Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Meniti Jalanan Setapak 19

31 Januari 2025   15:34 Diperbarui: 6 Februari 2025   13:25 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Widura dan Sogol masing-masing meletakkan seikat potongan cabang pohon yang mereka bawa dari hutan di teras rumah.

"Terima kasih ya sudah dibantu," ucap Sogol. "Aku ambilkan air minum sebentar."

Setelah menyegarkan kerongkongan, Widura bertanya, "Kamu berencana bikin ketapel dalam jumlah yang banyak?"

"Iya, sekalian untuk belajaran juga. Aku ingin belajar mengukir."

"Wah, bagus itu. Semakin menarik buatan kamu, kalau dijual harganya bisa semakin mahal. Haha."

"Harapannya juga begitu. Haha."

"Nanti aku bantu jualkan juga sebisaku."

"Boleh! Boleh!"

Dua anak itu lalu tertawa bersama, sebelum akhirnya Widura pulang ke rumahnya saat mentari mulai meredup di cakrawala barat.

Begitulah hari bergulir. Hingga datanglah saatnya Widura dan Ratri kembali menemui guru baca tulis mereka, Ki Rana.

Waktu itu di halaman rumah Ki Rana terdapat seekor kuda yang sedang ditambatkan. Kang Rasta terlihat berbincang dengan istrinya sambil merapikan tanaman hias di suatu sudut taman. Widura dan Ratri bertegur sapa dengan pasangan suami istri itu sebelum dipersilahkan masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun