Aku bersyukur menjadi miskin
Disaat aku mendapatkan uang sepuluh ribu dan hanya mampu membeli tahu ataupun tempe untuk keluarga ku, rasa bahagiaku sudah tiada terkira melihat keluargaku makan dengan lahapnya
Aku tak tahu apa yang dirasakan menjadi orang kaya ketika menemukan uang sepuluh ribu atau diberi makan tahu tempe, mungkin mereka akan membuangnya, menginjak-injaknya, menghancurkannya dengan penuh amarah ataupun dengan kesedihan yang begitu dalam
Aku bahagia menjadi miskin, aku bisa membagi separuh hartaku untuk orang lain. Semisal aku hanya memiliki 2 puting rokok, aku bisa membaginya dengan sahabatku dan menikmatinya bersama. Ketika aku mendapat sebungkus nasi, akan ku habiskan bersama dengan orang-orang disekitarku. Mungkin ketika aku menjadi kaya, aku tak bisa lagi seperti itu. Dari sebungkus rokokku, hanya ada satu yang yang ku berikan ke sahabatku, bukan lagi dibagi dua sama rata seperti dulu. Ketika aku mampu membeli nasi, mungkin akan lebih baik bersisa dan kubuang daripada harus makan keroyokan.
Ketika aku miskin, aku hanya disibukkan dengan masalah ekonomi dan turunannya. Mungkin ketika aku kaya, masalahku akan lebih rumit dari ini. aku akan disibukkan dengan dunia kerja, hingga ku lupakan urusan rumah tangga, tak lagi bisa menikmati makanan sepiring bersama, kehilangan keromantisan dan keharmonisan bersama kelurgaku. Aku pulang malam menghabiskan waktuku dikantor hingga kulupakan istriku, istriku sibuk dengan arisan dan belanjanya hingga ia lupa untuk mengurus anak, anakku sibuk dengan gadgetnya hingga ia lupa untuk belajar. Setelah kelelahan dengan kesibukan tersebut, masih saja tak bisa kunikmati tidur nyenyak di istana sendiri. Aku terus-terusan terjaga karena takut ada maling-maling yang tak sengaja bersinggah meski ada satpam didepan rumah. Lebih dari itu, kekayaan yang semakin menumpuk akan membuatku semakin bingung menghabiskannya. mungkin aku akan menghabiskan uangku untuk perjudian dan perzinaan, istriku akan menghabiskan uangnya untuk belanja dan arisan disertai dengan gosip-gosip murahan, anakku yang lupa untuk kuperhatikan menghabiskan hartaku untuk narkoba, tawuran, mabuk-mabuk, atau entahlah. Kekayaan mungkin akan menjauhkanku dan keluargaku dari-Nya.
Tapi Alhamdulillah, aku miskin.
Aku hanya disibukan dengan masalah ekonomi, terus-terusan bekerja di jalan tanpa sempat aku memikirkan perjudian maupun perselingkuhan. Setelah lelah bekerja, Aku masih bisa pulang kerumah, istriku memasakkanku tempe goreng yang semerbak baunya, tempe yang dipotong sebegitu kecilnya agar cukup dinikmati bersama seluruh anggota keluarga. Aku masih sempat menjadi imam bagi keluargaku, dan mengajari anak-anakku mengaji. Kemudian aku bisa tidur nyenyak tanpa khawatir akan kemalingan,meski aku tak pernah mengunci gubukku ini.
istriku melaksanakan tugasnya dengan baik, dia hanya disibukan dengan pekerjaan rumah, mengurus anak, dan melayaniku. Maklumlah aku tak mampu membayar seorang pembantu. Dia tak pernah sempat untuk arisan, belanja hal-hal yang tak berguna, dan bergosip dengan tetangga. Dia juga tak pernah sempat melakukan perawatan tetapi tetap cantik bagiku, tubuhnya tetap mempesona, langsing alami tanpa perlu biaya mahal untuk diet. Itu jelas, karena tak setiap hari dia kuberi makan.
Anakku hanya disibukkan dengan belajar, belajar, dan belajar. Dia tak punya waktu untuk bermain gadget. Kalaupun ada waktu luang, dia akan membantuku ataupun istriku. Di sekolahpun dia begitu rajin, dia selalu mendengar dan mencatat apa yang dijelaskan gurunya, karena dia sadar betul aku tak mampu membelikan buku untuk ia pelajari. Dia juga tak ikutan geng-geng tidak jelas yang menghabiskan masa mudanya untuk tawuran dan narkoba. Itu karena geng-geng tak jelas itu tak membutuhkan anak orang miskin.
Aku sangat bersyukur menjadi miskin. Bukan karena aku seseorang yang tak bertanggungjawab dengan keluargaku. Aku hanya takut kehilangan keharmonisan di rumah. Aku ingin kalian selalu bersyukur disaat apapun, bahkan ketika diberi rejeki yang hanya sedikit. Aku ingin kalian selalu merasakan bahagianya berbagi sesuatu yang sangat kalian ingini. Aku ingin kalian tidak melakukan hal-hal yang tak berguna yang justru membuat kalian lupa akan tujuan hidup yang sebenarnya. Aku hanya ingin kita selalu dekat dengan-Nya dan kembali di surga-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H