Mohon tunggu...
Wijaya Wijaya
Wijaya Wijaya Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang PNS aktif yang sedang bertugas di luar pulau Jawa yang banyak mendapat pengalaman unik berbagai kebiasaan dan budaya masyarakat lokal selama bertugas di tempat kerja.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Berkah Itu Pasti Ada

27 Juni 2015   16:06 Diperbarui: 27 Juni 2015   16:24 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERKAH ITU PASTI ADA

Ponsel berdering sekitar pukul 10 malam dikala saya sedang bersantai di ruang tengah sambil nonton televisi, saya lihat pada layar ponsel nomor ponsel kepala kantor tempat saya bekerja menelepon. Segera saya angkat karena tidak biasanya beliau telepon saya pada malam hari. “Halo mas…selamat mas ya, promosi jadi kasi neh”, ucapnya. Saya hanya tertawa karena menganggap beliau bergurau, “Masa sih pak, kan masih ada yang lebih senior dari saya”, jawab saya. “ Eh, bener nih SK-nya sudah keluar” jawab beliau meyakinkan ke saya sambil menyebut tempat dimana saya di tempatkan sebagai pejabat eselon IV.

Gubrakk…, saya ditempatkan di sebuah kota kecil di Nusa Tenggara Timur yang kala itu saya tidak tahu di mana dan di sebelah mana serta di pulau apa. Seketika itu saya mencoba mencari atlas milik anak saya untuk melihat kota tempat dimana saya di tempatkan yang ternyata adalah di sebuah kota di pulau Flores yang bernama Kabupaten Ende. Sambil meneliti secara detil gambar peta pada atlas, saya hiraukan telepon berdering tanda telepon masuk, Whatsapp dan BBM yang saya yakini paling berasal dari teman-teman yang akan memberikan selamat. Saya melihat dalam peta letak kota Ende hampir di ujung pulau Flores, sedang saya tinggal di Malang, Jawa Timur sehingga saya membayangkan jika berangkat menuju kesana nanti saya akan melalui beberapa pulau melewati pulau Bali, pulau Lombok, pulau Sumbawa, pulau Sumba, wihh…ngeri.

Keluarnya SK mutasi sebagai momen yang mendebarkan bagi kalangan setingkat pejabat eselon IV dan pasti selalu akan menimbulkan komentar, opini, keluhan, kegembiraan, kesedihan bahkan kemarahan bagi beberapa pegawai. Wajar lah karena memang mutasi merupakan peristiwa yang dapat mengubah kondisi secara pribadi maupun keluarga baik secara psikologis maupun materi, karena mutasi dianggap punya andil membongkar kenyamanan yang sudah terjalin begitu indah bagi mereka yang di tempatkan dan bekerja dalam kota dekat rumah tinggal (homebase) atau sebaliknya menimbulkan kegembiraan bagi mereka yang pindah dan dikembalikan ke homebase. Istilah populer “mantab” atau “makan tabungan” bagi mereka yang di tempatkan pada kantor di luar pulau Jawa sudah pasti akan disandang karena gaji dan tunjangan akan tidak cukup untuk menopang kebutuhan dua dapur dan beli tiket pesawat pulang-pergi yang cukup mahal yang tidak pernah dirasakan oleh mereka ditempatkan yang di homebase. Tapi itulah takdir jadi pegawai, “Tidak ada yang pasti bagi pegawai selain kematian dan mutasi ” barangkali ini kalimat yang cocok bagi pegawai eselon IV dengan sedikit memplesetkan kata-kata yang sering dipakai  dari Benjamin Franklin, “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes”.

Ketika istri mendengar saya ditugaskan di pulau Flores, dia hanya terdiam mungkin sedang berkecamuk dalam pikirannya yang pasti akan ada yang hilang di rumah ini, kebersamaan yang selama ini ada akan hilang seperti bagi-bagi tugas mengurus anak terutama ketika pagi akan berangkat sekolah, menyiapkan sarapan anak, antar jemput anak, mendampingi anak belajar, les, mengaji, ajak anak sholat jamaah magrib di masjid dsb, apalagi anak kedua perempuan saya yang masih balita yang kalau akan tidur malam selalu minta ditemani dan dibacakan buku cerita dan tidak akan tidur kalau saya belum pulang. Dia belum tahu kalau ayahnya yang selalu pulang tiap hari akan pulang entah berapa minggu sekali, sebulan atau lebih dan suatu yang pasti menjadi beban istri adalah tugas saya yang selama ini akan berpindah ke istri, berat memang tapi inilah yang terbaik dari Allah untuk saya. Allah pasti sedang merencanakan sesuatu pada kehidupan saya yang tentunya agar kehidupan saya dan keluarga menjadi lebih baik. Itu yang menjadi keyakinan sehingga saya tetap bersemangat untuk berangkat tugas ke tempat baru.

Awal tugas dalam suasana kantor yang baru bagi saya bukan suatu masalah, saya bisa langsung beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan dan tugas karena suasana kantor di kota manapun akan sama, kesibukannya ya begitu itu. Kesepian terasa ketika setelah pulang kantor, yang biasanya disambut anak yang sudah siap-siap ajak ke masjid untuk sholat magrib berjamaah telah sirna, suasana sepi di tempat kos yang kala itu di kamar saya belum ada televisi karena harus dengan memasang antena parabola dan harus mengeluarkan dana cukup besar pasang antena parabola untuk bisa menikmati acara televisi lokal saja. Beruntung ada teman senasib yang ditempatkan di kantor yang sama yang sama-sama berasal dari Jawa Timur sebagai teman ngobrol.
Enam bulan tinggal di rumah kos kemudian saya memutuskan untuk pindah ke rumah dinas yang sebenarnya sudah saya peroleh sejak awal tetapi karena daerah sekitar rumah dinas merupakan daerah sulit air sehingga saya sementara tinggal di rumah kos. Tinggal di rumah dinas yang sulit air mengharuskan saya harus mengangkut air menggunakan jerigen dari kantor untuk sekedar mandi dan masak air, keadaan berbanding terbalik dengan rumah tinggal saya di homebase yang terdapat air bersih melimpah ruah. Pertimbangan ekonomis mengharuskan saya untuk pindah ke rumah dinas, biaya sewa kos cukup mahal yang mungkin bisa saya gunakan untuk beli tiket untuk satu kali penerbangan ke tempat transit karena untuk pulang ke Malang melalui dua kali penerbangan. Memang resiko tinggal dirumah dinas tentu harus menyediakan waktu setiap hari paling tidak untuk nyapu dan ngepel serta pekerjaan rumah lainnya.
Tinggal di tempat yang jauh dari rumah memang harus banyak berhemat dan penghematan harus dilakukan di segala lini karena kebutuhan terbesar bagi pegawai tugas di luar jawa yang tinggal di pulau Jawa adalah ongkos pulang yang mahal, mudah-mudahan wacana untuk memberikan tunjangan tambahan untuk tiket bagi pegawai yang ditempatkan jauh dari homebase dapat segera terealisasi. Penghematan di biaya makan misalnya, saya memilih untuk masak sendiri karena biaya beli makanan matang relatif cukup mahal dibanding masak sendiri, sekali-kali aja makan diluar kalau pas gak sempat atau malas masak. Pergi ke pasar setelah sholat shubuh rutin saya lakukan jika stok sayur dan ikan untuk seminggu habis, sedang bumbu-bumbu masak saya biasa bawa dari rumah kalau saya pulang Malang. 

Ditempatkan di daerah nun jauh dari keluarga membuat saya berusaha untuk selalu instrospeksi diri dan berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun yang mungkin akan berakibat memunculkan fitnah kepada orang lain. Dengan selalu berinstrospeksi diri dan berharap selalu mendapat banyak berkah yang saya peroleh selama di daerah tempat kerja, kenyataan yang saya jalani mungkin itu adalah kehendak Allah agar saya lebih peka dalam memahami arti hidup. Pengeluaran banyak untuk beli tiket wira-wiri pulang ke rumah mungkin barangkali karena saya kurang bersedekah sehingga Allah membalikkan keadaan yang memaksa saya agar mengeluarkan uang banyak hanya untuk bertemu keluarga. Ditempat jauh dari rumah menjadikan saya menjadi suami yang lebih menghargai akan tugas-tugas istri dirumah, yang biasanya makan sarapan beserta minuman sudah disiapkan setiap hari, sekarang harus menyiapkan sendiri dengan menyalakan kompor minyak tanah untuk memasak karena harga gas elpiji 3 kilo tidak wajar mahalnya. Dirumah biasa pakaian kerja sudah disiapkan untuk dipakai kerja tetapi kini harus diambil dulu ke londri atau disetrika dulu dan harus rajin menyapu rumah serta mengepel, suatu pekerjaan sepele saat dirumah tetapi sekarang harus di kerjakan sendiri.

Memanfaatkan media jejaring sosial melalui hape atau internet untuk chatting dengan istri dan anak menjadi menu wajib sebagai sarana berkomunikasi dan saling berbagi semangat untuk mengisi kegiatan setiap hari.

Adanya peraturan pola mutasi bisa menjadi pegangan bagi saya untuk menaruh harapan namun kadang ada teman yang menganggap adanya peraturan itu malah menimbulkan ketidak-adilan, kedzoliman dan sebagainya ya masuk akal juga karena tergantung dari perspektif mana dia menilai ketidakadilan tadi. Merasa didzolimi memang sakit, tapi apakah memang kita benar-benar didzolimi atau tidak terkadang hanya muncul dari pikiran dan hati kita yang dampaknya akan membuat kita sakit hati. Berawal dari sakit hati malah bisa jadi sakit beneran, karena penyakit muncul salah satu penyebabnya adalah karena sakit hati. Berpikir positif dalam mensikapi suatu peristiwa adalah penting, itu bisa menghindari kita dari sakit hati. Sudah tiga tahun kok gak di pindah, ya mungkin kita masih dibutuhkan atau selama bekerja gak ada prestasi blas sehingga “pulsa” untuk pindah belum mencukupi. Lah, tapi si Fulan kok bisa pindah homebase padahal baru setahun..!! Ya emang udah rejeki dia, kita gak usah iri sama rejeki orang lain dan saya yakin orang yang punya rejeki seperti itu juga gak banyak. Kadang memang kebijakan pimpinan sering dianggap tidak adil, ya karena pimpinan juga manusia dan kita juga tidak tahu apa yang menjadi dasar pemikiran beliau dalam membuat suatu kebijakan. Kan gak gampang ngurusin orang banyak, jadi jangan deh buat pendapat dan opini sendiri yang kalau gak bener malah jadi dosa berburuk sangka pada orang lain.

Banyaknya waktu luang di daerah tempat kerja menjadikan saya harus berpikir untuk memanfaatkan waktu agar tidak muncul rasa suntuk. Apabila tiba waktu pulang kerja yang kala itu jam 17.00 biasanya sudah berada di depan mesin absen tapi kegiatan itu sudah menjadi tidak popular lagi. Ngapain juga dirumah dinas, udaranya panas, gak ada AC mendingan di kantor bisa ngenet gratis sampai malam sambil menunggu ngantuk. Hari sabtu-minggu harus lebih digunakan untuk travelling menyusuri daerah wisata yang tidak kita kenal sebelumnya dengan mengajak teman-teman blusukan agar lebih cepat melepas hari sabtu-minggu untuk segera berganti hari senen.

Teman, kalau kita menganggap mutasi jauh dari homebase adalah sebuah badai yang mengobrak-abrik kebahagiaan dan kenyamanan yang selama ini dinikmati, tetapi sekencang-kencangnya badai pasti akan cepat berlalu kalau kita siap menghadapinya kita pasti kuat. Tetap semangatlah teman, karena ini adalah amanah yang harus kita laksanakan dan akan banyak sekali hikmah kehidupan ditempat yang baru, banyak sesuatu yang belum pernah kita alami sebelumnya sehingga kita bisa menjadi orang yang lebih bersyukur. Selamat buat teman-teman yang baru aja di lantik, semoga sukses ditempat yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun