Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menemukanmu Saat Kau Menghilang

7 Februari 2024   10:49 Diperbarui: 7 Februari 2024   11:03 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagiku selalu ceria.
senyummulah yang membuatnya.
tapi kadang engkau juga suka mengganggu.
tiada mengalahi keinginanku.
tapi engkau juga yang paling membela.
saat teman yang lain mencela.
saat itu dunia kita hanya bermain.
tiada tempat untuk persoalan yang lain.
 
Siang malam saling seling.
mencatat rangkaian peristiwa penting.
pagiku masih senantiasa ceria.
senyummu masih di sana.
namun ada yang berbeda.
kita mengenal huruf dan angka.
dunia sedikit lebih rumit.
hari-hari sedikit lebih sulit.
ternyata itu mudah saja buatmu.
dan engkau banyak membantuku.
walau kau masih juga jahil.
malah semakin usil.
engkau tarik rambut panjangku.
engkau sembunyikan bonekaku.
kadang aku kau buat menangis.
kaupun mengemis maaf dan menawarkan permen manis.
engkau teman yang baik.
sekaligus sahabat yang sirik.
 
Waktu terus beranjak.
usia kita terus menanjak.
memasuki umur belasan.
kita mulai enggan berkejaran.
duniamu dengan teman lelakimu.
duniaku dengan teman perempuanku.
tapi aku mulai mengagumi pria.
apakah ini yang disebut mencinta.
bunga-bunga terlihat lebih indah.
kicau burung terdengar lebih meriah.
perasaan ini penuh misteri.
namun membahagiakan tiada terperi.
aku lukiskan rasa ini di hadapanmu.
setia kau dengar celotehku tiada jemu.
namun  sejenak engkau berpesan.
kalaupun terbang jangan ketinggian.
ingatlah saat menyentuh awang-awang.
bila jatuh perihnya tak kepayang.
 
Tapi cinta memang nikmat melena.
beragam keburukan terhembus sirna.
tapi ternyata yang kau takutkan datang bertamu.
ternyata kisah indah itu semu.
dia yang aku puja ternyata berkhianat.
Eiffel cintaku tiba-tiba berkarat.
tersapu badai terguncang gempa.
bangunan cintaku runtuh tiada berupa.
sayap-sayap khayalku terlepas.
aku meluncur jatuh terhempas.
lalu perlahan engkau mendatangiku.
engkau tawarkan sebentuk tandu.
sederhana tak seindah kereta kencana.
tapi yang sederhana itu sangat berguna.
engkau rawat aku dengan sabar.
racun yang kureguk perlahan jadi tawar.
sedikit demi sedikit aku bangkit.
luka hatiku tak lagi terasa sakit.
 
Akupun kembali berlari menyambut cinta.
pangeran gagah mengenakan mahkota.
dan ternyata lagi-lagi fatamorgana.
ternyata lagi-lagi aku merana.
lagi-lagi senyummu membuat lukaku sirna.
saat aku payah, kau beri aku kekuatan.
saat aku hilang arah, kau beri aku tuntunan.
saat aku gundah, kau beri aku keyakinan.
 
Sepotong memori di bayang Kerinci.
bersama para sahabat meresapi indahnya negeri .
menjelajah hutan mendaki jalan setapak.
selorohmu membuat semangat, kakiku terus beranjak.
engkau suruh aku menjelma jadi perempuan kuat.
karena hidup adalah pendakian, perjalanan ke depan makin berat.
dalam putaran masaku engkau senantiasa ada.
ketika sepoi atau gerimis melanda.
 
Sang waktu terus berjalan.
takdir telah digariskan.
bencana tiada terelakkan.
dalam sekejap engkau pergi.
selamanya engkau bersamadi.
menghadap kehadirat Sang Illahi.
aku menolak ini terjadi.
air mata ini pun tumpah tak terbendung.
burung-burung seolah berhenti bersenandung.
aku kehilangan harum senyummu.
aku kehilangan teduh pandangmu.
kemanakah kumencari petuahmu.
mungkinkah hadir lagi gembiramu.
baru kini aku sadari.
bunga rumput liar menyimpan keindahan tersendiri.
 
Kudamba cinta jauh di sana.
ternyata di sisiku telah tersedia.
mengapa baru aku temukan.
disaat aku justru kehilangan.
senyummu kini tangisanku.
guraumu kini sedihku.
dalam catatan kecilmu bersampul jingga.
terekam kisah suka duka kita.
di sela kenakalan dan perhatian sederhana.
tertanam ungkapan cintamu yang sebenarnya.
terima kasih atas keteduhan bayangmu.
kukirim doa agar engkau nyaman menunggu.
walau kita berbeda dimensi.
warisan kenanganmu akan selalu menghiasi.
semangatmu kan kutanam di benakku.
biarlah ia tumbuh bersamaku.
kilau sejarahmu selalu mengawani langkahku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Menjauh karena Malu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun