Mohon tunggu...
iesti KM
iesti KM Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Pembelajar yang masih butuh belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tragedi Siti Mati

11 April 2021   23:59 Diperbarui: 12 April 2021   00:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TRAGEDI SITI MATI

Siti melindung diri di rumah tua
Suaminya mati dua minggu lalu
Saat bulan menjulurkan jari-jarinya
Pada pohon eru
Cahayanya lindap ditelan daun

Malam itu, suaminya  pergi tergesa
Memburu pandemi yang membunuh anaknya
Pada tubuhnya terdapat cap corona
Pada setiap titik uratnya darah berwarna hitam
Pandemi telah mengambil mata dan jantungnya
Secara bergantian mereka menghirup virus

Gagak masih melintasi kota-kota gelap
Entah ingin pergi atau menetap
Suaranya membumbung
Terkurung dalam kotak-kotak tempurung

Siti tergolek di ranjang merah
Menjilati cahaya yang melesap
Napasnya datang dan pergi terengah
Mulutnya mulai basah
Matanya mulai lelah
Otaknya kini terasa terbelah
Dari hidungnya mengalir tetes-tetes darah
Siti hilang arwah
Ke liang tanah merah

Cat: puisi ini sedang dibuat antologi
Magelang, 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun