Pada tahun 2008, saya sempat tergabung dalam sebuah tim dengan misi utama adalah memperkenalkan produk suatu bank syariah kepada rekan-rekan mahasiswa di kampus kami sekaligus mengajak mereka untuk memakai produk tersebut. Kami bisa tergabung dalam satu tim karena saat itu kami aktif dalam suatu organisasi kerohanian Islam di sebuah fakultas di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Jawa Barat. Awalnya kami berjumlah 18 orang. Namun pada akhirnya hanya 6 orang yang bertahan di dalam tim. Kami terdiri dari mahasiswa tingkat dua hingga mahasiswa tingkat empat.
Kami bukanlah “kaki tangan” bank syariah tersebut. Kami adalah tim yang terbentuk secara insidental. Singkat cerita, pada saat itu organisasi kami hendak mengadakan seminar akbar. Ini merupakan salah satu program unggulan organisasi keislaman tersebut. Targetnya tidak hanya mencakup lingkup suatu fakultas, melainkan lebih dari itu, yaitu lingkup kampus atau universitas. Karena merupakan seminar akbar dan merupakan program unggulan, maka secara otomatis anggaran biaya yang dibutuhkan pun juga besar. Oleh karena itu, kami perlu bekerja keras mendapatkan dana yang akan difungsikan untuk memenuhi segala kebutuhan yang telah dirancang. Tidak akan mungkin cukup jika kami hanya mengandalkan dana kemahasiswaan yang ada. Jumlahnya hanya sekian persen dari total rancangan anggaran.
Pada mulanya, sejumlah teman mengusulkan untuk berjualan aneka makanan ringan, baik dijual di lingkungan kampus maupun di lingkungan kosan. Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan tersebut ternyata sangat minim. Keuntungan penjualan per pack berkisar antara dua ribu hingga lima ribu rupiah. Jika kami hanya mengandalkan usaha ini dan ditambah dengan sokongan dana kemahasiswaan, tentunya kami akan mengalami defisit. Hingga akhirnya terpikirlah untuk mengadakan kerja sama dengan sponsor. Salah satu sponsor yang kami bidik adalah bank syariah yang kantornya beralamat di lingkungan kampus kami.
Awalnya kami menyodorkan proposal kegiatan seminar kepada bank tersebut, dengan harapan mereka bersedia menjadi sponsor untuk mendanai seminar itu. Kemudian salah seorang petugas bank menyatakan bahwa sepakat atau tidaknya pihak bank terhadap penawaran proposal kami merupakan kewenangan pimpinan cabang, atau bahkan wewenang pimpinan pusat. Sedangkan kedudukan kantor tersebut hanyalah kantor kas.
Akhirnya petugas tersebut menyarankan supaya kami menjadi agen bank syariah itu dengan menjualkan produk tabungannya. Dalam mekanisme agen, bukan penerapan sistem komisi yang berlaku. Akan tetapi yang berlaku adalah penerapan sistem diskon. Jika kami membeli produk tabungan tersebut sejumlah sepuluh atau kelipatannya, maka kami akan mendapat potongan harga sebesar 90 ribu rupiah. Sedangkan kami akan tetap menjual produk tersebut dengan harga normal. Sehingga setiap keberhasilan kami dalam menjual per sepuluh produk, maka kami akan mendapatkan keuntungan 90 ribu rupiah. Atau dengan kata lain kami akan mendapatkan keuntungan sebesar 9 ribu rupiah setiap mampu menjual satu produk. Tentunya nilai keuntungan ini jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang akan kami dapat jika kami menjual makanan ringan.
Di kemudian hari kami tersadar bahwa apa yang kami lakukan ini merupakan suatu usaha dengan keuntungan ganda. Secara langsung, kami mendapatkan sejumlah rupiah yang tidak sedikit. Dan secara tidak langsung, kami juga sedang berdakwah. Ya, berdakwah dalam rangka mengajak rekan-rekan mahasiswa untuk menggunakan produk bank syariah. Ibarat peribahasa ‘sambil menyelam minum air’. Berjualan sekaligus berdakwah.
Demi mengoptimalkan keuntungan, maka dibentuklah tim (seperti yang telah disebutkan di awal) yang mendapat tugas khusus untuk fokus menangani hal ini. Mandat bagi tim adalah bagaimana dapat mempromosikan produk ini secara massive dan ujung-ujungnya adalah keuntungan besar yang dapat digunakan untuk menutup sisa anggaran biaya seminar tersebut.
Target pertama tim adalah membuat seluruh pengurus organisasi membeli atau memiliki produk tersebut. Ini merupakan sasaran internal kami. Dalam hal ini, kendala yang dihadapi adalah sejumlah pengurus tidak memiliki cukup uang untuk membeli produk tersebut. Kemudian dirumuskan sebuah solusi untuk masalah ini yaitu dengan mengijinkan mereka untuk membayar di akhir. Sehingga konsekuensinya adalah tim mengeluarkan uang lebih untuk itu, yang nantinya akan diganti di kemudian hari oleh pengurus yang bersangkutan.
Berikutnya, target kedua tim adalah melakukan ekspansi dengan mempromosikan produk kepada pihak luar organisasi (sasaran eksternal). Pihak eksternal meliputi seluruh mahasiswa muslim se-fakultas dan seluruh mahasiswa muslim fakultas lain semua angkatan.
Media promosi yang kami gunakan berupa pamphlet. Desain pamphlet pertama kami sangat sederhana atau lebih tepat jika dikatakan minimalis. Pada saat itu saya yang berkesampatan untuk membuatnya. Karena saya tidak mahir dalam desain grafis, maka saya menggunakan program Microsoft Word untuk mendesain pamphlet itu. Kesederhanaan desain terlihat jelas dari paduan warna pada pamphlet tersebut, yaitu hanya sebatas warna zebra. Selain itu, tata letaknya pun terlihat kaku. Walaupun sederhana, pamphlet tersebut tetap saja dipublikasikan.
Karena tidak puas, maka kami membuat pamphlet jilid II. Sebagai bukti keseriusan kami, maka pembuatan pamphlet tersebutkami percayakan kepada seorang teman yang memang ahli dalam desain grafis. Hasilnya jauh lebih berwarna daripada pamphlet jilid I. Paduan warna dan tata letaknya sangat serasi. Pamphlet itu lebih mampu ‘berbicara’ daripada pamphlet yang sebelumnya. Lingkup penyebarannya pun juga lebih luas. Tidak hanya di kampus, namun sempat juga terpublikasikan di kosan mahasiswa.
Walaupun begitu, usaha keras kami belum mampu memenuhi sisa anggaran dana yang dibutuhkan. Salah satu faktornya adalah rentang waktu yang sempit antara munculnya ide untuk menjual produk tersebut dengan waktu pelaksanaan acara. Selain itu, kekompakan tim yang belum solid juga menjadi penyebab kurang optimalnya hasil kerja tim.
Karena dinilai prospektif, usaha ini sempat berlanjut dalam beberapa bulan. Kendala utama berhentinya usaha ini adalah minimnya modal yang dimiliki. Karena, untuk mendapatkan diskon, kami harus membeli produk tersebut sejumlah minimal sepuluh dengan kisaran harga (atau batas modal yang harus dimiliki) sebesar 1 juta rupiah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI