Mohon tunggu...
Yafaowoloo Gea
Yafaowoloo Gea Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencinta Traveling, Pemerhati Wisata & Budaya Nias

Selanjutnya

Tutup

Money

Harimbale: Pasar Tradisional Berjalan Orang Nias

10 Juli 2013   22:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:43 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_254037" align="aligncenter" width="617" caption="Para Pedagang di Harimbale (sumber: Nias Bangkit)"][/caption]

Harimbale (Pasar tradisional yang berlangsung setiap pekan atau sekali seminggu) merupakan hari yang sangat dinanti oleh para masyarakat Nias khususnya yang tinggal di pedesaan karena pada saat itulah aktifitas Mogale (transaksi jual beli) dapat berlangsung. Kesulitan akses menuju kota Gunungsitoli sebagai pusat pasar dan sulitnya (mahalnya biaya) transportasi menjadikan Harimbale sebagai satu-satunya tempat transaksi untuk membeli persiapan atau kebutuhan untuk satu minggu ke depan.

Pelaksanaan Harimbale berlangsung dari hari Senin sampai Sabtu terpencar di lokasi yang berbeda di masing-masing daerah di Pulau Nias. Pada hari Minggu Harimbale tidak ada karena masyarakat Nias pergi ke gereja (mayoritas masyarakat Nias khususnya di pedesaan beragama Kristen). Bahkan bila Harimbale tepat pada hari besar keagamaan maka akan dipercepat atau diundur harinya dan hal ini sudah menjadi kesepakatan umum tanpa pemberitahuan atau diskusi antara Sogale (pedagang) dan Sowöli (pembeli). Para Sogale datang dari berbagai penjuru membawa berbagai dagangannya sebagian berjualan di Ona (kios) dan yang lainnya di pinggir jalan ataupun di bawah tenda sementara.

[caption id="attachment_254039" align="aligncenter" width="617" caption="Sogale yang berjualan di pinggir jalan/ tenda sementara (sumber: Nias Bangkit)"]

13734712361321884174
13734712361321884174
[/caption]

Biasanya masyarakat Nias dari pedesaan berjalan kaki hingga beberapa bahkan puluhan kilometer untuk mencapai Harimbale setelah sebelumnya menjual getah yang telah dikumpulkannya selama seminggu kepada para agen yang sudah menunggu di persimpangan dimana uang hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan keluarga selama seminggu ke depan. Bahan dagangan yang dijual oleh masyarakat selain getah bisa berupa hasil bumi (biji pinang, cengkeh, kakao/coklat, sayuran, cabe, ubi, buah-buahan musiman) maupun hewan peliharaan (biasanya ayam dan telur) serta kerajinan tangan (pisau/parang dan anyaman). Berhubung karena yang perlu dibeli adalah kebutuhan selama seminggu maka biasanya beras, bumbu, sabun, dan keperluan rumah tangga menjadi bagian dari daftar belanjaan, namun yang tidak pernah absen dalam daftar tersebut adalah I’a Budu (ikan asin) sebagai lauk yang bisa disimpan dalam waktu yang lama sekalipun ikan segar juga dibeli.

Anak-anak yang tinggal di rumah pasti selalu berharap dibawakan jajanan oleh orang tuanya bila pulang dari Harimbale. Biasanya sebelum berangkat ke Harimbale, anak-anak selalu berpesan “e mama, öli ögu marataba, rakigae, godo-godo, send, gulo-gul , galametura”. Biasanya yang pergi belanja ke Harimbale ini adalah kaum perempuan yang nantinya pulang dengan membawa belanjaannya di atas kepala bila banyak atau dijinjing, sementara kaum pria biasanya singgah di kedai minuman untuk minum tuak ataupun melakukan kegiatan lainnya.

Sebagai Ajang Cari Jodoh dan Ketemuan

Beberapa Harimbale memiliki ciri khas tersendiri, contohnya Harimbale Fowa identik dengan Baru Soyo (baju merah) yang berlangsung setiap hari Selasa, ataupun Harimbale Nono Alawe. Pada masa dulu Harimbale ini merupakan ajang cari jodoh bagi anak muda atau juga bertemu dengan pacar secara sembunyi-sembunyi karena budaya Nias yang sangat ketat melarang pergaulan (pacaran) antara laki-laki dan perempuan sehingga tak jarang bila ketahuan oleh sanak saudara perkelahian antar pemuda/ kampung di Harimbale tidak terelakkan dan hal itu sering terjadi di masa itu. Tidak hanya untuk urusan asmara, seringkali Harimbale juga sebagai tempat pertemuan antara keluarga yang tinggal berjauhan.

Terancam Punah

Hingga saat ini keberadaan Harimbale masih tetap bertahan di pulau Nias sekalipun transportasi sudah semakin berkembang dan beberapa pasar swalayan sudah mulai bermunculan. Namun jangan pernah berharap akan bertemu mall seperti halnya yang dijumpai di kota-kota besar, kita paling bisa menemukan pasar swalayan Yaahowu yang terletak di pusat kota Gunungsitoli yang seringkali diplesetkan menjadi mall Yaahowu.

Tradisi Harimbale memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri dalam transaksi jual beli bagi masyarakat pedesaan di Pulau Nias dan hal ini menjadi salah satu icon yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan terutama yang tinggal di kota-kota besar untuk melihat lebih dekat tradisi jual beli masyarakat pedesaan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ancaman kepunahan Harimbale ini sudah semakin dekat dengan semakin menjamurnya toko-toko retail, namun diperkirakan hingga 10-20 tahun ke depan tradisi ini masih tetap berjalan.

Daftar kata:

marataba (martabak)

rakigae (pisang goreng)

godo-godo (singkong parut yang dibentuk bulat dan digoreng dengan taburan gula)

sendo (cendol)

gulo-gulo (permen)

galametura (beras yang sudah dihaluskan, dibungkus dengan daun pisang dan direbus sehingga sangat lembut)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun