Banyak kali nyamuk.
Sudah terjadi penyerangan
Aku jadi korbannya
Berhati-hatilah kau
ENTAH mengapa prosa jelek itu berngiang di kepala. Berulang kali kucoba, tak juga berhasil aku mengusirnya. Malah semakin menjadi-jadi. Jika tadi saat aku hendak merebahkan tubuh tapi diganggui nyamuk, sekarang malah empat baris prosa itu merampas waktu tidurku. Aku kesal dibuatnya. Timbul penyesalan di benak, mengapa itu harus tercipta di kepalaku.
Konyol rasanya aku harus memakan energi hanya untuk memikirkan nyamuk. Jenak kemudian aku tertegun. Nyatanya nyamuk juga jadi bahan pemikiran banyak orang. Lihat saja, pemerintah sibuk dan mengeluarkan dana tidak sedikit untuk membunuh nyamuk dengan melakukan pengasapan atau fogging. Ibu-ibu pergi toko untuk membeli obat pembasmi nyamuk. Kapitalis menjadikan nyamuk sebagai peluang bisnis. Apalagi para peneliti, pusing dibuat nyamuk. Jelas nyamuk sudah menyita banyak perhatian.
Namun yang membuatku bertanya-tanya, apakah aku dianggap hidup kalau memikirkan nyamuk seperti kata filsuf itu yang mengatakan “saat aku berpikir, maka aku hidup”? Entahlah.
Prosa jelek itu begitu bebas berkeliaran di tiap satuan tempurung kepalaku. Bahkan karena dia, otak milikku menjadi terpengaruh hingga prosa lainnya segera lahir. Tidak hanya satu, tercipta sampai beberapa. Tentu saja prosa-prosa baru itu tidak kalah buruk dengan yang lama. Sama-sama memalukan. Prosa baru sedikit lebih unggul. Poin pada aku yang tidak merasa menyesal merangkainya di kepala. Malah prosa-prosa itu menjelma jadi bahan perenungan diri malam ini.
Banyak sekali koruptor.
Sudah terjadi penyelewangan
Rakyat kecil jadi korbannya.