Mohon tunggu...
Jawanri Citra Situmorang
Jawanri Citra Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Mencintai Hikmat-Nya

ingin terus belajar, selama Tuhan masih berkehendak....

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Harus Siap “Kalah” di AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2015

5 Maret 2014   04:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13939444481800593847

Usaha Pembuatan Songket melayu Riau, salah satu UKM andalan Prov. Riau di AFTA 2015

AFTA  atau masyarakat ekonomi ASEAN sudah di depan mata, pasar bebas antar Negara-negara ASEAN ini merupakan peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN yang selanjutnya menjadi indikator untuk mewujudkan pembangunan ekonomi   kawasan tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat diperhitungkan dalam ajang kompetisi ini, karena  Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di kawasan asia tenggara.  Indonesia merupakan pangsa pasar yang sangat potensial daan sekaligus menjadi produsen yang mungkin ditakutkan karena banyaknya industry di Indonesia yang bergerak diberbagai bidang. Singkatnya, pasar bebas kawasan ASEAN ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia  untuk menunjukkan eksistensinya di kawasan Asia Tenggara secara ekonomi.

Oleh karena itu, timbul pertanyaan klasik akan kondisi ekonomi sekarang ini, sudah siapkah Indonesia menghadapi pasar bebas kawasan asia tenggara ini?  Jika tidak bangsa Indonesia harus siap kalah di AFTA.  Namun, apabila  melihat pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sekitar 6% per tahun menunjukkan keadaan ekonomi semakin membaik sejak krisis ekonomi tahun 1997-1998. Hal ini juga terjadi karena pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin berkembang dan banyaknya investor lokal maupun internasional yang telah berinvestasi di Negara ini.  Pertumbuhan ekonomi tidak selalu di ikuti oleh pembangunan ekonomi yang merata karena pertumbuhan ekonomi dilihat dari banyaknya barang dan jasa yang diproduksi meningkat dari waktu ke waktu. Namun pada kesempatan kali ini, saya menyoroti  ekonomi Indonesia dari sisi kesiapan UMKM dalam menghadapi pasar bebas AFTA.

Indonesia  merupakan negara  yang  pertumbuhan ekonominya tergolong  cukup tinggi di dunia sejak terjadinya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997. Pertumbuhannya sekitar  6% per tahun. Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh pertumbuhan investasi dari dalam negeri dan luar negeri yang melahirkan berbagai macam jenis usaha dalam pengelolaan sumber daya yang ada dikandung bumi pertiwi ini.  Hal ini juga tak terkecuali karena berkembang pesatnya Usaha Mikro Kecil Menengah di Indonesia. Sumbangsih UMKM sangat besar terhadap aktivitas perekonomian di Indonesia terutama di kota-kota besar dan daerah.  Kontribusi segmen UMKM sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia sangat besar. Saat ini ada 56 juta unit UMKM di Indonesia dan  mampu memberikan kesempatan kerja kepada 15 juta orang setiap tahunnya.

Sebagai negara berkembang, sumbangsih UMKM terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonominya  berasal dari aktivitas UMKM. Sampai tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB adalah sekitar 60% atau sekitar 4 triliun.  Bukan hanya dari segi PDB, kontribusi UMKM juga terlihat dari besarnya penerapan tenaga kerja di Indonesia. Hingga tahun 2012 UKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak lebih kurang 107 juta jiwa atau sekitar 97,3 %. Pengembangan UKM juga ditujukan untuk mengurangi angka penganguran dari 7,1 % menjadi 5-6%. Hal yang sama juga diharapkan pada angka kemiskinan (www.depkop.go.id).

Kondisi UKM secara nasional ini sangatlah menyedihkan jika tidak dapat bersaing di pasar internasional. Melalui Kementerian Koperasi dan UKM, pemerintah telah banyak memberikan perhatian terhadap UMKM yang ada. Namun, kendala yang ada saat ini yang paling banyak ditemukan adalah banyaknya UMKM yang belum bersentuhan dengan dunia perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya. Menurut Ali Yong, Direktur SME dan Wholesale Banking bank Danamon, Dari sekitar 55 juta unit UKM, baru sekitar 20 juta saja yang memiliki rekening perbankan (http://www.danamon.co.id). Hal ini menunjukkan lemahnya UMKM Indonesia dalam memperoleh informasi perbankan. Padahal lembaga perbankan merupakan lembaga yang  sangat potensial untuk mitra dalam pengembangan usaha.   Selain itu, UKM yang ada didaerah baik perkotaan ataupun yang ada dipedesaan pada hakikatnya mempunyai kelemahan yang sama yaitu  manajemen dan pengelolaan keuanganya belum maksimal. Laporan keuangan UKM banyak yang tidak dibuat. UKM masih banyak yang melakukan perhitungan dengan selisih antara pengeluaran dan penerimaan saja. Oleh karena itu, perhitungan labanya belum jelas. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) meminta para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) disiplin dalam menyusun laporan keuangan. Pasalnya, selama ini kebanyakan pelaku UKM tidak punya laporan keuangan. "UKM-UKM itu belum pada disiplin buat laporan keuangan jadi masih berantakan, makanya coba disusun laporan keuangan agar penarikan pajaknya berdasarkan profit. Kalau tidak bias buat laporan keuangan, malas ya resikonya pajaknya dikenakan berdasarkan omzet," ujar Direktur Komersial dan Bisnis Perbankan Mandiri Sunarso saat acara Mandiri Media Training 'Peluang dan Tantangan Industri Perbankan 2014,' di Hotel Santika Yogyakarta, Kamis (21/11/2013) (www.detikfinance.com)

Adapun UKM yang membuat laporan keuangannya belum memiliki kesesuaian dengan standar keuangan yang ada. Padahal sangat perlu diketahui laporan keuangan yang andal dan yang baik merupakan salah satu alat untuk dapat membuat keputusan bisnis dalam suatu usaha supaya layak untuk dikembangkan atau dipertahankan. Kondisi UKM tersebut masih dari segi laporan keuangannya saja, belum lagi model pemasaran yang harus up to date dan strategi produksi yang lebih efisien dan efektif serta pengelolaan usaha yang tidak merusak lingkungan hidup.  Jika melihat kondisi UMKM yang ada saat ini, kita harus siap kalah. Jika tidak persiapkan dari sekarang. Karena kemungkinan besar bakal banyak usaha yang tak mampu untuk bersaing, baik secara modal, produk dan manajerialnya. Parahnya, Lapangan kerja untuk 107 juta tersebut, akan berkurang yang menyebabkan penganguran karena UMKM yang gulung tikar. masih ada waktu untuk berbekal dari sekarang. Pemerintah melalui Kementerian dan koperasi dan dinas koperasi dan UKM yang ada didaerah masih ada kesempatan untuk membekali UMKM yang belum memiliki system manajerial yang jelas, belum memiliki laporan keuangan yang baik dan juga pengelolaan usaha berdasarkan  analisis dampak lingkungan. Pemerintah dapat menggandeng perguruan tinggi, perbankan, dan lembaga-lembaga lainya yang bersentuhan dengan UMKM untuk mengadakan pelatihan dan workshop. Sehingga, UMKM kita layak dan gagah untuk  dapat bersaing secara sehat di AFTA, Indonesia jaya untuk menuju kawasan ASEAN yang lebih sejahtera dan mandiri ekonomi. Sukses untuk UMKM Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun