Mohon tunggu...
Jati Kumoro
Jati Kumoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nulis di podjok pawon

suka nulis sejarah, kebudayaan, cerpen dan humor

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Takdir Sarijo

21 Maret 2014   23:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Kedatangan rombongan Pachuapa dan Sarijo di desa Pucihua disambut dengan suka cita oleh seluruh penduduknya. Pesta perayaan yang meriah-pun segera diadakan guna menyambut kedatangan mereka. Chiquitita yang melihat suaminya kembali dengan selamat merasa sangat bahagia, apalagi kini raut wajah Sarijo benar-benar sudah cerah karena apa yang dicita-citakannya sudah terlaksana, meski guratan rasa lelah masih tampak diwajahnya.

Kehidupan terus berjalan, hari berganti hari, merayap tak terasa dan kini Sarijo harus memulai beradaptasi dengan segala kebiasaan hidup yang ada di tempat barunya ini. Apa saja yang menjadi kewajiban sebagai lelaki, mesti harus dijalani, termasuk dalam berburu binatang sebagai salah satu pekerjaan yang menjadi tugas utama kaum lelaki suku Inca Pucihua ini.

Pada awalnya tentu saja Sarijo merasa kesulitan, bahkan mengalami ketakutan yang amat sangat. Ketika sedang mengincar binatang buruan dari atas pohon, dan tiba-tiba dibawahnya ada ular Phyton sebesar batang pohon kelapa lewat dengan pelan-pelan, bukan hanya ketakutan sampai tak bisa bergerak dan bicara, Sarijo-pun sampai terkencing-kencing di celana. Terbentur dahan atau terperosok lobang sudah menjadi bagian sehari-hari dalam acara mengikuti perburuan. Namun dengan semangat yang tinggi, terus saja Sarijo berusaha mengatasi segala kekurangannya.

Disela-sela kesibukannya bekerja dan kewajiban-kewajiban rutin lainnya, Sarijo masih dapat menyisihkan sebagian waktunya untuk membuat beberapa catatan tentang beberapa aspek dari kebudayaan masyarakat Suku Pucihua, tentang system kekerabatan, system religi, dan mitos yang beredar di dalam masyarakat tersebut. Hanya tentang Kota Yang Hilang, tak satupun yang ditulisnya karena sudah menjadi kesepakatan dan perjanjian akan kerahasiaannya.

Pada suatu ketika, teringatlah Sarijo akan kalung pemberian Chiquito Sang Panglima Pelindung Kota Yang Hilang dan juga kotak pemberiannya. Bersama-sama Chiquitita dengan perlahan dilepaskan dan dibukanya kalung yang dilapisi kulit itu. Begitu semuanya dibuka, sungguh terkejut hati mereka , ujud kalung tersebut benar-benar luar biasa . Sebuah kalung plat dari emas murni yang luar biasa lembut nan indah goresan tatahannya dengan sebuah liontin batu Kristal yang memancarkan cahayanya ke segala penjuru. Begitu pula dengan benda-benda yang ada di dalam kotak pemberian Chiquito, semuanya merupakan atribut perhiasan Suku Inca tempo dulu.

Melihat semua benda itu teringat pula Sarijo akan kisah-kisah pakaian para bangsawan Suku Inca pada masa lampau. Segera dicarinya buku-buku yang dibawanya sejak mulai mengikuti ekspedisi ini, dan dari buku itu didapatkannya keterangan bahwa perhiasan itu benar-benar memiliki kemiripan dengan perhiasan yang dipakai para bangsawan Inca tempo dulu. Untuk memastikan akan kebenaran benda tersebut, mereka segera menghadap kepala suku dan dewan tetua suku di balai khusus pertemuan . Benda-benda pemberian Panglima Chiquito itu lalu diserahkan dan dimintakan penjelasan kepada mereka, dan kenapa benda seperti itu diberikan kepada orang seperti dirinya yang berasal dari luar suku Inca.

Mendengar penuturan Sarijo yang masih belum memahami betul makna pemberian itu, akhirnya Pachuapa menjelaskannya bahwa melalui pemberian seperangkat perhiasan itu adalah perbahwa lambang kini Sarijo mendapat status sosial kebangsawanan, dan secara tegas Chiquito telah menetapkan bahwa Sarijo sudah dijadikan putranya dan yang kelak akan menggantikan tugasnya sebagai Panglima Penjaga Kota Yang Hilang. Lebih jauh Pachuapa menjelaskan bahwa sebaiknya hal ini cukup dibicarakan dihadapan sidang tetua adat saja dan selanjutnya, biarlah kehidupan Sarijo dan istrinya berjalan seperti biasanya karena waktu untuk menjalankan tugasnya juga masih lama. Namun yang jelas, kini Sarijo adalah calon Panglima Penjaga Kota yang Hilang.

Mendengar penjelasan itu, Sarijo benar-benar merasa terkejut , takdir rupanya telah membawanya ke dalam kehidupan yang sungguh diluar dugaannya sama sekali. Dari seorang peneliti dan menjadi suami putri kepala suku saja sudah merupakan hal yang diluar rencana hidupnya, kini malah akan dijadikan Panglima Penjaga Kota Yang Hilang dan harus melindungi peninggalan peradaban suku isterinya dari orang luar yang ingin memasukinya. Padahal, pada awalnya dia sendiri yang berkehendak membuka tabir misteri Kota Yang Hilang agar bisa dipelajari dan dinikmati keindahannya oleh semua umat manusia, kini terpaksa harus menutupnya kembali. Kota Yang Hilang rupanya ditakdirkan harus jadi misteri kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun