Siti melindung diri di rumah tua
Suaminya mati dua minggu lalu
Saat bulan menjulurkan jari-jarinya
Pada pohon eru
Cahayanya lindap ditelan daun
Malam itu, suaminya  pergi tergesa
Memburu pandemi yang membunuh anaknya
Pada tubuhnya terdapat cap corona
Pada setiap titik uratnya darah berwarna hitam
Pandemi telah mengambil mata dan jantungnya
Secara bergantian mereka menghirup virus
Gagak masih melintasi kota-kota gelap
Entah ingin pergi atau menetap
Suaranya membumbung
Terkurung dalam kotak-kotak tempurung
Siti tergolek di ranjang merah
Menjilati cahaya yang melesap
Napasnya datang dan pergi terengah
Mulutnya mulai basah
Matanya mulai lelah
Otaknya kini terasa terbelah
Dari hidungnya mengalir tetes-tetes darah
Siti hilang arwah
Ke liang tanah merah
Cat: puisi ini sedang dibuat antologi
Magelang, 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H