Tak dapat dipungkiri bila sebenarnya Ijtima Ulama 4 ini tak lain dan tak bukan adalah akibat dari tersingkirnya Habib Rizieq Shihab (HRS) berikut gerbong-gerbong dibelakangnya seperti FPI, GNPF dan PA 212 paska pertemuan antara Jokowi  dan Prabowo, ditambah lagi pertemuan Megawati dan Prabowo.
Ijitima dilaksanakan dengan tujuan  agar panggung panggung politik bagi HRS dan pengikutnya ini tetap eksis diblantika perpolitikan Indonesia.
Hal ini dapat dilihat pada hasil dari Ijtima tersebut. Lagi-lagi soal seperti negara harus memulangkan HRS tanpa syarat, NKRI bersyariah, kecurangan pilpres, meninggalnya pertugas KPPS hingga kerusuhan 21-22 Mei. Tak ada hal-hal yang baru yang disodorkan selain mengulang narasi lama.
Walau tak ada yang baru soal hasilnya, namun ada sesuatu yang berbeda pada diadakannya Ijtima Ulama 4 ini, yaitu tidak diundangnya elit politik.Â
Dengan tidak diundangnya elit politik serta tak melibatkan  mereka di dalam kepengurusannya nanti akan membuat mereka lebih diuntungkan dan mudah untuk melakukan kiprah politik di berbagai kubu.
Kesempatan pertama yang jelas tampak tentu saja di Pilkada 2022 dan nanti puncaknya pada Pemilu 2024.
Dengan saat ini tak memiliki atau memutuskan tak berhubungan dengan elit politik tertentu, mereka bisa bergabung dengan kubu mana saja yang nantinya ikut berkontestasi pada pilkada ataupun pemilu. Tergantung dengan siapa mereka nantinya akan bergabung.
Saya kira ini adalah langkah yang cukup cerdas. Ijtima ulama telah menjadikan HRS dan gerbong-gerbong di belakangnya sebagai  kekuatan seperti 'partai politik' tanpa harus repot mendirikan partai atau organisasi formal yang sejenis.
podjok pawon. 6 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H