Mendekati tengah malam, pintu regol ndalem Kadipaten Kepanjen tampak sudah tertutup rapat. Meskipun demikian, kanjeng Adipati beserta isterinya dan putri tunggalnya tampak masih berbincang-bincang di dalam rumah. Wajah sang Adipati tampak murung. Demikian pula dengan isterinya.
“Putriku, sudah hampir 8 bulan, kenapa syarat sayembara yang kau berikan untuk bakal calon suamimu tak ada yang bisa memenuhinya sampai sekarang?” tanya sang Adipati kepada putrinya.
“Aneh sekali, bagaimana bisa membuktikan kalau nanti lelaki yang bakal menjasdi suamimu itu tidak ringan tangan, tidak akan kabur dengan perempuan lain dan bisa memberimu kepuasan kebutuhan biologis jika belum menjadi suamimu,” imbuh sang Adpati.
Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan berulang kali yang cukup keras yang berasal dari pintu regol, yang membuat percakapan tersebut terhenti. Seorang prajurit penjaga datang dan melaporkan bahwa ada seseorang lelaki yang hendak bertemu dan mengikuti sayembara untuk meminang Sang Putri Adipati. Orangnya masih duduk di depan pintu, demikian prajurit penjaga itu melaporkan.
Mendengar hal tersebut, Sang Adipati dan istrinya serta tak ketinggalan Sang Putri segera berjalan menuju ke regol ndalem Kadipaten untuk menemui siapa lelaki yang berniat mengikuti sayembara di waktu hampir tengah malam seperti itu. Akan tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika menyaksikan sosok lelaki yang akan mengikuti sayembara tersebut.
Sebelum mengajukan pertanyaan, rupanya pemuda itu sudah terlebih dulu menyatakan maksud kedatangannya.
“Kanjeng Adipati, kedatangan hamba kali ini adalah untuk mengikuti sayembara dan sekaligus memberikan bukti dari apa yang dikehendaki oleh putri paduka. Kedua tangan dan kaki hamba telah tak ada lagi, mana mungkin hamba akan menjadi lelaki yang ringan tangan. Pun demikian dengan kedua kaki hamba sehingga mustahil hamba akan lari dengan perempuan lain nantinya.”
“Anak muda, lalu apa buktinya kau bisa memenuhi kepuasan kebutuhan biologis putriku nantinya? Tanya Sang Adpati dengan gusar.
“Kanjeng Adipati, apakah saya perlu mengulangi lagi mengetuk pintu regol kadipaten ini seperti tadi? Pemuda itu balik bertanya.
Mendengar apa yang diucapkan pemuda itu pucatlah wajah sang adipati dan isterinya. Sementara putri sang adipati menjadi pingsan ketakutan membayangkan kehebatan dan keperkasaan si pemuda yang bakal menjadi calon suaminya.
podjok pawon, Agustus 2016