Mohon tunggu...
warna warni nadi
warna warni nadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sisi Positif

I'm just doing me

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rumahku Tak Utuh - Part 1

28 Desember 2024   20:21 Diperbarui: 28 Desember 2024   20:21 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hai. Panggil aku Nadi.

Apa kabar? Baik? Klise.

Tak selamanya kita harus mencoba tampak "baik-baik saja" di hadapan semua orang. Kenapa? karena kamu & aku hanya manusia biasa. Kalau kamu membaca tulisan ini, mulai sekarang kita berteman. Selama kamu membaca tulisanku, aku harap kamu dapat jujur kepada dirimu, mengenai perasaanmu. Tak apa jika sedang tidak baik, hidup memang begitu, ada siang, ada malam. Kamu sudah bertahan sejauh ini, kamu hebat! Aku harap kamu tidak menyerah.

---

Karena kita sudah berteman, aku akan mulai bercerita. Cerita ini tentang aku dan rumahku. 

Rumah tempat aku tumbuh, bersama orang-orang baik yang Tuhan kirimkan untuk membersamai kehidupanku selama belasan tahun, bahkan berpuluh tahun. Rumahku tak sempurna, tak lagi utuh semenjak aku terlahir di dunia. 

Aku lahir dari rahim seorang wanita yang hatinya rapuh, namun dipaksa menjadi tangguh. Wanita itu, Ibuku, sangat mencintai ayahku. Ayahku entahlah kemana, ia hilang timbul sesuka hati. 

Aku saat itu masih berumur 3 tahun. Gadis kecil yang tinggal bersama nenek, bibi, dan kakek tercintanya. Seperti balita pada umumnya, aku menghabiskan sebagian besar waktuku untuk bermain, tidur siang, dan belajar membaca huruf hijaiyah pada sore harinya. Ibuku dan adik perempuanku tinggal bersama ayahku di rumah orang tua ayahku. Rumah kakek tercintaku terpaut jarak yang cukup jauh dengan rumah orang tua ayahku, sekitar dua belas kilometer. Ibuku mengunjungiku setiap seminggu sekali atau dua kali, setelah sehabis maghrib, selepas beliau pulang kerja. Dan aku akan menyambut ibuku dengan penuh antusias. Aku akan tetap antusias meskipun aku tahu Ibuku hanya mampir sebentar. Aku tahu bahwa aku akan ditinggalkan, lagi.

Saat itu, aku merasa bingung. Dalam hatiku aku bertanya, mengapa aku tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama Ibuku, seperti teman-temanku yang lain? Tapi  itu hanyalah sekelebat pertanyaan yang melintas, tanpa pernah aku sadar bahwa  hal itu akan menimbulkan luka. Karena aku-gadis kecil itu- merasakan hidupku baik-baik saja.

Hidup gadis kecil itu baik. Banyak orang mengasihinya. Setiap pagi hari ketika semua orang bekerja, nenekku akan membawaku untuk bekerja di tempat adik iparnya. Terkadang aku menghabiskan waktu bersama dengan ibu tetangga untuk menari, bernyanyi, atau menonton televisi. Kemudian ketika tiba siang hari, aku akan tidur siang, terkadang sendirian, terkadang bersama pamanku-sepupu dari ibuku. Sore harinya aku akan pulang ke rumah dan mulai mengekor kakekku, mulai dari shalat ke masjid hingga mengaji. Begitulah kehidupanku setiap hari. Pada saat itu, aku bahagia, dan segalanya terasa baik-baik saja.

Segala hal terasa baik-baik saja hingga hari itu tiba.  Hari dimana aku mengira segalanya akan berjalan menjadi lebih indah, namun yang terjadi justru sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun