Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tragedi Jurnalistik, Masih Adakah Kuli Tinta?

9 Februari 2016   15:13 Diperbarui: 9 Februari 2016   15:51 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebuah theory yang disebut The Phenomenological Tradition dalam bidang Ilmu Komunikasi yang  dipelopori oleh Maurice Marleau Ponty menyatakan bahwa manusia secara aktif menterjemahkan dan memahami dunia ini berdasarkan pengalaman pribadinya.  Pemaknaan terhadap dunia tersebut dulu kala terpublikasikan melalui karya jurnalistik oleh para Wartawan. Rekonstruksi setiap kejadian sosial dengan pretensi yang obyektif dari wartawan menghadirkan kehidupan sosial yang produktif, membentuk karakter masyarakat dan menciptakan keadilan informasi. Para wartawan kemudian mendapat apresiasi dari dunia melalui berbagai award atas berbagai karya yang benar-benar mampu mengungkap kebenaran yang dibutuhkan. Kasus Watergate yang mengakhiri karir politik Presiden Nixon terungkap berkat Wartawan.

Kehadiran Social Media (socmed) saat ini adalah sebuah fenomena. Paradigma manusia dalam mencari informasi mengalami pergeseran sangat radikal dari vertical menjadi horizontal. Informasi vertical digambarkan sebagai informasi satu arah yang datang dari atas dan menjadi satu-satunya referensi yang dikontrol oleh sistem kekuasaan. Sedangkan informasi horizontal digambarkan sebagai arus yang menyebar secara direct secara bebas tanpa sensor dari personal ke personal yang difasilitasi oleh teknologi informasi dalam hal ini media sosial.

Mudahnya mendapatkan informasi dengan kuantitas yang nyaris tak terbatas, mendorong pertumbuhan knowlege manusia. Iklan, informasi, pesan-pesan, promosi, propaganda dan lain-lain yang dilakukan secara gencar oleh media massa tidak lagi dengan gampang membentuk opini. Perimbangan informasi sudah disajikan oleh citizen journalism.  Kompas adalah media massa yang smart melihat fenomena itu. Lalu menghadirkan kompasiana dan ternyata laku keras.

John B. Watson pernah menyampaikan teori bahwa manusia itu dilahirkan dengan dua fungsi yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk social. Bila grand teori tersebut dikaitkan dengan prinsip keagamaan maka kita akan menemukan salah satu ayat dalam Al-Qur’an bahwa manusia itu diciptakan secara berpasang pasangan, berbangsa-bangsa untuk mengenal satu sama lain . Naluri manusia untuk saling mengenal itu dijawab oleh hadirnya  fasilitas social media yang murah, mudah dan massal seperti blogging, facebook, frenster, dan twitter. Itulah yang membuat bergesernya traffik informasi dari vertical ke horizontal dan social media seolah-olah menjadi domain tersendiri yang otonom. 

Fasilitas social media yang booming itu lebih dinikmati kawula muda. Melalui Socmed mereka membentuk komunitas untuk mengaktualisasi diri ke dalam kelompok sesuai dengan konsentrasi masing-masing. Ada komunitas yang terbentuk di atas platform hobby, tempat bekerja, kegemaran olah raga, pecinta binatang, asal kelahiran dan lain-lain. Komunitas menjadi fenomena.

Hal ini sedikit mengganggu teori pamungkas Agenda Setting. Pemahaman laten adalah bahwa media massa mempunyai potensi untuk membentuk struktur issue di publik melalui deseminasi informasi yang masuk ke dalam kepala manusia. Walter Lippman berkeyakinan bahwa manusia bisa mengabaikan stimulus dari lingkungannya dan lebih mengutamakan gambaran yang masuk ke kepala (the picture in our head) yang di-setting oleh media. Teori ini walau masih cukup valid, namun tidak terlalu pas lagi ketika kita membahas konsep social media.

Sementara ada pendapat lain bahwa “makna terbentuk melalui conversation, bukan oleh struktur”. Teori ini berkembang dan terbukti menjadi fenomena ketika “conversation tersebut dapat dilakukan secara lebih mudah, bebas dan massal melalui social media tanpa dibatasi oleh block waktu maupun silo silo kultural atau pembatasan kekuasaan. Makna yang terbentuk juga makna yang tidak lagi dapat dengan mudah digeneralisasikan, karena hanya berlaku dan dapat dipahami oleh komunitas yang bersangkutan. Socmed punya pandangan sendiri atas setiap peristiwa.

Mark Poster, tahun 1990 melalui bukunya THE SECOND MEDIA AGE  mengingatkan bahwa teknologi interaktif dan jaringan komunikasi khususnya internet akan mentransformasikan masyarakat. Terdapat dua perbedaan penting atas era media pertama dan era media kedua. Era pertama menekankan pada BROADCASTING sedangkan di era kedua menekankan pada NETWORKING yang melahirkan dua pendekatan yakni SOCIAL INTERACTION dan SOCIAL INTEGRATION.

Konsep baru ini di tahun 1990-an  masih belum begitu terasa, tetapi saat ini kita menyaksikan bagaimana terjadinya integrasi sosial melalui perubahan cara pandang terhadap media. Media tidak lagi dilihat sebagai sarana diseminasi informasi, melainkan telah digunakan sebagai cara untuk membentuk komunitas. Media tidak lagi dipandang sebagai instrumen informasi untuk memenuhi kebutuhan individu melainkan sebagai ritual untuk  membagi rasa saling memiliki.

Fenomena yang saya paparkan ini menjadi jawaban atas kesalahan besar media massa dalam memposisikan dirinya saat ini, di era demokrasi. Banyak idealisme Wartawan tercabik-cabik oleh cangkul eskavator kekuasaan yang berduet dengan pemodal atau pemilik media massa, mengeruk opini dan mengarahkan agenda publik kemana kepentingan bisnis dan politisnya berhembus. Media massa sengaja memecah belah dirinya ke dalam polarisasi, menjadi salah satu pihak yang tidak netral. Jauh sudah meninggalkan jati diri sebagai anjing penggonggong ketika kafilah kemungkaran berlalu. Banyak wartawan mati kutu. Mereka dihadapkan pada kekejaman alternatif yg disodorkan. Idealisme atau uang. Sebuah penghinaan oleh sombongnya dunia.

Itu bukan salah jurnalis sama sekali. Itu murni anak kandung yang lahir dari kawin silang demokrasi dan kapitalisme. Korbannya adalah saya pribadi, saya tak bisa lagi tenang dalam menikmati pemberitaan televisi. Mau tidak mau terpaksa harus mencurigai setiap berita yang tampil di layar kaca. Meskipun berita itu adalah tentang jutawan yang bagi-bagi angpau. Saya selalu bertanya-tanya ada apa di balik pemberitaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun