Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memliki kelemahan-kelemahan tertentu sehingga membutuhkan tindakan khusus, baik oleh orang tua maupun lingkunganya.  Menurut Heward, Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak-anak yang kondisinya seperti ini masih banyak yang belum menyentuh dunia pendidikan. Bahkan parahnya, sebagian besar mereka diperlakukan tidak manusiawi oleh keluarga maupun lingkunganya. Misalnya, ejekan idiot sering di lontarkan bagi anak yang lemah intelegensinya.
Anak berkebutuhan khusus sebenarnya tidak selemah yang dibayangkan, di balik kekuranganya setiap anak pasti memiliki potensi yang sangat luar biasa hanya saja saat  ini mungkin  belum terlihat dan belum optimal. Buktinya, banyak koq anak yang berkebutuhan khusus yang berprestasi, misalnya yang tunanetra dapat bermain piano. Orang tua maupun keluarga hanya butuh pemahaman dan waktu ekstra untuk bisa lebih merangkulnya lagi agar berinteraksi lebih baik serta mampu  mandiri. Namun yang paling utama adalah orangtua maupun keluarga dari anak harus paham dan menerima keadaan si anak tersebut.
Patut disyukuri bahwa pemerintah melalui Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia
Nampaknya pemerintah masih setengah hati untuk memberi ruang gerak kebebasan dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, selain belum adanya perguruan tinggi untuk anak berkebutuhan khusus, tidak semua daerah memiliki sekolah negeri yang mampu menampung anak-anak berkebutuhan khusus. Kementerian pendidikan menyatakan, hanya pemerintah daerah cilacap yang memiliki sekolah negeri yang dapat menampung anak berkebutuhan khusus.  jika adapun sekolah negeri yang mau menerima anak yang berkebutuhan khusus, sekolah itu kurang maksimal memberikan pelayan terhadap ABK tersebut.  Anak berkebutuhan khusus cenderung dibiarkan tanpa pemberian program khusus. Keadaan seperti ini sangat ironis terhadap undang-undang  pendidikan nasional yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak  dan wajib untuk mendapat pendidikan yang layak. Selain itu, kondisi ini juga bertentangan dengan angaran pendidikan nassional yang ditetapkan 20 % dari APBN dan 20% dari APBD bagi setiap daerah.
Setiap pemimpin daerah baik tingkat I maupun tingkat II sudah seharusnya mengalokasikan anggaran tersebut dengan program  khusus terhadap penyelengaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus ini. Tak dapat dipungkiri setiap daerah pasti memiliki anak berkebutuhan khusus, dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi, sangat disayngkan juga masih banyak orang tua dan masyarakat tidak memahaminya. Sehingga yang muncul adalah menjatuhkan pilihan itu sendiri kepada para anak untuk sekolah atau tidak . jadi tidak heran, banyak anak ABK hanya di rumah saja, alias makan tidur parahnya lagi sengaja disembunyikan keluarga karena malu akan kondisi anak tersebut. Jika adapun anak yang memilih untuk sekolah, sebagian besar anak berkebutuhan khusus di integrasikan ke sekolah umum yang formal.  Tentu hal ini menjadi kendala terhadap anak tersebut, terutama dalam bergaul dengan teman-temannya yang lain.  Sang anak juga akan sulit untuk mengikuti materi pelajaran dan biasanya membuat siswa terbelakang (terbodoh).
Kepala daerah khususnya para bupati harus melihat kondisi setiap daerahnya, termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Sebagai pemimpin harus dapat merangkul rakyat, mengarahkan, dan membangun sumber daya manusia yang ada tanpa terkecuali. Oleh karena itu, mereka harus mendapat perhatian khusus juga dari pemerintah, supaya anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas. Para bupati sudah selayaknya bertanggung jawab untuk menyediakan ruang dan dana pendidikan kepada anak-anak ini. Bagi masyarakat dan pemilik modal sudah saatnya memahami kondisi ini, harapannya dapat memberikan dukungan terhadap Pemerintah daerah sebab pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H