Mohon tunggu...
Jesslyn Alvina
Jesslyn Alvina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Apakah Sel Prokariotik Lebih Kuat daripada Sel Eukariotik?

25 Agustus 2017   15:56 Diperbarui: 25 Agustus 2017   16:01 4659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat hirarki dalam evolusi pembentukan enzim-enzim metabolik. Enzim untuk sintesis molekul-molekul dasar mestinya terbentuk lebih dahulu disusul enzim-enzim yang lain, kemungkinan yang paling mendasar adalah enzim-enzim untuk glikolisis karena proses degradasi atau penguraian gula ini dapat berlangsung tanpa O2 (secara anaerob). Dugaan ini sesuai dengan keadaan awal bumi yang sedikit mengandung O2. Glikolisis sangat penting karena menghasilkan energi (ATP) yang digunakan untuk aktivitas sel. Enzim-enzim metabolik dasar sambil tetap menjalankan fungsinya terus mengalami modifikasi sehingga enzim-enzim semakin beragam sejalan dengan perkembangan sel. Oleh sebab itu urutan asam amino pada enzim yang sama dari 2 spesies berbeda dapat dipakai petunjuk untuk menetukan hubungan kekerabatan kedua spesies tersebut.

Munculnya sel autotrof yang memiliki kemampuan fotosintesis menimbulkan revolusi pada kondisi atmosfer bumi yang akhirnya berimplikasi pada kehidupan di bumi itu sendiri. Atmosfer bumi yang semula sangat miskin O2 menjadi mengandung banyak oksigen yang berasal dari produk fotosintesis. Keberadaan O2 yang cukup banyak di atmosfer mendorong berkembangnya proses respirasi secara anaerob di dalam sel yang memungkinkan sel dapat mengoksidasi molekul-molekul organik dengan lebih tuntas. Dengan melalui oksidasi aerob, energi yang dapat dimanfaatkan dari setiap gram glukosa jauh lebih banyak dibandingkan melalui oksidasi anaerob. Pada satu sisi kehadiran O2 di atmosfir membawa dampak positif bagi evolusi sel, tetapi pada sisi lain menjadi racun bagi sel-sel anaerob karena sifat O2 yang sangat reaktif sehingga dapat berinteraksi dengan hampir semua unsur pembentuk sitoplasma. Akibatnya tidak sedikit sel-sel anaerob yang punah, tetapi ada pula yang tetap bertahan hidup secara anaerob dengan menempati habitat yang tidak mengandung oksigen. Sebagian yang lain mengembangkan kemampuan respirasi aerob selain dapat berespirasi anaerob (fakultatif anaerob) sehingga tetap ada hingga sekarang misalnya sel Saccharomyces.

Sel eukariotik sering disebut para ahli biologi sebagai hasil evolusi dari sel prokariotik. Hal ini menunjukkan bahwa sel eukariotik memiliki organel -organel yang lebih kompleks dibandingkan dengan sel prokariotik. Sel prokariotik biasanya dimiliki oleh spesies uniseluler, sedangkan sel eukariotik dimiliki oleh hewan, tumbuhan, dan manusia.

Suatu organisme disebut sebagai uniseluler jika hanya memiliki satu sel. Oleh karena itu, organisme ini ukurannya sangat kecil dan struktur tubuhnya pun sangat sederhana. Semua organisme uniseluler (bersel tunggal) termasuk dalam kategori 'prokariota' karena komposisi dan struktur tubuhnya yang sederhana tersebut. Organisme bersel tunggal tidak memiliki inti sel, sehingga menyebabkan mereka tidak mampu mengontrol luas permukaan sel sesuai dengan rasio volume. Inilah yang menyebabkan organisme bersel tunggal berukuran sangat kecil sehingga sulit terlihat dengan mata telanjang.

Di dalam sel-sel eukariot terdapat organel-organel yang masing-masing memiliki fungus khusus. Dua diantaranya adalah mitokondria yang berfungsi untuk respirasi dan kloroplas untuk fotosintesis. Mitokondria hampir selalu terdapat pada sel-sel eukariot, sedangkan kloroplas hanya dijumpai dalam sel-sel eukariot yang dapat melakukan fotosintesis. Di dalam "Cell Biology" (Thorpe, 1984) diungkap beberapa persamaan antara mitokondria dengan sel bakteri aerob. Baik mitokondria maupun sel bakteri aerob sama-sama memiliki DNA dan ribosom. DNA mitokondria banyak yang berbentuk sirkuler, seperti bentuk DNA bakteri. Ukuran ribosom keduanya juga hampir sama, lipatan-lipatan ke dalam dari membran dalam mitokondria (cristae) memiliki fungsi yang sama dengan lipatan-lipatan ke dalam dari membran plasma sel bakteri (mesosom), yaitu tempat berlangsungnya respirasi. Selain itu translasi yang berlangsung pada mitokondria maupun sel bakteri sama-sama dapat dihambat oleh kloramfenikol (sejenis antibiotik). Mitokondria seperti halnya bakteri dapat memperbanyak diri dengan membelah.

Dari persamaan-persamaan tersebut dapat muncul dugaan-dugaan mengenai asal usul mitokondria di dalam sel eukariot. Salah satu pendapat yang banyak diterima adalah hipotesis endosimbiosis. Menurut hipotesis ini pada mulanya mitokondria adalah sejenis prokariot aerob yang kemudian diambil oleh sel eukariotik yang anaerob. Sel eukariot anaerob ini diperkirakan berkembang dari sel-sel anaerob ini diperkirakan berkembang dari sel-sel anaerob primitif yang berhasil bertahan hidup ketika O2 di bumi bertambah banyak, pada akhirnya sel prokariotik aerob tersebut menjadi organel mitokondria, dan sel eukariot yang semula anaerob menjadi aerob.

Beberapa mikroorganisme yang hidup pada masa kini dapat menjadi bukti yang mengandung hipotesis ini. Di dalam usus hewan terdapat spesies eukariot bersel tunggal yang tidak mempunyai mitokondria dan hidup dalam kondisi kurang O2, jadi mirip dengan sel eukariot anaerob yang primitif.

Menurut pendapat saya, ada beberapa alasan mengapa sel prokariotik lebih mudah mempertahankan eksistensinya daripada sel eukariotik

1. Dinding Sel

Pada sel prokariotik, peptidoglikan merupakan komponen utama pada dinding selnya. Sifatnya adalah kaku, dan tugasnya adalah memungkinkan bakteri untuk mempertahankan bentuknya. Peptidoglikan juga dapat berperan dalam menahan tekanan osmosis. Osmosis adalah proses bergeraknya molekul pelarut (air) dari larutan dengan konsentrasi rendah (hipotonik) ke larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi (hipertonik) melalui selaput selektif permeabel. Dan suatu larutan memiliki potensial osmosis yaitu tekanan osmosis, yang diperlukan untuk menahan pergerakan pelarut (air) melalui membran selektif permeabel. Air dapat bebas berdifusi ke dalam atau keluar dari sel melalui protein transport, tergantung pada konsentrasi zat terlarut. Umumnya, di bagian dalam sel, ada cukup banyak zat terlarut. Oleh karena itu harus dilakukan usaha untuk menjaga keseimbangan dan harus berdifusi ke dalam sel. Peran peptidoglikan di sini sangat diperlukan agar tekanan osmosis yang ditimbulkan tidak mencapai 2 atmosfer. Jika tidak, bisa memungkinkan untuk terjadinya pemecahan sel. Oleh karena itu, sel prokariotik yang dinding selnya memiliki peptidoglikan akan jauh lebih kuat dari pada sel eukariotik.

2. Perbedaan ukuran dan jenis sel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun