Sampai akhirnya ia mencoba menuangkan ide nya untuk memanfaatkan waktu yang luang dengan menciptakan sebuah karya lagu yang ia antarkan langsung ke studio Remaco di Jakarta. Disana ia bertemu dengan pimpinan musik band 4 Nada yang terkenal kala itu bernama Aloysius Riyanto. Triyono diminta menyanyikan lagu ciptaannya dan langsung direkam disana, ternyata lagu yang ia ciptakan berhasil memenuhi kriteria  Aloysius Riyanto. Selanjutnya, karya lagu tersebut dinyanyikan dan dipopulerkan oleh penyanyi Diah Iskandar dengan iringan musik band 4 Nada pimpinan Aloysius Riyanto, lagu itu berjudul "Hanya Bayangan". Triyono berhasil mendapatkan honor sebesar Rp 7.500 pada masa itu melalui karya yang ia ciptakan.
Setelah 6 bulan tinggal di asrama, Triyono memutuskan untuk pindah dari asrama ke rumah saudaranya di Jakarta Utara. Disana ia disuruh untuk berjualan rokok keliling yang akan dimodalkan oleh saudaranya. Tetapi keuntungnya tidak ia terima melainkan hanya mendapatkan jatah makan saja, dan hal itu berlangsung selama 5 bulan. Setelah 5 bulan berjualan rokok keliling, Triyono pindah ke Kemayoran karena posisinya sebagai penjual rokok keliling telah digantikan oleh orang lain.
Pantang Menyerah
Di Kemayoran Triyono menumpang tinggal sementara di rumah saudaranya, dengan kondisi rumah yang seadanya dengan hanya terdapat 1 kamar tidur yang ditempati saudaranya, hal itu membuat Triyono terpaksa hanya bisa tidur di dapur (tepatnya di depan pintu WC) dengan alas kardus bekas televisi yang ada di rumah saudaranya.
Dengan kondisi seperti itu tidak membuat Triyono mengeluh begitu saja, ia tetap berusaha mencari dan melamar lowongan pekerjaan. Sambil mencari pekerjaan, Triyono membuka jasa potong rambut yang sudah ia pelajari jauh hari sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta.
Selama membuka jasa potong rambut keliling, kesulitan-kesulitan ia alami mulai dari sepi pelanggan hingga tidak punya uang untuk makan, saat itu ia ingin makan martabak manis tetapi karena tidak mempunyai uang, maka Triyono berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk menemui seorang kondektur bus (yang adalah temannya) untuk meminta uang karena ia ingin membeli martabak, diberikanlah uang sebesar Rp 10 untuknya. Triyono menjalani usaha potong rambut selama 3 bulan.
Secercah Harapan Muncul
Setelah 3 bulan berlalu, pada akhir tahun 1970 Triyono akhirnya mendapatkan mendapat panggilan kerja di pelabuhan tepatnya di sebuah perusahaan EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) dan Triyono pun bekerja disana untuk mengurus impor barang. Bekerja di EMKL Triyono mendapatkan gaji sebesar Rp 5.000, dengan gaji tersebut ia benar-benar mengelola keuangannya dengan bijaksana dan mempertahankan prinsip hidup hemat.
Pada awal bekerja di EMKL, Triyono mengontrak sebuah rumah kecil untuk tujan efisiensi ongkos ke kantor (kondisi rumah tersebut hanya beralaskan tanah).
Pada masa itu pungli (Pungutan Liar) masih dibebaskan di berbagai instansi di Indonesia untuk proses eksport import. Dan EMKL sebagai perusahaan yang melakukan import barang dari luar negeri juga mengikuti aturan pungli tersebut kepada pihak pelabuhan, pelayaran, dan bea cukai agar barang import dapat dilancarkan sampai ke tangan EMKL.
Triyono diberi tugas oleh atasannya untuk mengirimkan uang bayaran biaya pungli tersebut kepada pelabuhan, pelayaran, Â dan bea cukai.