Tidak hanya mengandalkan investasi dan ekspor, dalam hal ini adanya APBN memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan infrastruktur hijau yang mana memiliki sumbangasih terhadap penurunan pencemaran udara gas rumah kaca.
 Disisi lain kebijakan pendapatan pemerintah dapat menghasilkan sebuah investasi terhadap pelaku usaha pada bidang pengembangan infrastruktur hijau, seperti dalam proses peningkatan pengembangan energi yang terbarukan sehingga dalam mendukung peningkatan pengembangan ini diharapkan dapat menarik minat badan usaha melakukan sebuah berinvestasi.Â
Perencanaan pemerintah terkait dengan pengeluaran pajak karbon terhadap pencemaran rumah kaca yang ditawarkan oleh RUU KUP. Dalam rencana ini diharapkan dapat mewujudkan penyumbang pencemaran udara yang mana akan dikenakan sebuah pajak. Di sisi lain sebagai sumber penghasilan negara, adanya pajak karbon bisa dijadikan sebagai sumber pendanaan tehadap perubahan iklim melalui earmarking, termasuk dalam proses pembangunan infrastruktur hijau dan resilien.Â
Dengan pendapatan anggaran tersebut, Kementerian Keuangan bertindak agar lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam membantu perencanaan pembangunan infrastruktr hijau.Â
Seperti halnya dengan cara melaksanakan sebuah pertimbangan dalam aspek lingkungan dan aspek sosial yang berdasarkan pengeluaran belanja infrasruktur.
Pada saat kondisi pengeluaran perbelanjaan, Kementerian Keuangan menggunaan pendanaan dalam pemasukan dalam upaya serta adaptasi perubahan iklim (climate budget tagging) yang telah terintegrasi dengan sistem penganggaran pada tahun 2016. Melalui implementasi climate budget tagging, penetapan terkait banyaknya pengeluaran terhadap anggaran yang dipergunakan untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim dalam proses perencanaan pembangunan infrastruktur hijau. Â
Climate budget tagging merupakan upaca untuk memberi dukungan terhadap sebuah pengelolaan anggaran perubahan iklim agar lebih terukur maka, Kementerian Keuangan berusaha untuk lebih lebih ringan tangan dalam membantu dan menangani pembangunan infrastruktur hijau dan resilient dengan melakukan proses pertimbangan terhadap aspek lingkungan dan aspek sosial atas usulan belanja infrastruktur.Â
Upaya tersebut perlu di terapkan demi terbentuknya environmental and social framework (ESF), yang kemudian digunakan oleh lembaga multilateral dalam pemberian pinjaman atau bantuan teknis.Â
ESF perlu dilakukan agar anggaran yang digunakan merupakan hasil dari adanya pajak karbon. ESF perlu diterapkan saat belanja negara untuk memberikan sebuah dorongan untuk pemerintah dalam menjalankan proyek infrastruktur. Maka itu sebuah pembangunan infrastruktur harus memenuhi persyaratan sebagai infrastruktur hijau dan resilien sesuai dengan ESF serta dalam rangka mewujudkan infrastruktur hijau dan resilien, penerapan ESF untuk lebih meningkatkan bankability pada proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), terutama saat menerapkan pedoman environmental, social, and governance (ESG).
Dalam memenuhi pembiayaan membangun infrastruktur hijau dan resilient bersumber dari green bonds/sukuk dan pinjaman dari lembaga multilateral atau lembaha keuangan yang dapat menerapkan ESF. Pinjaman tersebut berasal dari lembaga multilateral yang mana merupakan sebuah lembaga yang memberikan sebuah pinjaman, sehingga dapat terkelolah dengan baik dalam rangka untuk memenuhi kebijakan pembiayaan pembangunan serta pengembangan infrastruktur hijau demi meningkatkan penggunaan pinjaman dana atau modal untuk mendapatkan keuntungan dalam sebuah bisnis terhadap penggunaan dana APBN dalam pemebangunan infrastruktur hijau dan resilient dengan lingkup yang lebih luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H