Prasasti Yang Tikuh 787 M dari Raja Champa Indravarman menyebutkan adanya serangan dari dari pelaut Jawa: armada laut Jawa atau navagatair jjava vala samghair telah menyerbu dan membakar kuil Siva Bhadradhipatisvara. Namun demikian agresi militer armada Jawa yang seperti itu bukanlah penyebab munculnya julukan pembunuh musuh yang sombong.
Catatan dari Kronik Arab yang dituliskan oleh Sulayman yang kembali ke tanah airnya pada tahun 851 setelah bertahun-tahun berdagang di Samudra Hindia mengisahkan terjadinya perisitwa pemenggalan kepala yang dilakukan oleh Raja Jawa terhadap Raja Khmer. Raja Jawa tersebut merasa telah dihina dan direndahkan oleh Raja Khmer.
Menurut Sulayman, Raja Khmer sengaja menghina raja dari Zabag (Jawa), seorang raja yang berkuasa di sebuah pulau yang berjarak sepuluh hingga duapuluh hari berlayar ke selatan Kamboja. Raja dari Zabag yang tak disebutkan namanya itu dilambangkan sebagai seorang raja yang menggunakan gelar "Maharaja" yang mengatur ekspedisi dan membawa pasukannya mengarungi lautan menuju Kamboja untuk menangkap, mempermalukan dan kemudian memenggal kepala Raja Khmer. Sebelum Sang Majaraja dari Zabag ini pergi, dia menempatkan sebuah boneka di atas tahta Kamboja.
Catatan kronik Arab ini menemukan bukti epigrafi di sejumlah prasasti Kamboja yang melaporkan bahwa Jayavarman II yang keluar dari pengasingannya di Jawa telah menyelenggarakan setidak-tidaknya satu upacara keagamaan yang khusyuk pada tahun 802 M demgan tujuan agar negeri Kamboja dapat dibebaskan dari pengaruh kekuasaan Jawa. Yang tak kalah penting sejarah ini juga menunjukkan bahwa Jayavarman II adalah seorang sandera di Jawa pada masa mudanya.
Kronik Arab Sulayman  juga mencatat bahwa pemenggalan kepala raja Khmer oleh Raja Jawa telah menjadikan dirinya memperoleh status yang tinggi dimata raja-raja dari India dan China. Invasi dari laut dengan berbagai kesulitan yang dialami dalam menyerang, menangkap dan mengeksekusi seorang raja yang berada di seberang lautan nun jauh merupakan prestasi yang luar biasa. Hal ini pula yang membuat seorang raja dari wangsa Sailendra mendapat julukan yang termashur sebagai pembunuh musuh yang sombong, sebuah julukan yang sama sekali tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut ketika digunakan dalam dokumen diplomatik seperti prasasti Nalanda oleh Balaputradeva pada dua generasi sesudahnya.
Siapakah yang dimaksud dengan sang raja dari wangs Sailendra yang dijuluki pembunuh musuh ini?
Kemiripan arti nama-nama julukan yang muncul dari prasasti Ligor B, Kelurak 782 M dan Nalanda membawa kepada satu pendapat  bahwa sebutan tersebut adalah milik satu orang penguasa dari dinasti/wangsa Sailendra yang gelar penobatannya adalah Sri Sanggramadhananjaya sebagaimana disebutkan dalam prasasti Kelurak 782 M.Â
Selain itu  raja tersebut juga disebut sebagai permata wangsa Sailendra (sailendravamsatilaka) di dalam prasasti Kelurak dan Nalanda, nama sebutan bagi Maharaja Dyah Pancapana Panamkarana yang juga disebut Tejahpurnnapana Panamkarana di prasasti Kalasan 778 M.Â
Dengan demikian raja yang mendapat julukan sebagai pembunuh musuh yang sombong itu tak lain adalah Si Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana Panamkarana (Tejahpurnnapana Panamkarana) Sri Sanggramadhananjaya. Rakai Panangkaran yang menjadi raja di Medang atau Mataram Kuno sejak tahun 742 M hingga mundur atau atau digantikan oleh penerusnya pada 784 M sebagaimana disebutkan dalam prasasti Wanua Tengah III 908 M.
podjok pawon, Maret 2021
Sumber bacaan: