Ruang kuliah Humaniora sudah tertata dengan rapi saat diskusi tentang poligami akan berlangsung. Tiga buah meja-kursi untuk panelis sudah ada di depan ruangan, sementara di sudut kanan depan ruangan itu satu buah meja-kursi juga telah disediakan untuk moderator sekaligus sebagai pemandu acara.
Begitu peserta mahasiswa diskusi dipersilakan masuk, tanpa menunggu lama semua bangku sudah penuh. Bahkan ada beberapa orang mahasiswa yang harus rela duduk di ubin demi bisa mengikuti acara diskusi dengan topik yang tak kenal basi ini.
Sesaat kemudian masuklah Prof.  Saridjo  yang masuk sebagai pemandu sekaligus moderator acara diskusi tersebut. Dibelakangnya, secara urut, berjalan Kuntoro, Purnomo dan Pringgo, yang ketiganya didapuk sebagai panelis kali ini.
Acara dimulai dengan basa-basi sebentar dari Prof. Saridjo selaku dosen yang bersangkutan sekaligus sebagai pemandu acara dan moderator. Selanjutnya mulailah satu demi satu dari panelis memaparkan pendapatnya tentang poligami.
Yang pertama adalah Kuntoro yang mewakili dari kelompok yang pro poligami. Dengan gaya dan bahasa yang tersusun rapi, Kuntoro memaparkan pendapatnya tentang poligami yang disertai dengan hal-hal yang mendukung pendapatnya. Termasuk didalamnya adalah soal tidak adanya larangan dalam agama tertentu untuk berpoligami.
Ketika Kuntoro selesai dengan paparannya, terdengarlah tepuk tangan yang meriah dari mahasiswa yang pro poligami. Setelah tepuk tangan yang meriah itu usai lalu giliran Purnomo, sebagai wakil dari kelompok mahasiswa yang menolak poligami, berbicara menyampaikan paparannya.
Sama seperti halnya Kuntoro. Ketika Purnomo selesai dengan paparannya tentang penolakan terhadap poligami dan isyu tentang kesetaraan gender, meriahlah sambutan tepuk tangan dari mahasiswa yang anti poligami.
Giliran Pringgo yang menjadi panelis ketiga. Dia memulainya dengan bercerita tentang keledai, hewan yang dianggap sebagai hewan yang bodoh dan dungu.
"Keledai yang dianggap sebagai hewan yang bodoh dan dungu saja tidak pernah terperosok ke dalam lobang yang sama untuk dua kali", begitu kata Pringgo
"Manusia yang dianugrahi akal dan pikiran mestinya tak menolak poligami agar tak dianggap bodoh dan dungu seperti keledai. Maukah anda yang lelaki disebut bodoh dan dungu? Maukah anda yang perempuan dikatakan mempunyai suami yang bodoh dan dungu? Jadi, jangan biarkan lelaki yang menjadi suami anda terperosok ke dalam lobang yang sama terus menerus sepanjang hidupnya. Dukunglah lelaki berpoligami!" ucap Pringgo mengakhiri paparannya.