Mohon tunggu...
Jason Kartasasmita
Jason Kartasasmita Mohon Tunggu... Lainnya - A Lover of Life

Saya adalah seseorang yang sangat mencintai kehidupan dan punya banyak hobi. Salah satu hobi saya adalah belajar bahasa baru sehingga saya bisa melihat dunia dan memahami kehidupan dengan perspektif yang berbeda. Saya juga senang bertemu orang baru, berorganisasi, bermain musik, berolahraga, serta mencoba makanan baru, terus bergerak menjelajah dunia, dan menemukan berbagai tempat dan pengalaman baru.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Skandal Pendidikan Indonesia: Pencabutan Gelar Profesor oleh Nadiem Makariem

17 Agustus 2024   19:12 Diperbarui: 17 Agustus 2024   22:56 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kasus yang cukup menghebohkan dunia pendidikan Indonesia adalah pencabutan gelar profesor dari dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., dosen di Universitas Malahayati, Lampung. Menurut penulis, langkah pencabutan ini merupakan tindakan yang tepat untuk menjaga kredibilitas dan integritas dunia akademik di Indonesia. Meskipun keputusan ini tidak mudah dan berdampak negatif bagi individu yang bersangkutan, langkah tegas seperti ini sangat diperlukan. Sanksi pencabutan gelar memberikan pesan yang jelas bahwa pelanggaran etika akademik tidak akan dibiarkan begitu saja. Selain itu, keputusan ini juga mengingatkan lembaga pendidikan agar selalu memegang standar tinggi dalam proses pemberian gelar dan melakukan evaluasi yang ketat terhadap para calon penerima gelar akademik.

Keputusan ini tampaknya didorong oleh laporan dari masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan investigasi mendalam. Meskipun alasan spesifik di balik pencabutan gelar ini belum sepenuhnya terungkap, kita bisa menduga bahwa hal ini berkaitan erat dengan klaim kontroversial Taruna Ikrar mengenai nominasi Nobel yang dipermasalahkan oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional. Penyelesaian kasus ini agaknya juga menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak mungkin merasa bahwa keputusan ini sudah tepat, namun ada juga yang berpendapat bahwa perlu adanya proses yang lebih transparan dan melibatkan lebih banyak pihak untuk mencegah kesalahan penilaian dan pengambilan keputusan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim secara resmi mencabut gelar profesor yang diberikan kepada dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D., mantan guru besar di Universitas Malahayati, Bandar Lampung. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 48674/M/07/2023 dan dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2023. Keputusan ini diambil karena ditemukan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku terkait penyetaraan jabatan akademik dosen. Faktanya, Taruna Ikrar juga terlibat dalam kontroversi klaim nominasi Nobel yang dibantah oleh Ikatan Ilmuwan  Indonesia Internasional (I-4) pada tahun 2017 lalu. Pernyataan Ikatan Ilmuwan  Indonesia Internasional (I-4) didukung oleh surat resmi dari University of California yang menyatakan bahwa Ikrar Taruna tidak pernah masuk dalam nominasi Nobel. Akhirnya, Taruna Ikrar mengakui kekhilafannya dan menyatakan bahwa klaim tersebut didasarkan pada harapan untuk menjadi nominator Nobel Prize.

Secara faktual, pencabutan gelar akademik bukanlah hal baru, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Menurut data dari Kementerian Pendidikan, sejak tahun 2015 hingga 2022, setidaknya terdapat 15 kasus pencabutan gelar akademik di Indonesia yang sebagian besar disebabkan oleh pelanggaran etik, seperti plagiarisme dan klaim akademik palsu. Di Amerika Serikat, pada periode yang sama, tercatat sekitar 20 kasus serupa, menunjukkan bahwa masalah ini memang global. Fakta ini menekankan pentingnya sistem pengawasan dan evaluasi yang ketat untuk menjaga integritas akademik.

Jika dunia akademik dapat diibaratkan sebagai sebuah bangunan megah, maka kejujuran dan integritas adalah pondasi bangunan tersebut. Setiap pelanggaran etik adalah retakan yang dapat mengancam stabilitas bangunan tersebut. Pencabutan gelar profesor dalam kasus ini adalah langkah preventif untuk memperbaiki retakan tersebut agar bangunan tetap kokoh dan tidak runtuh. Dengan demikian, tindakan ini bukan hanya menjaga keutuhan dunia akademik, tetapi juga melindungi masa depan pendidikan yang berintegritas di Indonesia, sekaligus memberi pesan kuat bahwa pelanggaran etik tidak akan ditoleransi dalam dunia pendidikan Indonesia.

Disunting oleh: Ernestus Revan Yogantara Arjuna (XII-7/12)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun