Mohon tunggu...
Jarjis Fadri
Jarjis Fadri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Jika Tak Meninggalkan Sesuatu,Untuk Apa Kau Dilahirkan?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kulkas Bapak dan Ibu Kos

8 Desember 2017   22:40 Diperbarui: 8 Desember 2017   22:51 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi (Iboih, Sabang)

Pagi ini Cerah,  para penghuni kos berangkat ke tempat kerja masing-masing seperti biasa, entah  mengapa bulan ini cuaca di Gresik  begitu konsisten, terik dan panas dari hari kehari, AC diruang kerja terus menerus meraung seolah menjerit karena diatur pada angka ambang batasnya  16  Derajat, konon agar Suhu diruangan terasa lebih sejuk.

Arah jarum jam menunjukkan tepat di angka 12:00 WIB, waktunya istirahat. Sekedar makan siang dan shalat Dhuhur bersama. Ketika menuju mushalla di lantai I, Tiba- tiba sebuah pesan singkat masuk ke Handphoneku, ternyata dari Bapak Kos "Kulkas sedang rusak dan sedang diperbaiki untuk sementara tidak dapat digunakan, mohon maaf ya, tolong kabarkan yang lain juga ya mas". Kuteruskan ke Grup wa Kosan kami, agar para penghuni kos menghentikan sementara belanjaan yangg biasa kami simpan di kulkas.

Malam, sesampaiku di kosan sepulang kerja  para penghuni kos ternyata tengah asik duduk santai sekedar melepas penat bersama bapak dan ibu kos yang seperti biasa menyeduhkan teh dan menyajikan panganan kecil buat kami, suasana begitu hangat terasa, biasanya topik pembicaraan mulai dari nasehat serius dari bapak dan ibu kos hingga tentang lelucon canda tawa negeri ini yang tak ada habis-habisnya jika dibahas,  ah suasananya, selalu menjadi salah satu obat lelah untuk kami para buruh di kosan ini.

Topik pembicaraan malam ini tentang kulkas kosan yang tadi tiba-tiba rusak hingga harus diperbaiki yang ternyata karena efek Cuaca yang begitu panas akhir-akhir ini.

Ibu kos bercerita bahwa kulkas tersebut memang sudah sangat tua,  itu kulkas pertama bapak dan ibu beli ketika awal-awal menikah dulu, jadi wajar saja sebenarnya rusak, ibu dan bapak belinya nyicil dari gaji bapak yg tidak seberapa saat itu, mereka berdua sepakat untuk tidak membelinya dengan sistem kredit karena berbunga.

Ternyata bapak dan ibu dari awal menikah sudah sepakat ingin semuanya berkah walau sederhana.  jadi nyicil ke  penjualnya  hingga beberapa tahun baru terlunaskan, "kalau mau ambil kredit sebenarnya lebih gampang dan lebih cepat, Cuma ya gitu ada bunganya mas" sahut bapak.

Karena itu kulkasnya sangat ibu rawat belinya susah dulu, "dan  karena banyak kenangannya juga ya bu", celetuk bapak lagi sembari tersenyum melihat ke arah ibu yang mengundang tawa kami semua. Lalu Ibu kos melanjutkan ceritanya, bahwa rahasia merawat kulkas sebenarnya mudah saja, cukup menutup pintu kulkasnya agar karet pintunya rapat sehingga suhu udara didalam terjaga dan tidak keluar, itu saja. 

Makanya kulkas itu bisa bertahan hingga sekarang,  tentunya karena bapak yang selalu rajin & sabar juga membersihkannya timpal ibu sembari melihat ke arah bapak yang lagi-lagi mengundang tawa kami semua.

Setelah ibu & bapak selesai bercerita kami pun semua undur diri masuk ke kamar masing-masing, walaupun kalau boleh jujur alasan sebenarnya kami masuk ya karenan piring panganan kecilnya yang hanya tinggal cabai hijau lombok, dasar anak kos.

Tapi lagi-lagi bapak dan ibu memberikan kami nasihat tersiratnya, menurutku kulkas itu bisa bertahan setelah berpuluh tahun hingga hari ini bukan hanya karena proses bapak dan ibu yang rajin merawatnya setelah dibeli, akan tetapi juga karena proses sebelum membelinya,dimana bapak & ibu membelinya bukan hanya dengan uang semata, tapi juga dengan keberkahan niatnya. yang tidak mengambi jalan pintas walau mudah saja jika ingin, tetapi mereka lebih memilih jalan keberkahan walaupun itu tidak mudah, karena keberkahan adalah yang utama bagi mereka.

"Ya, Keberkahan selalu saja membuat pemiliknya merasa berbahagia, bahkan dalam kesulitan dan kesederhanaan sekalipun"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun