya raib.Pemahamannya akan nilai uang juga parah sekali. Dia samasekali tidak tahu bedanya uang seribu atau seratusribu. Tapi yaaaaaaah, begitulah dia, dan kami malah menertawakan yang menyuruhnya beli rokok itu.

Suatu pagi menjelang akhir ramadhan, dia nongol di depan rumah saya, ingin pinjam uang sepuluh ribu untuk membelikan baju baru adiknya. Saya tertawa dalam hati, sepuluh ribu dapat baju seperti apa? Saya janjikan saja dan menyuruhnya nunggu di masjid. Baju akan saya belikan nanti. Berhari-hari saya melupakan janji saya, dia juga tidak menagihnya.

3 hari menjelang Lebaran, seorang Pengurus Masjid menghubungi nomer Telkomsel saya dan memberitahu kalau Jek ada di Kantor Polisi, sudah tak bernyawa dikeroyok massa, karena dituduh mencuri motor.

Astagfirullah, Jek mencuri? Kami tidak percaya. Tapi itulah yang terjadi dan Polisi tidak mampu menghentikan massa yang beringas menghakiminya. Tidak ada yang bisa kami lakukan, kecuali menyelenggarakan pemakamannya, karena tidak ada keluarganya yang datang mengambilnya.

Saya menyesal bukan main mengingat janji saya yang tidak tertunaikan itu.

Sudah 3 ramadhan berlalu sejak kepergian Jek. Semoga Allah mengampuni dosa para pengadil yang menghakiminya, karena nafsu dan ketidak tahuan mereka. Dan semoga Jek lebih berbahagia di surgaNya dibanding derita hidupnya di dunia yang beringas ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun