Implementasi Kurikulum Merdeka untuk Indonesia Bangkit Lebih Kuat
Oleh : Jatmiko Suryo Gumilang, S.Pd, M.Sos
Kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan di dalam era masyarakat modern saat ini telah menjadi bagian dari lini kehidupan. Pendidikan senantiasa memberikan bekal untuk anak didik dalam menghadapi tantangan yang ada di masa depan. Salah satu faktor yang dapat dikatalisasikan bahwa pendidikan dapat berjalan dengan baik dan sukses yaitu dengan output dari pendidikan yang telah dijalankan tersebut.
Sebagai negara berkembang yang sedang menuju menjadi negara maju, Indonesia menerapkan beberapa pembaruan sistem pendidikan yang terus diupdate secara berkala. Dalam pengalaman penulis pribadi mengalami adanya pergantian beberapa kurikulum semenjak penulis mulai masuk pendidikan dasar (SD) sampai di tingkat perguruan tinggi. Di dalam perjalanan menempuh pendidikan, penulis pernah merasakan adanya kurikulum 1994 yang masih menggunakan catur wulan sebagai tolak ukur penilaian. Kelas 3 SD terdapat perubahan kurikulum yang menggunakan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang mulai menggunakan sistem semester untuk keriteria penilaian. Ketika penulis bersekolah di tingkat SMP sempat ada pergantian nama sekolah dengan sebutan SLTP atau Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama karena rencana ada pembaruan kurikulum. Juga pengklasteran sekolah dengan istilah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan sekolah yang sudah bertaraf internasional (SBI). Sedangkan ketika mulai akhir SMP dan masuk SMA penulis mengalami kurikulum satuan tingkat pendidikan atau sering disebut dengan singkatan KTSP.
Masuk di perguruan tinggi kebetulan penulis berkesempatan untuk kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk jurusan Pendidikan Sosiologi Antropologi. Di dalam perkuliahan, penulis semakin tahu tentang perbedaan dan perubahan-perubahan kurikulum tersebut. Hal itu dapat penulis rasakan ketika sedang menjalani Program Praktik Lapangan (PPL) di sekolah yang sedang merubah kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013 untuk tingkat SMA. Dengan adanya program PPL, penulis berkesempatan untuk mengajar di depan anak-anak sebagai seorang guru. Dari situlah, penulis merasa lebih terdorong dan tergerak untuk menjadi seorang guru.
Pada saat penulis menulis artikel ini, penulis beraktifitas menjadi guru untuk mata pelajaran IPS di salah satu sekolah swasta Islam tingkat SMP di daerah Klaten Jawa Tengah. Barulah pada saat ini ketika menjadi seorang guru, penulis mengalami pergantian kurikulum yang sebelumnya memakai kurikulum 2013 diubah menjadi kurikulum Merdeka. Pergantian kurikulum menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penulis, karena guru dituntut agar lebih cepat berdaptasi dan mengimplementasikan kurikulum baru ke ranah sistem pendidikan untuk anak-anak didik.
Pengaplikasian kurikulum Merdeka ini bertepatan dengan HUT Republik Indonesia yang ke-77 tahun. Di umur Indonesia yang ke 77 tahun ini besar sekali harapan masyarakat untuk Indonesia. Setelah kurang lebih 2 tahun Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 yang menguras banyak energi dan mengorbankan segala lini kehidupan. Sesuai dengan slogan HUT RI ke-77 yaitu “Pulih lebih cepat, Bangkit lebih kuat”, semoga Indonesia bisa lebih baik lagi pasca pandemi menerjang. Salah satunya yaitu dengan penerapan kurikulum Merdeka di sekolah. Kurikulum Merdeka diciptakan dengan maksud untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Harus diakui jika sistem pendidikan di Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju dalam sistem pendidikannya, kita bisa mengambil contoh yaitu di Finlandia. Dimana sampai saat ini, Finlandia masih memiliki sistem pendidikan yang paling bagus diantara negara-negara lain.
Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan dalam aktifitas belajar mengajar di dalam kelas. Kebebasan inilah yang justru menjadi dua sisi mata uang dalam penerapannya. Pergantian kurikulum tidak semata-mata hanya proses tranfer knowlegde ke peserta didik, akan tetapi juga terdapat perubahan-perubahan untuk administrasi-an perangkat mengajar guru. Pada saat penulis mengikuti semniar ketika diadakan sekolah yang diisi oleh salah satu pembina yayasan sekolah yakni Dr.Wiranto. Beliau mengatakan bahwa akan ada satu juta lebih guru yang akan kebingungan tentang pelaksanaan kurikulum ajar Merdeka. Guru-guru tersebut kebingungan karena kurangnya persiapan dan juga hasil eksekusi yang kurang matang. Sehingga hal tersebut membuat seakan-akan kurikulum Merdeka belum berjalan secara maksimal.
Penulis menyadari bahwa menjadi seorang guru juga merupakan salah satu profesi yang dituntut untuk terus belajar. Istilah pada waktu penulis kuliah dulu adalah Long Live Education (belajar sepanjang hayat).
Fitrah sebagai manusia yaitu untuk terus belajar tentang apapun yang akan dan yang sudah terjadi di dalam diri manusia itu sendiri. Dengan belajar, manusia bisa mengembangkan dan mengoptimalkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Salah satu wujud belajar yaitu dengan pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu jalan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan pendidikan pula, anak-anak didik kita bisa mengasah kemampuan, ketrampilan hingga menambah wawasan untuk bekal di masa depan. Pendidikan menjadi bingkai demi merangkai kehidupan yang lebih indah.
Semoga pendidikan Indonesia bisa jauh lebih baik dengan menggunakan Kurikulum Merdeka agar Indonesia bisa pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Aamiin....