Sumpah! ga kami dengerin tuh ceramah. Soalnya kami lagi mikirin gimana ngejelasin ke pak Bos kenapa kami telat masuk kerja.
Sebenernya kami juga mau masuk di dalem. Tapi Om freddy tau ga, kalau pagi menjelang siang itu gabungan antara keringat, mentari pagi, parfum curah murah, dan bau sayur mayur bercampur jadi satu di dalem KRL. Itu sangat menyiksa loooh Om freddy.
Belum lagi iman kami ditantang di dalem kereta. Pelaku pelecehan seksual pada wanit di KRL ada kalanya khilaf loh. Artinya tidak ada niatan sebelumnya. Seperti kisah berikut ini.
Begitu juga ketika sore hari tiba. Om freddy tau ga, kita kan capek setelah seharian diperas tenaga dan otak oleh kejamnya Jakarta. Jadi prosesi kepulangan juga setidaknya tidak menguras tenaga. Nah, kalau kami masuk di dalem gerbong, beuuuh itu capek luar biasa. Karena kami harus berdiri dan tetap siaga. Sungguh capek,om...
Om freddy yang berbahagia,
Kami tahu bahwa naik diatas gerbong KRL itu salah. Kami juga punya anak dan istri yang menanti di rumah. Kami paham betul resiko yang dihadapi. Namun,kebijakan Om freddy yang meminta bawahan Om untuk mengusir kami rasa kurang tepat.
Kami memang tidak sepintar Om freddy. Tapi sebentar dulu deh. Hmmm....rasanya Om freddy kok mirip petugas PMK yah?! itu looh yang jadi pemadam kebakaran ketika kebakaran terjadi.
Jadi begini Om freddy, kami naik ke atas KRL karena memang jumlah KRL yang sedikit dan kami tidak punya pilihan. Kalau info-info yang kami dengar, ini terjadi karena lemahnya politik transportasi kita.
Kalau KRL diperbanyak, stasiun diperbagus, walhasil pengguna motor bakalan pindah ke KRL dong. Nah pengusaha otomotif bakalan merugi dan juga perusahaan perkreditan motor juga akan merugi.
Nah, kalo Om freddy hanya mengusir kami dari atas gerbong, itu selayaknya petugas PMK yang memadamkan api. Api kan hanya akibat, sumbernya lah yang perlu diantisipasi agar kebakaran tidak terjadi.
Om freddy yang bijaksana,