Mohon tunggu...
Yafaowoloo Gea
Yafaowoloo Gea Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencinta Traveling, Pemerhati Wisata & Budaya Nias

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Surat Dari Jepang: Pertama Belajar Main Ski

24 Februari 2014   04:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"The greatest glory in living lies not in never falling, but in rising every time we fall". - Ralph Waldo Emerson

Kutipan dari Ralph Waldo Emerson (RWE) di atas sangatlah tepat menggambarkan kisah perjuanganku dalam belajar dan main ski pertama kali pada hari ini. RWE berkata bahwaKebanggaan terbesar dalam hidup bukanlah terletak pada diri kita yang tak pernah jatuh, melainkan di saat kita mampu bangkit setiap kali terjatuh.

[caption id="attachment_297062" align="aligncenter" width="300" caption="Pertama Sekali Belajar Main Ski"][/caption]

Tinggal dan bertahan hidup di Jepang selama musim salju bukanllah sebuah hal yang mudah. Hidup dalam lingkungan yang diselimuti oleh lautan salju dengan hawa dingin yang menusuk tulang membawa kebosanan yang amat sangat apabila tidak diisi dengan segudang kegiatan dan kesibukan.

[caption id="attachment_297063" align="aligncenter" width="300" caption="Tumpukan salju di tepi jalan dan pegunungan berwarna perak akibat diselimuti salju"][/caption]

Mungkin bagi orang-orang yang tinggal di daerah tropis yang hanya memiliki dua musim seperti halnya Indonesia, melihat dan menyentuh salju merupakan salah satu impian yang terbesar dalam hidup. Sama seperti impianku yang sudah terpendam selama bertahun-tahun sejak aku melihat pemadangan salju di film yang sering tayang menjelang natal tiba. Melihat butiran-butiran salju yang putih lembut laksana dimuntahkan langit, merasakan kelembutan dan dinginnya meninggalkan rasa penasaran tersendiri. Ketika impian itu telah tercapai, 2-4 hari masih terasa indah dan nikmatnya namun setelah itu niat untuk mencebur di air laut yang hangat dengan terumbu karang dan ikan hiasnya yang berwarna-warni serasa menari-nari di depan mata. Lagu "Home" miliknya Michael Buble sangatlah tepat untuk menggambarkan perasaan yang ada setelah hari-hari yang indah dan nikmat tersebut.

Musim salju kali ini memang tidak separah tahun lalu (menurut penuturan orang-orang yang mengalami musim salju di tahun yang lalu), namun demikian timbunan salju masih saja terlihat dengan ketebalan 1-4 meter dengan suhu rata-rata 0 (nol) derajat celcius. Kami tinggal di kota Minami Uonuma , Niigata Perfecture (setingkat Provinsi) sekitar 254 Km dari Tokyo. Niigata ini sangat terkenal dengan produksi beras terbaiknya (sangat pulen/sticky) yang dinamakan Koshihikari Rice serta juga daerah ski resortnya.

Keinginan untuk menjajal salah satu ski resort ini terjawab ketika pihak gereja tempat kami beribadah setiap minggunya mengajak untuk mengadakan ski camp pada hari Minggu, 23 Februari 2014. Pastor Satou dan istri yang merupakan pemimpin gereja mengajak kami keMaiko Snow Resort yang berjarak 30 menit dari Urasa (gereja) dengan menumpang mobil. Perjalanan selama 30 puluh menit tidak terasa karena pemandangan pegunungan berbalut salju yang indah di kejauhan juga karena Pastor Satou yang asyik cerita dengan bahasa campuran antara bahasa Jepang dan Inggrisnya (kebetulan Pastor Satou yang menyetir kendaraan), sehingga seringkali hanya bisa angguk-angguk dan bilanghaik douzosekalipun tidak mengerti apa yang dibilang beliau.

Belajar, Terbanting, Bangkit dan Nabrak Orang

Bersama dengan mahasiswa/i kristen dari IUJ yang berasal dari berbagai negara, antara lain Indonesia, Philiina, Myanmar dan Ghana kami menikmati kunjungan ke ski resort ini. Setelah sebelumnya memakai pakaian khusus ski sebelum berangkat dari gereja, tiba di lokasi langsung makan siang dan tak lama kemudian memasang sepatu khusus ski. Hati sudah tak sabar lagi untuk meluncur di atas permukaan salju.

[caption id="attachment_297064" align="aligncenter" width="300" caption="Narsis dulu sebelum action dengan latar peralatan ski yang berjejer"][/caption]

Masing-masing mulai sibuk mengenakan peralatan untuk ski dan belajar untuk menapakkan kaki di atas ski. Dua orang teman dari Philipina membawa peralatansnowboardsendiri dan mereka terlihat sudah terlatih untuk bermain di atas peralatan tersebut, sementara aku dan beberapa teman lainnya tertatih dan merangkak untuk bisa berdiri dengan sempurna. Untung saja sang Pastor, istrinya dan juga dua orang Jepang yang juga anggota gereja dengan sabar mengajari kami. Beberapa kali terpeleset dan terbanting saat mau berdiri. Ternyata berdiri sajapun memiliki teknik sendiri. Perasaan takut jatuh dan menjaga keseimbangan tubuh bercampur jadi satu menciptakan sebuah tantangan.

