Sragen, 5 Agustus 2024 -- Fenomena meningkatnya jumlah anak yang harus menjalani cuci darah di Indonesia menjadi sorotan publik dan menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat serta para profesional kesehatan. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan signifikan dalam kasus gagal ginjal pada anak-anak, memaksa mereka untuk menjalani prosedur dialisis atau cuci darah secara rutin.
Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta, jumlah anak yang menjalani cuci darah meningkat dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir. "Kami melihat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kasus gagal ginjal pada anak-anak. Penyebabnya beragam, mulai dari kelainan bawaan hingga infeksi dan gaya hidup tidak sehat," ujar Dr. Budi Santoso, spesialis nefrologi anak di RSCM.
Faktor penyebab utama dari peningkatan kasus ini termasuk penyakit ginjal bawaan, infeksi saluran kemih yang berulang, dan konsumsi obat-obatan yang tidak sesuai dosis. Selain itu, gaya hidup modern yang kurang aktif, serta pola makan yang tidak sehat dan tinggi garam juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Dr. Budi menambahkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan ginjal sejak dini memperburuk situasi ini.
Orang tua dari pasien anak yang harus menjalani cuci darah juga merasakan dampak psikologis dan finansial yang besar. "Anak saya sudah menjalani cuci darah selama satu tahun. Setiap minggunya, kami harus datang ke rumah sakit dua kali. Ini sangat melelahkan dan menguras biaya," kata Maria, ibu dari seorang pasien berusia 10 tahun.
Kementerian Kesehatan menyadari seriusnya masalah ini dan telah mengambil beberapa langkah untuk menanggulangi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan bahwa pemerintah sedang memperkuat program pencegahan dan deteksi dini penyakit ginjal pada anak-anak. "Kami berupaya meningkatkan kesadaran melalui kampanye kesehatan dan menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih baik untuk diagnosis dan perawatan dini," ujarnya.
Selain itu, sejumlah inisiatif pendidikan dan kampanye kesehatan masyarakat telah digelar untuk mengedukasi orang tua tentang pentingnya pola makan sehat dan aktivitas fisik bagi anak-anak. Dr. Lucia Sari, seorang ahli gizi anak, menekankan pentingnya peran orang tua dalam menjaga kesehatan ginjal anak sejak dini. "Orang tua harus memastikan anak-anak mengonsumsi makanan yang sehat, cukup minum air putih, dan aktif bergerak untuk menjaga kesehatan ginjal mereka," kata Dr. Lucia.
Di beberapa daerah, pemerintah daerah juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk mengadakan program pemeriksaan kesehatan rutin bagi siswa, termasuk pemeriksaan fungsi ginjal. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan ginjal dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Namun, para ahli kesehatan menekankan bahwa solusi jangka panjang memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai sektor. "Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi. Kita perlu memastikan akses yang adil terhadap layanan kesehatan berkualitas dan pendidikan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat," kata Dr. Ari Fahrial Syam, seorang pakar kesehatan masyarakat.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap isu ini, diharapkan langkah-langkah yang diambil dapat menurunkan jumlah anak yang harus menjalani cuci darah dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, lembaga kesehatan, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan anak-anak dan mencegah peningkatan kasus gagal ginjal di masa mendatang.
Penulis: Jawahirul Ahyar
Sumber: Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, wawancara dengan orang tua dan ahli kesehatan