Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keris : Tuah, Seni Dan Ekonomi

29 Januari 2014   20:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:20 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13910031691062888250

Bagi masyarakat pendukung budaya Jawa, keris dipandang sebagai benda yang tidak hanya sebagai senjata tikam, tetapi juga sebagai “sipat kandel”, sebagai pusaka. Maka tak mengherankan jika benda tersebut hanya dikeluarkan pada saat-saat tertentu saja, terutama pada saat dibersihkan dan diberi warangan atau istilahnya “dijamasi” pada bulan awal tahun Jawa atau bulan Sura

Sebagai benda pusaka, keris dipercaya memiliki tuah yang dapat membantu pemiliknya dalam urusan dengan pekerjaannya atau kehidupannya. Oleh karena itu, bagi yang menganggap keris sebagai pusaka maka tindakan untuk merawat dan menjaga benda merupaka kewajiban yang harus dilakukan dengan sepenuh hati, apalagi jika keris itu merupakan barang peninggalan turun-temurun dari leluhurnya. Perlakuan khusus seperti dikalungi rangkaian bunga Melati, dan pemberian sesaji secara kontinyu serta teratur terhadap keris pada hari-hari tertentu merupakan acara yang tidak boleh dilewatkan dalam menjaga dan merawat keris. Keris juga disimpan secara pribadi dan diletakkan khusus pada tempat tertentu untuk menyimpannya, biasanya di bagian atas sebuah tempat, bisa di dinding, dalam almari kaca, maupun almari kayu. Hal ini dimaksudkan agar tuah keris tersebut tidak luntur dan tetap terjaga kehebatannya. Hal ini berbeda dengan orang yang menganggap keris sebagai benda seni peninggalan leluhur. Meskipun cara perawatan juga serupa dengan mereka yang menganggap keris sebagai barang pusaka, tetapi ada yang berbeda jauh pada sikap yang diberikan terhadap keris tersebut. Mereka yang menganggap keris sebagai benda seni, tidak ada waktu khusus maupun perilaku khusus terhadap keris miliknya. Tidak ada pemberian sesaji maupun pengalungan bunga Melati pada kerisnya. Keris cukup dirawat dengan dibersihkan dan diberi minyak keris agar tetap terjaga dari karat maupun keausan, supaya keris tetap awet, menarik dan indah dipandang mata. Cara penyimpanan keris pun, mereka yang menganggap keris sebagai benda seni cukup di almari kaca atau tempat yang terbuka dan aman . Biasanya yang mudah dijangkau, sehingga bila sewaktu-waktu ingin melihat keindahannya, bisa cepat meraihnya. Tempat tatakan keris atau yang disebut “cagrak” biasanya yang dipakai intuk meletakkan keris ini. Apabila seseorang memandang keris sebagai benda ekonomis, maka keris dilihat sebagai benda yang dapat diperjual-belikan, layaknya benda-benda ekonomis. Pada prinsipnya, keris sebagai benda seni dan benda ekonomis baik cara perawatan maupun penyimpanannya sama saja. Yang membedakan disini adalah ada tidaknya unsur jual-beli didalamnya. Hanya saja yang patut diperhatikan adalah adanya etika dalam jual beli keris. Istilah harga disini diperhalus dengan istlah “mas kawin” atau "mahar”. Jadi jika ada orang yang hendak membeli atau menjual keria yang ditanyakan bukan harganya berapa melainkan berapa mas kawinnya atau berapa maharnya yang harus dikeluarkan untuk menebus keris itu supaya bisa berpindah kepemilikannya. Gambar photo: Koleksi pribadi.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun