Mohon tunggu...
Jasmansyah, M.Pd
Jasmansyah, M.Pd Mohon Tunggu... -

Jasmansyah, M.Pd., seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Cibadak Sukabumi (RSBI), Dosen di beberapa perguruan Tinggi di Sukabumi, Penulis, Blogger, dll. Sekarang sebagai: Ketua DPD IGI Sukabumi Jawa Barat, Ketua MGMP Bhs. Inggris SMA Kab. Sukabumi Jabar. Website: http://jasmansyah.co.cc, Email: jasmansyah@yahoo.co.id. \r\nhttp://igisukabumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Optimalisasi Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah

3 Desember 2012   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:14 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Jasmansyah, M.Pd)*

English is Iblish, Bahasa Inggris Bahasa Munafik, Bahasa Inggris Bahasa Neraka. Itulah beberapa pernyataan yang kadang terungkap oleh sebagian siswa ketika belajar Bahasa Inggris. Pelajaran yang susah, sulit dimengerti, sukar diucapkan, susah ditulisnya, bikin ngantuk, bikin bete, dan sejumlah ungkapan apatis lainnya sering terlontar dari mulut sebagian siswa ihwal pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Apakah benar demikian? Untuk memberikan jawaban terhadap keluhan sinis para pembelajar bahasa Inggris harus ditelaah secara komprehensif dari berbagai sudut pandang.

Suara sumbang seperti itu acap kali terdengar oleh penulis, bahkan pernah terungkap dan dialami oleh penulis sendiri ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. Dan saat ini ketika penulis telah menjadi seorang guru (guru bahasa Inggris), yang kebetulan mengajar di sebuah SLTA yang berada di daerah terpencil sering mendengar pernyataan-pernyataan seperti itu. Masalah tersebut kemudian menjadi objek kajian yang menantang untuk ditemukan jawabannya mengapa mereka berplilaku seperti itu. Sambil mengajar di kelas, seringkali penulis mengamati sambil melontarkan pertanyaan seputar pengalaman mereka belajar bahasa Inggris sebelumnya. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana motivasi dan apresiasi mereka terhadap pelajaran bahasa Inggris. Karena sebagai guru, penulis berupaya mencari formula yang tepat untuk mengajar siswa-siswa dengan kondisi seperti ini, dimana banyak sekali diantara mereka yang tidak senang bahasa Inggris.

Penulis berasumsi bahwa pengalaman seperti ini akan banyak dialami oleh guru dan siswa yang lain, terutama di daerah. Lain halnya kalau siswa tersebut berada di perkotaan. Biasanya mereka memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar, tidak terkecuali dalam bahasa Inggris. Hal ini tentu tidak akan menjadi kesulitan bagi guru jika berhadapan dengan siswa seperti ini. Lalu bagaimana dengan guru yang kebetulan mengajar di daerah?.

Menjadi guru di daerah apalagi guru bahasa Inggris, matematika, Fisika, dan sejenisnya memiliki tantangan dan hambatan yang tidak ringan. Mulai dari motivasi belajar, faktor lingkungan, ekonomi, sosial, dll adalah sejumlah penyebab timbulnya permasalahan tersebut. Selain itu, kurangnya sarana belajar yang disediakan pihak sekolah (baca: pemerintah) juga menjadi suatu kendala yang tak terbantahkan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Bila kita sebagai guru menghadapi kondisi seperti itu ada beberapa hal yang mungkian bisa kita bisa kita lakukan untuk memecahkan persoalan-persoalan tersebut.

Pertama, sebelum masuk kelas tancapkan kembali niat yang tulus, bahwa kita akan benar-benar mentransfer ilmu yang kita miliki dengan maksimal. Eksistensi kita selama berada di kelas akan memberi manfaat yang tak terhingga buat siswa. Tumbuhkan keyakinan bahwa kita akan menjadi orang yang sangat bermanfaat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk yang lainnya.

Kedua, karena guru memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan belajar mengajar, yang mampu menciptakan “skenario apa pun”, maka sudah selayaknya seorang guru memiliki kepribadian yang kuat, ramah, familier, simpatik, berempati tinggi terhadap setiap kejadian yang menimpa siswa, termasuk kepada siswa yang kurang, baik dalam prestasi akademik maupun dalam motivasinya. Selama ini banyak guru yang memarahi siswa, bahkan menghukumnya apabila ada siswa yang dianggap tidak memperhatikan

Ketiga, pada saat warming up atau pemanasan di awal, cobalah kita berdialog dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sangat ringan. Tidak harus melulu dari materi sebelumnya tapi bisa di sekitar kehidupan mereka. Termasuk kita boleh bertanya tentang pacar mereka. Hal ini biasanya akan sangat menarik karena akan memancing perhatian yang penuh, dan yang terpenting diungkapkan dalam bahasa Inggris.

Keempat, pada saat pembelajaran berlangsung, kita berusaha menyatu dengan dunia mereka. Dalam arti kita memahami, merasakan, sekaligus mengapresiasi gejolak perasaan mereka. Maka, ketika kita membuat contoh-contoh kalimat, buatlah contoh kalimat yang bernuansa cinta, kasih sayang terhadap lawan jenis yang erat kaitannya dengan dunia mereka. Contoh kecil, kita suruh siswa menerjemahkan kalimat; “Aku sudah mencintaimu sejak dulu”. Kata-kata seperti ini tentu akan sangat menarik dan boleh jadi membuat penasaran mereka untuk mencoba menerjemahkannya, karena ini realitas dunia mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun