Mohon tunggu...
thejatmikos
thejatmikos Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Strategi Catenaccio Menghadapi MEA

31 Desember 2015   11:32 Diperbarui: 31 Desember 2015   11:32 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tahun 2015 sudah memasuki hari terakhirnya. Retrospeksi adalah agenda umum yang biasa kita lakukan. Khusus menilik kondisi ketenagakerjaan Indonesia ditahun 2015 merupakan hal yang menggoda. Apalagi Masyarakat Ekonomi ASEAN benar - benar sudah didepan pintu gerbang pasar tenaga kerja kita. Banyak ironi yang perlu kita renungkan bersama.

Indonesia adalah bangsa terbesar di kawasan ASEAN. Mau dilihat dari sudut manapun kenyataan ini sudah tak terelakkan lagi. Dari segi ukuran geografi, jumlah populasi, kekayaan alam bahkan skala ekonomi. Bangsa terbesar di salah satu kawasan ekonomi yang paling menjanjikan didunia. 

Bila dianalogikan dengan sepakbola semestinya kekuatan Indonesia sudah seperti klub paling digdaya didunia saat ini, Barcelona. Dengan kekuatan seperti ini, semestinya Indonesia tinggal mengantisipasi gaya bertahan macam apa yang akan disiapkan lawannya dan memikirkan serangan bagaimana yang paling efektif agar dapat mencetak gol sebanyak - banyaknya digawang lawan.

Namun, apakah saat ini Indonesia sudah sedigdaya itu? 

Dalam berbagai forum pertemuan, kenyataan Indonesia ternyata tidak seindah itu. Indonesia memang dipandang sebagai bangsa yang besar. Sayangnya skala besar itu masih berkutat dalam definisi bangsa dengan potensi konsumen yang besar. Kenyataan yang sama sekali tidak salah. Yang disayangkan adalah dimana potensi menyerang kita sebagai bangsa produsen. Produsen yang menikmati kemajuan ekonomi global yang semakin tak berbatas.

Padahal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah didepan mata. Tantangan yang bukan tiba - tiba karena sudah disepakati pada KTT ASEAN 1997 hampir dua dekade lalu di Kuala Lumpur. Sebuah komunitas kawasan baru yang memungkinkan pasar bebas dibidang permodalan, barang, jasa dan, tentu saja, tenaga kerja.

Yang disayangkan, antisipasi Indonesia atas implementasi MEA dirasakan masih sangat kurang. Tidak banyak terlihat pembahasan atau diskusi terkait dengan itu dimedia manapun, baik dimedia massa ataupun forum - forum diskusi. Seolah - olah hal ini hanya sekedar perubahan cuaca yang rutin terjadi.

Sekarang, coba kita lihat apa yang sedang disiapkan negara ASEAN lain. Statement Hermawan Kertajaya dalam Markplus Marketing Conference 2015 yang lalu cukup memberikan gambaran dan sangat mengejutkan saya secara pribadi. 

Kita semua jangan terkejut bahwa ada 500 warga Vietnam yang saat ini sedang belajar bahasa Indonesia untuk menjadi supir taxi yang sangat menjanjikan di negeri kita

Negara yang dulu dikenal terbelakang karena faham sosialisme-nya kini sudah menjadi tim sepakbola yang cukup menakutkan dengan strategi "total football"-nya. Harus diakui Vietnam menyiapkan strategi serangan balik yang dapat membuyarkan tatanan ketenagakerjaan di Indonesia.

Fakta Vietnam ini sangat bertolak belakang dengan dinamika yang ada di Indonesia. Dita Indah Sari, yang merupakan Staff Khusus Muhaimin Iskandar - Menteri Tenaga Kerja saat itu,  mengungkapkan strategi yang kental dengan nuansa bertahan (www.bbc.com, 27 Agustus 2014).

Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka. Bebas tidak asal bebas. Kita tidak mau tenaga kerja kita yang sebenernya mampu tergeser oleh tenaga kerja asing.

Tentu saja pernyataan ini tidak dapat mewakili kebijakan Menteri Tenaga Kerja saat ini, Hanif Dhakiri. Tetapi statement Dita tersebut tidak dapat dikatakan usang dan kadaluarsa mengingat hal tersebut diungkapkan baru setahun yang lalu. Yang lebih ironi, itulah satu - satunya statement perwakilan Pemerintah yang kita temui dihalaman pertama Google apabila kita memasukkan keyword  "Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" (analisa Big Data mengatakan bahwa 85% keputusan pengguna internet diambil pada informasi yang tersedia dihalaman pertama Google). Selebihnya adalah artikel - artikel para pengamat, akademisi dan organisasi pemerhati yang lebih banyak mengulas makna dan implikasi MEA. Bukan kebijakan antisipasi Pemerintah yang telah disiapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun