Makan cacing itu sehat, karena cacing sumber protein, bahkan cacing yang jelas - jelas menjadi parasit makanan yang seharusnya higinies. Alkisah di negeri dongeng, hiduplah seorang raja lalim. Negeri ini tentu saja bukan Indonesia dan tidak ada sangkut pautnya dengan Indonesia. Jika ada kesamaan karakter tokohnya, hal ini semata - mata karena kebetulan saja. Bukankah hidup ini seringkali serba kebetulan?
Sebut saja negeri ini negeri dongeng. Dipimpin oleh seorang Mukidi, seorang tiran dengan wajah ndeso. Wajah boleh ndeso, tapi kalau soal pencitraan dia rajanya. Jadi walaupun seorang tiran, bukan berarti Mukidi dibenci, justru sebaliknya Mukidi banyak dipuja puja, sehingga muncul slogan Mukidi adalah kita, kita adalah Mukidi.
Sejak menguasai negeri dongeng, Mukidi memang rajin membuat kontroversi. Dia bilang ikan dilaut tidak boleh diambil nanti bisa habis. Para nelayan pun mulai bertanya - tanya, bagaimana mungkin ikan dilaut habis? Apa mungkin ikan punya KTP, sehingga ikan negeri dongeng tidak boleh berenang ke negeri tetangga dan ikan negeri tetangga tidak boleh masuk negeri dongeng?Â
Lautan negeri dongeng yang biasanya tiap malam penuh cahaya lampu nelayan, tiba - tiba gelap dan sepi. Sementara keluarga nelayan menangis karena dilarang mengambil ikan ber KTP. Ya tentu saja ironis, Mukidi lebih suka ambil duit rakyat untuk membeli sepeda, daripada ngurusi nelayan nangis. "Kalau terus terusan nangis nanti saya gebuk", begitu mukidi bilang kalau lagi suntuk.
Tidak saja nelayan kecil, nelayan besar dan pabrik pengolahan ikan pun banyak tutup karena ulah Mukidi. Bahkan karena ikan ber-KTP tidak boleh dipancing, pabrik pengolahan ikan pun terpaksa membeli bahan baku ikan dari luar negeri. Untuk menekan harga, terpaksa mereka membeli ikan sisa sisa yang kualitasnya buruk. Ini pilihan sulit bagi pabrik, tapi buat apa berproduksi kalau tidak untung?Â
Sekarang mereka mendapat masalah, karena ditemukan cacing dalam produksi mereka.. Usaha terancam gulung tikar, sudah berhari hari produksi berhenti. Mereka hanya bisa berharap semoga Mukidi cepat berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H