Widura dan Sogol masing-masing meletakkan seikat potongan cabang pohon yang mereka bawa dari hutan di teras rumah.
"Terima kasih ya sudah dibantu," ucap Sogol. "Aku ambilkan air minum sebentar."
Setelah menyegarkan kerongkongan, Widura bertanya, "Kamu berencana bikin ketapel dalam jumlah yang banyak?"
"Iya, sekalian untuk belajaran juga. Aku ingin belajar mengukir."
"Wah, bagus itu. Semakin menarik buatan kamu, kalau dijual harganya bisa semakin mahal. Haha."
"Harapannya juga begitu. Haha."
"Nanti aku bantu jualkan juga sebisaku."
"Boleh! Boleh!"
Dua anak itu lalu tertawa bersama, sebelum akhirnya Widura pulang ke rumahnya saat mentari mulai meredup di cakrawala barat.
Begitulah hari bergulir. Hingga datanglah saatnya Widura dan Ratri kembali menemui guru baca tulis mereka, Ki Rana.
Waktu itu di halaman rumah Ki Rana terdapat seekor kuda yang sedang ditambatkan. Kang Rasta terlihat berbincang dengan istrinya sambil merapikan tanaman hias di suatu sudut taman. Widura dan Ratri bertegur sapa dengan pasangan suami istri itu sebelum dipersilahkan masuk.