Sore itu suasana agak mendung. Sinar matahari agak suram terhalang tirai awan yang menggantung di atas desa. Tadi siang panas matahari juga tidak terlalu terik menyengat. Warga desa merasa lebih nyaman ketika menggarap kebun dan sawahnya.
Widura juga ikut merasakan kenyamanan udara di sore itu. Namun selain kenyamanan udara, perasaannya juga lega karena rasa bersalahnya terhadap Ratri telah terhapuskan sehari sebelumnya.
Ketika memasuki pagar rumah Ki Jagabaya, Widura dan dua temannya menjumpai guru mereka sedang menemui dua orang tamu. Mereka adalah dua orang pemuda bernama Rustam dan Sudar.
Tiga bocah itu memberi salam kepada guru mereka dan juga menyapa dua orang tamu itu. Setelah menjawab salam mereka, Ki Jagabaya menyuruh tiga bocah itu untuk berlatih sendiri dahulu di halaman samping tempat mereka biasa berlatih. Setelah urusan dengan tamunya usai, Ki Jagabaya akan menyusul.
Widura dan dua orang temannya bergegas ke halaman samping, sedangkan Ki Jagabaya kembali melanjutkan pembicaraan. Ternyata Rustam dan Sudar pada kesempatan itu sedang membicarakan urusan giliran ronda malam. Sebagai perwakilan para pemuda, mereka membahas tentang perubahan giliran ronda malam karena suatu hal. Ki Jagabaya sebagai pemimpin urusan keamanan desa Ngalam mendapatkan pemberitahuan tentang perubahan itu.
Di akhir pembicaraan, Rustam bertanya, "Sejak kapan anak-anak itu berlatih silat kepada Ki Jagabaya?"
"Sekitar dua atau tiga pekan yang lalu, aku agak lupa, hehe," Ki Jagabaya menjawab sambil terkekeh, lalu melanjutkan, "Sebetulnya yang paling ingin berlatih itu si Widura, anaknya Ki Baskara, katanya ia ingin jadi prajurit. Sedangkan dua temannya tertarik ikut berlatih karena ajakan si Widura ini."
"Wah, bagus itu. Kalau sudah sedikit lebih besar, mereka bisa diikutkan tugas ronda desa. Biar mereka merasakan tanggung jawab sejak usia muda," ucap Sudar.
"Aku sudah memiliki pemikiran seperti itu. Aku perkirakan nanti setelah setahun belajar silat, mereka bisa diperkenalkan tugas menjaga keamanan lingkungan desa," ujar Ki Jagabaya.
Rustam dan Sudar mengangguk-angguk menyetujui ide salah seorang tetua desa mereka itu. Mereka tentu senang bila sedari muda warga desa mereka sudah menyadari adanya tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Sesudah berbasa-basi penutup pembicaraan, dua pemuda itu pun minta ijin pulang.
Di halaman samping, Widura, Sogol, dan murti melatih beberapa gerakan yang sudah diajarkan guru silat mereka. Sedangkan di sisi lain Nyi Jagabaya merawat beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk bahan ramuan obat-obatan. Pada beberapa kesempatan, Widura dan teman-temannya kebetulan pernah disuguhi minuman obat buatan tangan Nyi Jagabaya, minuman yang menyegarkan badan dan mengurangi rasa pegal-pegal.