[caption id="attachment_297065" align="aligncenter" width="300" caption="Saat belajar berdiri dan meluncur ke depan"][/caption]

Hukum gravitasi tentang semakin berat massa sebuah benda maka semakin cepat juga jatuhnya ternyata berlaku juga untuk diriku yang memiliki massa (bobot) yang lebih berat daripada yang lainnya. Sudah tak terhitung berapa kali tubuh ini terbanting, terguling, terlempar dan terjerembab. Untung saja permukaan salju yang lembut masih sayang pada tubuhku sehingga dia rela menahan tindihanku tanpa meninggalkan cupangannya. Bahkan pernah sekali waktu menabrak orang yang sedang meluncur di depanku hanya karena masih belum bisa mengendalikan arah dan kecepatan. Namun, itu semua tidak melunturkan semangat untuk tetap bangkit dan melanjutkan permainan meluncur dengan ski.

Beberapa pembelajaran dan nilai yang dapat diambil dengan peristiwa jatuh bangun ini adalah:

  • Terjatuh itu adalah hal yang biasa dalam hidup, tapi ingat bahwa setelah jatuh harus mampu bangkit lagi.
  • Semakin sering kita terlatih untuk bangkit maka semakin tahu kita cara dan trik untuk mencegah agar tidak terjatuh serta tahu cara terbaik untuk bangkit dan berdiri dengan baik.
  • Rasa takut dan lebih fokus terhadap hambatan yang menanti di depan kita membuat kita cepat terjatuh.
  • Look before you leap, atau pelajarilah rute terlebih dahulu sebelum berjalan.
  • Belajarlah untuk mengendalikan ritme dan arah ketika sedang meluncur.

Percobaan pertama dengan modal nekad menyusuri trek yang lumayan curam membuahkan hasil yang memuaskan. Setelah jatuh bangun berkali-kali, akhirnya sampai juga di post terendah ditemani oleh istri sang pastor yang baik hati. Setelah membeli tiket seharga 400 yen (sekitar Rp. 46.000 untuk kurs 1 Yen = Rp. 115) kami kembali ke atas menaikiski lift.Ski liftini memudahkan orang untuk ke puncak setelah meluncur ke post terendah ketika bermain ski.

[caption id="attachment_297066" align="aligncenter" width="300" caption="Ski Lift yang membawa orang ke puncak"][/caption] [caption id="attachment_297067" align="aligncenter" width="300" caption="Jubelan orang-orang yang mau bermain ski terlihat dari atas ski lift"][/caption]

MenaikiSki Liftini memiliki tantangan tersendiri karena selain berada di atas ketinggian antara 5-8 meter dari permukaan salju tanpa sabuk pengaman denganski gearmasih di kaki, kita juga dituntut untuk sigap ketika mau naik dan turun. Jarak dari post terendah ke puncaknya adalah sekitar 1 km, sehingga kita bisa menikmati pemandangan sekitar dan juga orang-orang yang lalu lalang bermain ski. Aku sudah bolak-balik naikski liftini sebanyak 3 kali dan mungkin saja bisa lebih jika waktu memungkinkan.

Satu hal yang membuatku salut di sini adalah kelincahan orang-orang Jepang dalam bermain ski. Anak-anak usia 6-9 tahun pun terlihat dengan mahirnya meluncur sambil meliuk-meliuk bak ular di atas papan ski-nya. Bahkan yang lebih serunya ketika melihat seorang anak-anak meluncur dengan kencang sambil memegang adiknya yang berusia sekitar 5 tahun tanpa rasa takut. Aku merasa malu sendiri melihat kelihaian mereka tanpa cela, tidak seperti diriku yang bolak-balik mencium salju.

[caption id="attachment_297068" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu jalur ski yang agak landai"][/caption]

Tak terasa waktu berlalu, sudah hampir 4 jam kami bermain ski dan mencium salju. Sebenarnya niat hati masih belum ingin beranjak pulang karena baru mulai menikmati meluncur di atas salju tanpa terjatuh. Namun mengingat hari sudah mulai gelap dan juga teman-teman sudah mulai berkemas-kemas untuk pulang maka mau tak mau diriku juga harus berkemas. Perjalanan dan pelajaran hari sangatlah berarti, membuatku semakin memahami arti sebuah perjuangan dalam hidup. Sampai jumpa Snow Resort, suatu saat aku pasti akan kembali.

[caption id="attachment_297069" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama salah satu teman yang berasalah dari Ghana"][/caption] [caption id="attachment_297070" align="aligncenter" width="300" caption="Salam terakhir sebelum pulang dengan latar pegunungan yang indah"][/caption] [caption id="attachment_297071" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama teman-teman mahasiswa lainnya"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun